Bertemu tokoh pria

20.8K 1.9K 96
                                    

Aku mengamati penampilan sekali lagi. Mau bagaimanapun Arlita ini cantik dilihat dari berbagai sisi. Aku jadi merasa terbekati. Setelah di rasa pas, langsung saja aku berlari menuju lantai bawah. Soalnya, kamar Arlita itu dilantai dua, untuk ke lantai bawah kita harus melewati tangga yang berbentuk lingkar.

BENAR-BENAR REPOT!

"Non Ari gak sarapan dulu?"bu Desi tengah berkutat menyiapkan masakannya, lalu menata di atas meja. Tidak ada siapapun dirumah ini, kecuali penyiram kebun, satpam dan terakhir bu Desi. Novel menceritakan orang tua Arlita ini warlaholic. Kemungkinan mereka sedang dinas ke australi sementara kakak laki-laki Arlita tidak jelas keberadaannya.

"Bungkus aja deh bun, Ari takut kesiangan. Nanti kalo Ari kesiangan manjat tembok lagi"Candaku dengan nada di buat-buat, sejujurnya aku mengingat jeĺas memori tubuh ini bagaimana perjuangan Arlita dengan seragam anak TK yang aku pakai sekarang mengkerut akibat memanjat.

Yang ada aku jadi gembel gegara baju robek gak karuan.

Bu desi tersipu. Dia tersenyum manis, tergesa-gesa membungkus makanan untuk ku bawa nanti. Entah apa yang ia pikirkan sampai senyumya tak kunjung pudar. Apa segitunya bu Desi menyayangi Arlita?

"Makasih banyak bun, Ari pamit"ucapku mengecup punggung tangan yang sudah aku anggap ibuku sendiri ini.

Bu desi mengusap kepalaku penuh sayang"Hati-hati nak, semangat belajarnya"




















  Sekolah Green Tea. Adalah nama yang adikku berikan. Lihatlah orang-orang ini, tidak ada yang sadar ataupun mencemooh nama sekolah yang terkesan nyeleneh. Adikku sangat menyukai Green Tea jadi dia kepikiran menamai sekolah di novel yang ia ciptakan. Dasar adikku.

"Kira-kira apa jadinya ya, kalo tempat gue dulu ada sekolah namanya Green Tea?"ku langkahkan kakiku menyusuri sekolah. Benar atau tidak, aku merasa kalangan siswa menatapku kaget bagai melihat sosok hantu, kemudian cepat-cepat berpaling menunduk setelahnya.

Aneh.

"ARI SAYANG....."langkahku berhenti mendengar seseorang berteriak. Begitu berbalik, tiga cewek hits yang pakaiannya tidak berbeda dariku datang menghampiri. Mereka adalah Tia, Nindy dan Sonia.

Bisakah kami pergi ke club saja sekarang?

"Ya ampun my sweety! tumben-tembenan lo datang cepetan dikit. Ini beneran lo Ar?"cerocos si wajah glowing dandanan korea. Matanya membola hebat tidak percaya.

Tia terus saja berkoak lalu berhenti saat Sonia menggeplak bibir full pink gadis itu."Berisik banget anjer. Suka-suka Ari lah, kali aja dia mau tobat ya gak Ar?"Sonia mengibaskan rambut bergelombang kemerah-merahan bekas pewarna rambut yang mulai pudar.

Nindy membuka tutup kaca bedak sebelum menekan-nekan spon diwajahku"Gue tau lo belum terbiasa bangun pagi, tapi penampilan itu penting jangan sampai lupa"ceramahnya.

Ibarat di komik-komik, perempatan imajener menyebar ke seluruh kepalaku. Kesal? jangan tanya! udah dandanan tidak sesuai umur, di perhatikan masa, teriak-teriak gak jelas dan sekarang makeup di tengah jalan pula.

RASANYA SEPERTI ANDA INGIN MELEDAKKAN PLANET URANUS SODARA-SODARA.

Kenapa uranus? karna urat gue naik mau putus!

"MINGGIR LO PADA"ketiga perempuan centil inipun mendadak senyap. Amarahku yang tadinya mau meledak mendadak surut. Loh? ada apa ini? aku mendongak mencari sumber penyebab diamnya ketiga gadis lampu merah ini.

Deg

Mataku nyaris keluar saat tatapan kami bertemu. Orang ini..... Jassen----- pemeran tokoh utama pria!

"Lo lagi - lo lagi. Sehari gak masuk penglihatan gue, susah? seneng banget caper sama badut ditengah jalan"

Haredang euy!

Perkataan Jessen sukses mengundang tawa kelima teman yang mengikutinya. Bukan hanya mereka, murid yang nonton pun juga ikutan tertawa. Malu banget. Aku putuskan angkat kaki, keluar dari lingkaran orang-orang biadab ini.

"Neng Ari mau kemana atuh? gelendotan ama kang Jessen libur dulu ya hari ne?"

Lagi-lagi tawa membahana dari belakang tubuhku, aku berbalik. Sudah dua kali aku berbalik memutus langkah. Bersedekap, ku tatap malas Xavier-------- cowok blesteran tangan kanan Jessen sembari menaikkan alis. Menguap malas, aku lalu memandangi mereka semua menatapku dengan pandangan aneh.

Arlita yang asli tidak akan pernah bersikap keren seperti tadi. Arlita orang yang meledak-ledak. Dia dan Xavier sudah seperti rival maka tiap kali diganggu Xavier, ia pasti merengek meminta pembelaan dari Jassen, pada akhirnya Arlita malu sendiri di buat tunangannya.

Ketiga temannya masih setia ada disana. Mereka ini bodoh atau bagaimana? abaikan. Mereka tidaklah penting. Netraku beralih mengunci Jassen. Membuat beberapa gerakan dan membuat mereka semua terkesiap.



T

B

C



permulaan yg bgus bkn?
jng lpa buat votmen y guys!
dukung slalu crita sya!

WHAT THE HELL ANTAGONISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang