Hari Ke - 25 | Ingatanku 3

266 52 8
                                    

Duniaku berubah, selayaknya orang yang sedang jatuh cinta, semua terasa berwarna. Bahkan mendapat begitu banyaknya tugas dari setiap dosen di kampus saja rasanya menyenangkan, mengerjakan tugas serasa ringan. Padahal, tidak ada yang membantu, semuanya kukerjakan sendiri, hanya saja saat ini selalu ada yang menemani.

Setiap menghabiskan waktu di perpustakaan, Jodi akan duduk di sebelahku, hanya sekedar membaca buku atau ikut mengerjakan tugas bersamaku. Aku selesai rapat BEM, dia sudah menunggu di depan pintu sekretariat, aku selesai kuliah dia sudah berdiri di depan kelas itu pun jika dia kebetulan tak ada perkuliahan, atau saat aku butuh ke toko buku, selalu ada dia yang mengantar dan menemani.

"Bucin!" tuding Jenita saat kuceritakan bagaimana Jodi memperlakukanku.

"Bucing apaan sih, Ngek?" tanya Dira.

"Bukan bucing Dir, tapi bucin," terang Icha.

"Iya, itu apa?" tanya Dira lagi.

"Serius nggak tau?" sambung Adel yang hanya dibalas dengan gelengan kepala oleh Dira.

"Budak cinta!" jawab Riana yang baru keluar dari kamarnya menimpali.

"Nah Riana aja tau, masa lo nggak tau?" protes Jenita.

"Main gue kurang jauh kali!" keluh Dira. "Terus-terus, apa hubungannya sama bucin?" tanyanya begitu polos.

"Ya, gimana jelasinnya ya?" Pandangan mata Icha menerawang sesaat. "Ya, pokoknya rela ngebela-belain ngelakuin semuanya demi orang yang dia sayang, kira-kira gitu deh."

"Oh," sahut Dira.

Aku yang menjadi bahan obrolan hanya bisa menganggukkan kepala karena tak tahu harus menimpali apa.

Sikap Jodi yang seperti itu hanya berlaku untuk beberapa bulan, karena empat bulan sejak jadian, Jodi mulai sering menghilang. Jarang masuk kampus, ditelpon suka tidak diangkat, pesan teks juga tak pernah dibalas. Hingga akhirnya aku tahu, ke mana dia selama ini.

Kanaya.

Nama itu muncul setelah selama ini tak pernah aku mendengarnya. Dia, adalah sahabat Jodi sejak kecil, pusat gravitasi Jodi yang pertama. Jika Jodi Auriga adalah sebuah rasi bintang maka Kanaya adalah mataharinya. Pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet, satelit dan bintang di sekelilingnya. Di mana ada Kanaya, di situ pasti ada Jodi.

Keduanya, tak bisa dipisahkan.

Kanaya kuliah di luar negeri, membuat beribu-ribu kilometer jarak menjadi penghalang kedua sahabat karib itu. Namun ketika gadis itu kembali, tak ada yang bisa menghalangi keduanya, termasuk aku.

Aku tak lagi menjadi prioritas, posisiku tergantikan oleh gadis itu. Gadis yang aku tak tahu rupanya seperti apa, tetapi selalu diucap oleh Jodi sebagai salah satu bahan diskusi yang menyenangkan untuk dia. Kanaya begini, Kanaya begitu, Kanaya minta ditemani ke sini dan ke situ, mau ajak Kanaya nonton film ini dan itu, menonton acara musik ini dan itu. Semua serba Kanaya hingga aku bosan mendengarnya.

Sampai suatu hari, aku dan Jodi sedang menonton sebuah film box office di bioskop lalu ponselnya bergetar. Biasanya, dia tak pernah mau mengangkat telepon ketika sedang menonton di bioskop denganku, tapi tidak ketika Kanaya yang menelepon.

Dia, pengecualian.

