Hari Ke - 16

298 59 3
                                    

Atas inisiatifku, aku pergi sendiri ke fakultas teknik untuk menuju ke ruangan sekretariat mereka karena ada beberapa keperluan yang harus aku sampaikan terkait LDKM. Karena jarak Fakultas Hukum dan Teknik lumayan jauh, aku menumpang ojek pangkalan yang biasa memangkal persis di depan kampus.

Jarum jam di pergelangan tangan kananku masih menunjukkan pukul tiga lewat lima belas menit saat aku tiba tepat di depan gedung Fakultas Teknik. Kedatanganku ke sini bertujuan untuk mengantarkan poster yang selesai dicetak dan baru saja diambil oleh Marco dari percetakan.

Sebenarnya, aku bisa saja meminta tolong Marco atau Lucky untuk mengantar poster ini ke Fakultas Teknik, tapi setelah semalam, tepatnya setelah aku melihat rekaman CCTV yang didapatkan Jenita, aku merasa harus datang sendiri ke kampus ini untuk bertanya langsung dengan orang yang wajahnya terekam video itu.

Video pertama dari keping CD yang sudah diurutkan berdasarkan tanggal pengambilan rekaman menampilkan kak Tazky—yang secara kebetulan saat itu ada di Fakultas Hukum di hari pertama aku mendapatkan surat. Dia, tertangkap kamera CCTV berada di dekat lokerku di siang hari sebelum aku menemukan surat itu, dengan gerak-geriknya dia mengambil sesuatu dari dalam tas ransel yang dibawanya dan mengeluarkan sebuah amplop yang kemudian diselipkannya ke dalam loker.

Meskipun sudah sangat yakin kalau penulis surat itu adalah seseorang dari Fakultas Hukum, tapi bukankah aneh kalau justru malah kak Tazky yang menaruh amplop itu di sana? Aku yakin sekali, kalau mereka saling bekerja sama, si penulis surat dan pengirimnya.

"Bisa nggak sih kalau gue simpulkan begini—" Icha menjeda kalimatnya sambil mencorat-coret kertas HVS yang diambilnya dari meja belajar Jenita ketika kami semalam menonton rekaman video CCTV di kamar Jenita.

Icha memperlihatkan coretannya. "Kita dapat petunjuk baru kan setelah anak FH, kakak tingkat, pernah ngulang matkul Hukum Pidana, punya saudara di FT anak mesin, yang terakhir ngekos di Jalan Kepodang."

"Maksudnya Cha?" tanyaku masih bingung.

"Maksudnya, kita persempit aja pencariannya berdasarkan petunjuk ini," jelas Icha.

"Caranya?" Dira ikut bertanya.

"Kita tanya aja, siapa-siapa aja anak FH yang tinggal di kosan itu. Lalu persempit dengan tahun angkatannya, abis itu tinggal tanya kak Tazky yang juga tinggal di sana," terang Icha.

"Tanya apa ke kak Tazky?" tanya Dira.

"Anak FH yang sodaraan sama anak FT, dia pasti tau!" Icha melanjutkan sambil menepukkan kedua tangannya begitu bersemangat.

Karena percakapan semalam, akhirnya mengantarku sampai di sini, di depan ruangan sekretariat BEM Fakultas Teknik. Mengantar poster hanyalah alasan semata, agar aku tidak terlalu ketahuan jika memiliki tujuan lain. Pintu ruangan sekretariat sudah di depan mata, saat aku baru akan mengetuk pintunya, sebuah percakapan dengan suara begitu lantang membuatku terpaku. Membuatku urung mengetuk pintu itu karena lebih tertarik dengan suara saling sahut di dalam sana.

"Lo tuh udah gila ya Dit?" hardik seseorang, dari nada suaranya aku tahu itu suara Haikal. "Nggak pada tempatnya banget dan bisa-bisanya lo nyatain perasaan lo ke si Jasmine di saat seperti ini?"

"Kenapa memangnya?" tanya suara yang lain yang kutahu adalah suara kak Ditya. "Gue udah sabar ya nunggu satu tahun, dulu gue udah gagal untuk nyatain perasaan gue, sekarang gue nggak mau nyesel dan kejadian itu terulang lagi."

Isi kepalaku berontak, menumpahkan begitu banyak pertanyaan. Hari itu, kak Ditya memang bilang padaku kalau satu tahun lalu dia gagal menyatakan perasaannya, tapi alasannya apa?

"Gue setuju sama Haikal." Kali ini aku tahu kalau itu suara Dodit. "Kita udah sepakat Dit, buat jalanin rencana ini satu bulan yang lalu, jangan lo rusak-lah semuanya hanya karena keegoisan lo."

28 Hari Mencari Cinta [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang