Hari Ke - 27 | Ingatanku 5

319 58 2
                                    

Tepat pukul sembilan di aula gedung sebuah universitas swasta di kawasan Sudirman, Jakarta. Aku bersama dua rekan satu tim, dosen pendamping, kak Ditya dan teman-teman BEM, juga beberapa teman-teman satu Fakultas Hukum yang ikut menjadi suporter menunggu saat-saat final debat dimulai. Di kursi penonton aku bisa melihat Dira, Jenita, Icha, Riana, bahkan Adel, Nabila dan Marie yang ikut menyusul hadir demi mendukungku. Namun di antara wajah-wajah itu tak ada Jodi.

Aku mencoba meneleponnya berkali-kali tak diangkat, meninggalkan pesan teks juga tak kunjung dibalas. Pesan teks yang kukirim padanya berbunyi...

Jemima ||

Aku final debat hari ini, kamu nggak lupa kan? Kamu udah janji mau dateng, Kak.

Jangankan dibalas, dibaca juga tidak.

Final debat dimulai tepat pukul sembilan lewat tiga puluh menit. Lawan kami adalah tim yang berasal dari universitas swasta di kawasan Tangerang. Mereka sangat cerdas dan tangguh, mereka berhasil mematahkan segala argumen dan opini kami dengan balasan argumen mereka yang telah disiapkan dan disajikan dengan data yang konkrit.

Kami nyaris kalah dalam final debat ini kalau sang lawan tidak luput menyampaikan satu hal penting yang begitu esensial. Poin kami hanya terpaut seratus angka, sangat tipis. Namun pada akhirnya kamilah yang menjadi pemenang.

Pembagian piala dan hadiah simbolis dilakukan di hari yang sama, setelah selesai berfoto dan saling memberikan selamat kepada tim lawan aku bersama rekan satu tim debat berkumpul dengan seluruh teman-teman pendukung kami yang hadir.

Aku mengembuskan napas dengan kasar, sangat kesal dan kecewa, karena hingga kami kembali ke kampus, Jodi tak menampakkan batang hidungnya. Dia baru menampakkan dirinya ketika aku sedang bersiap kembali ke kosan setelah makan-makan bersama teman satu kosanku di kantin.

"Kita tunggu ya, Min," kata Jenita. "Di parkiran motor."

Aku hanya membalas mengangguk.

Jodi menghampiri, dia tersenyum tipis ketika melihatku hanya menatapnya dengan pandangan mata datar.

"Selamat ya, aku dengar tadi dari anak-anak, kampus kita menang, kamu menang. Kamu keren banget, aku bangga," ucapnya.

"Kamu udah janji dateng, Kak."

Jodi menunduk memandang jari-jari tangannya. "Maaf, tadi mendadak Kanaya..."

"Kanaya terus!" hardikku memotong kalimatnya. "Yang jadi pacar kamu tuh aku atau Kanaya?"

"Maaf..." lirihnya.

"Nggak usah minta maaf, aku tuh capek selalu jadi prioritas nomor dua di bawah Kanaya, selama ini aku selalu sabar, tapi sabar aku bukan unlimited, Kak."

"Bintang, Kanaya tadi sakit, maagnya kambuh aku harus anter dia ke rumah sakit."

"Kalau Kakak terus seperti ini lama-lama aku yang sakit!" kesalku.

"Mana janjinya, Kak? Semua orang dateng tadi, Kak Ditya, teman sekosan aku, bahkan Nabila, Adel, Marie yang bukan anak FH dateng. Kamu, orang yang paling aku harapin dateng bahkan angkat telepon aku atau sekedar balas pesan teks aku aja enggak."

28 Hari Mencari Cinta [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang