Hari Ke - 7

364 67 16
                                    

Sepertinya suatu hal yang lengkara, mustahil dan sangat tidak mungkin kalau pengirim surat itu ada hubungannya dengan kak Ditya seperti dugaan teman-teman satu kosanku. Makanya, saat istirahat siang aku sengaja menunggu kak Ditya di ruang sekretariat BEM untuk menanyakan siapa orang di dalam video itu.

Sambil menunggu, aku membuka surat keenam yang baru kuambil dari dalam loker. Amplop biru itu, hanya berisi selembar kertas post-it berwarna kuning dengan tulisan 'untuk Bintang' dan Meilun—kerajinan seni gantung kertas lipat, yang berbentuk bintang berwarna silver.

"Mim, kok sendirian?" tanya sebuah suara yang kutahu adalah suara kak Ditya.

"Iya, Kak, aku ada perlu sama Kakak."

"Urusan LDKM?" tanyanya.

"Bukan, Kak."

"Lalu?"

"Personal."

"Hah?" Kak Ditya keheranan. "Tentang apa?" tanyanya, lalu menarik bangku tepat di depanku.

Berkat bantuan Riana yang paling mahir dalam urusan editing video, maka video rekaman CCTV yang ditunjukan Jenita kemarin bisa dipindahkan ke dalam ponselku dengan memori yang lebih kecil.

Video itu sengaja dipindahkan untuk kuperlihatkan kepada kak Ditya yang saat ini sedang menatapku sambil mengerutkan keningnya, menungguku berbicara.

"Ini Kak, coba lihat video ini," pintaku.

Kak Ditya mengambil ponselku, menatap layarnya. Dia mengerucutkan bibirnya saat menontonnya.

"Ini video CCTV?" tanyanya tanpa melepaskan atensinya dari layar ponsel.

"Iya, Kak."

"Loh kok ada aku?" Dia bingung.

"Justru ini yang mau aku tanya, Kak."

Kak Ditya mengembalikan ponselku, netranya menatapku lekat-lekat dengan penuh perhatian, dia menunggu.

"Kakak kenal dengan cowok berjaket yang ngobrol dengan kak Ditya di video itu?"

Kak Ditya menggaruk belakang kepalanya, dahinya berkerut seakan berpikir.

"Mungkin kenal ya, Mim. Cuma aku nggak inget dia siapa."

Aku menghembuskan napas kasar merasa sia-sia. Karena, apabila kak Ditya pun tidak tahu siapa sosok cowok itu, maka tak ada seorang pun lagi yang tahu. Kemarin, setelah melihat video ini aku merasakan sedikit harapan kalau siapa orang yang mengirim surat itu akan terungkap.

"Maaf ya," ungkap penyesalan kak Ditya. "Tapi, sebenarnya ada apa? Kenapa tiba-tiba kamu mau tau siapa orang itu dan kenapa bisa ada rekaman CCTV ini? Orang ini nyuri sesuatu? Ada barang kamu yang hilang? Kalau iya, dilaporin aja."

Aku menggelengkan kepalaku, sedikit tersenyum simpul mendengarkan ocehan kak Ditya yang terdengar khawatir itu. "Bukan, Kak."

"Lalu?"

"Ada sesuatu, aku nggak bisa cerita sekarang sama Kakak."

Kak Ditya mengangkat kedua bahunya, menandakan dirinya tak begitu mempermasalahkan apabila aku belum mau menceritakan padanya. Namun jika suatu hari petunjuknya semakin jelas mungkin aku akan bercerita, meskipun aku merasa tak ada alasan untuk kak Ditya tahu.

"Mumpung kamu ada di sini, aku mau minta bantuan kamu," ungkap kak Ditya.

"Apa kak?"

Lalu kak Ditya mengeluarkan diska lepas—flashdisk, berbentuk kepala Doraemon dari saku celananya. Aku yang melihat bentuk diska lepas itu langsung mengatupkan kedua bibirku menahan senyuman.

28 Hari Mencari Cinta [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang