Setelah semua masalah yang kian menumpuk, Aku harus berhadapan lagi dengan papa dan mama. Namun, kali ini mereka berdua sedang berada di rumah sakit sebagai pasien. Pagi tadi Aku baru mendapat kabar, mobil kedua orang tua Arlita kendarai menabrak lampu jalan.
"Sudah merasa baikan ma?"aku mengambil kursi lalu meletakannya berhadapan dengan kedua ranjang papa dan mama. Tangan mereka di infus, luka mereka terletak pada kepala untungnya dokter bilang luka itu tidak cukup serius jadi hanya perlu rawat inap saja.
"Ari selama ini Nadrika lah yang memimpin perusahan sejak papa dan mama bekerja di perusahaan kita di indonesia. Apa kamu tidak ada niat untuk memimpin lagi nak?"
Lagi dan lagi urusan bisnis.
"Nggka, ma. Ari udah nyaman sama kehidupan Ari sekarang. Ari gak mau terburu-buru ngambil alih perusahaan. Selagi Papa dan Mama masih ada biarlah semua berjalan seperti biasa. Ari masih muda,masih suka main-main dan nongkrong bareng sama teman. Ari gak mau kehilangan masa muda Ari"
Nadrika. Saudara kandung, kakak lelaki Arlita. Nadrika ini antagonis, sama seperti Hades. Alasan Nadrika jadi antagonis di karnakan Nadrika punya dendam pribadi pada adiknya sendiri.
Nadrika merasa hadirnya Arlita menghalangi hak waris jatuh ke tangan. Orang tua dua bersaudara Rawles lebih mengutamakan Arlita di atas segalanya.
Arlita pintar. Meski tidak secerdas Aku, si roh nyasar. Cuma tau materi sekolah. Arlita ini jenius sekali sampai urusan bisnis dan menjalankan perusahaan Arlita mampu di usia dini.
Arlita dan Nadrika sama-sama ikut kelas tambahan usai sekolah. Namun, belakangan Aku sendiri meniadakan jadwal Arlita asli. Selain penat, motto hidupku kini 'Menikmati kekayaan Rawless'
Me is Tara, not Arlita
Biarlah Nadrika melakukan apa yang dia mau. Toh, musuhku kurang satu. Aset yang sekarangpun aku merasa cukup. Berlebih malah.
"Ada kak Nadrika kan ma. Biarin kakak melakukan apa yang dari dulu dia inginkan. Kakak anak pertama ma. Jangan lupakan itu. Kak Nadrika lebih berhak dari pada aku"
Arni menggeleng lemah. Tidak menyetujui omonganku"Kita semua tau Nadrika, prilakunya buruk. Apa jadinya perusahaan kalau orang macam dia memimpin? Bukannya maju malah mundur"ketus Arni. Wanita itu memandang Mahen, suaminya.
Pria dua anak sedari tadi diam itu tampak tidak peduli ucapan istrinya. Diam-diam Mahen setuju perkataan putri kecilnya.
Nadrika baru ingin meraih gagang pintu tapi tangan itu berhenti saat mendengar pengakuan tak mengenakan mencubit hati.
"Kita semua tau Nadrika, prilakunya buruk. Apa jadinya perusahaan kalau orang macam dia memimoin? Bukannya maju malah mundur"
Tangan Nadrika mengepal. Dia cukup tau kebiasaan onar dalam circle pergaulan mencap Nadrika buruk dan tak berguna.
Nadrika tidak bodoh. Dia juga belajar tambahan. Sama-sama pintar seperti Arlita. Namun Nadrika sadar, pintar saja tidak cukup mengalahkan Arlita. Adiknya itu cerdas. Satu langkah di depan dirinya.
Nadrika tau usaha terbaik yang selama ini dia lakukan tak pernah di akui orang tuanya. Di mata mereka hanya Arlita. Arlita dan Arlita. Tidak ada Nadrika. Posisi anak pertama dan gender pria Nadrika tidak cukup menguatkan posisi sebagai pewaris.
Dulunya Nadrika tidak gila harta. Namun terabaikan bertahun-tahun membuat dendam di lubuk hatinya.
Arlita. Harusnya lo gak pernah lahir.
"Gak. Mama salah"
Nadrika mendongak. Menyaksikan punggung tegap kecil membelakangi kaca buram pintu rumah sakit.
Aku tersenyum sendu. Nadrika sosok yang baik. Kenangan sewaktu kecil berputar di kepalaku. Nadrika yang tertawa manis dengan lesung pipinya. Dia tertawa, mengangkat tinggi-tinggi boneka beruang sementara Arlita merengek kesal memukuli Nadrika.
Saat Arlita sakit. Nadrika juga ikut merasa sakit karna matahari yang menyinari hidupnya tidak lagi bersinar terang. Nadrika sampai tidak mau sekolah. Dia akan merawat Arlita kecil sampai sembuh,kemudian tidur di sampingnya.
Semuanya berjalan manis. Hingga kedatangan Jassen adalah awal dari perpisahan bersaudara Rawless.
Arlita terobsesi ingin menjadi yang pertama dan terdepan. Sempurna, supaya Jassen meliriknya.
****
Nadrika mencari keberadaan Arlita. Dia merasa bersalah. Sangat bersalah. Dia pastikan akan memperbaiki hubungan keduanya. Sama seperti dulu.
Flashback
"Gak. Mama salah"
Nadrika membuang napas. Arlita, ia pasti mau menjelek-jelekkan dirinya supaya jadi terdepan, di andalkan dan sempurna di mata orang tua mereka.
Nadrika putuskan untuk pergi menjauh. Tak mau dengar bualan menyakitkan. Nadrika takut tempramental nya kambuh. Gelap mata, lalu tanpa sadar memukul adiknya. Lagi. Cukup sudah nama baiknya tercoreng. Jangan lagi.
"Kak Nadrika itu baik"
Deg!
"Kak Nadrika rajin belajar supaya bisa jadi andalan keluarga. Mampu mimpin perusahaan, bertanggung jawab dan pekerja keras"
Nadrika tercengang. Itu beneran Arlita yang ngomong?
"Mama sama Papa aja yang gak mau akui dan puas sama pretasi Kak Nadrika. Di pikiran kalian hanya uang, saham makin besar dan keuntungan lebih banyak lagi. Kalian serakah. Gak mikirin anak kalian merasa tidak adil sama perlakuan kalian. Kalau dulu aja Ari tau. Ari mana sudi nurut gitu aja suruhan Papa dan Mama"
Flashback off
"Arlita, lo pergi kemana sih?"
T
B
C
Fyuuh.. panjang bngt gk sih?
Author lnjutin sampai jumpa chapter smbbil nunggu penerbitan.😊😁
Kngen kli aq tu. gk nyàngka crita aq bsa se rame ini xixixi..
Apakah ad yg mau bli klo sudah terbit?
Jng lpa nabung y guys😙😍😍.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT THE HELL ANTAGONIST
Teen FictionSuatu hari, kesialan terjadi secara beruntun menimpa gadis malang. Hampa, pasrah dan tak sanggup menerima kenyataan. Esteria anggrainy, biasa dipanggil Tara harus menanggung malu menjalani hidup akibat ulah tangan tidak bertanggung jawab. Hingga ak...