Jodi keluar dari dalam studio mengucap maaf kepadaku sebelumnya karena harus mengangkat telepon. Sepuluh menit kemudian dia kembali, berbisik padaku kalau dia harus pergi karena Kanaya sakit dan minta ditemani olehnya ke rumah sakit. Aku, sebagai seorang yang pengertian tapi bodoh, rela ditinggal pacarnya yang lebih mengutamakan sahabatnya itu di dalam gedung bioskop, sendirian.

_______

"Kenapa pulangnya naik ojol?" tanya Icha ketika mendapatiku tiba di depan kos-kosan diantar supir ojek berjaket hijau. "Nggak sama Jodi?"

Aku menggeleng. "Eh, lo dari mana?" tanyaku.

"Nih, biasa jajan," sahut Icha sambil menunjuk kantong plastik bening di tangannya. "Mi ayam yamin, mau nggak?" tanyanya.

"Pake bakso nggak?" Aku balik bertanya.

"Pake dong, yuk makan bareng!" ajak Icha.

Menuruti Icha untuk masuk ke dalam kos-kosan, aku menunggunya menyalin dua porsi mi ayam yamin bakso. Tak lama, Icha datang dengan dua mangkuk mi ayam.

"Kok beli dua porsi?" tanyaku.

"Iya sengaja, siapa tau ada yang mau. Rejeki lo banget nih, buruan dimakan nanti dingin nggak enak."

Sambil menyantap mi ayam, aku teringat perkataan Icha tempo hari, kalau seseorang bucin, dia rela melakukan apapun demi orang yang dia sayang.

Termasuk ninggalin pacarnya di bioskop sendirian. Pikirku.

"Jodi bucin sama Kanaya kali ya, Cha?" tanyaku ke Icha tiba-tiba.

"Kok ngomongnya gitu?"

Aku menoleh menatap Icha yang sedang menghentikan makan, lalu meneguk segelas air putih, keringat bercucuran dari pelipisnya.

"Nih elap dulu tuh keringet!" perintahku sambil memberikan sebungkus tisu dari dalam tas. "Pasti deh sambelnya banyak!"

"Pedes cuy!" ungkapnya. "Terus-terus gimana maksudnya itu tadi, Jodi bucin sama Kanaya gimana ceritanya?"

Aku menghela napas panjang.

"Gue tadi ditinggal di bioskop sendirian, Jodi pergi setelah terima telepon dari Kanaya. Katanya, Kanaya sakit minta diantar ke rumah sakit."

"Kampret! Demi apa?"

Dengan suara teriaknya yang sanggup membangunkan satu penghuni kos-kosan, Icha terlihat geram dengan ceritaku.

"Enggak, nggak bisa Min," lanjutnya. "Lo nggak bisa diginiin. Lo pacarnya kali, Kanaya itu siapa? Nggak seharusnya dia ninggalin lo, apalagi sendirian di bioskop. Ampun deh!"

Icha meneguk lagi air putihnya. "Lo marah nggak tadi?"

Aku menggeleng.

"Kenapa nggak marah? Lo mestinya marah tadi sama Jodi."

"Lagi di dalam studio bioskop, Cha. Bagaimana coba marahnya?"

"Astaga, Min." Icha mengembuskan napas dengan kasar. "Lain kali ajak gue kalau kalian nonton di bioskop, supaya kalau Jodi ninggalin lo lagi demi si Kanaya-Kanaya itu, gue yang marahin!"

Aku nyaris tersedak kuah mi ayam karena menahan tawa mendengar ocehannya. Icha si imut cabe rawit ini yang selalu bisa membangkitkan mood.

Sungguh kocak.

🐧🐧🐧

Cemburu.

Merupakan sifat alami manusia yang bisa timbul kapan saja terutama ketika sedang mengalami ancaman terutama dari pihak ketiga. Aku sudah mengalah terlalu lama hingga akhirnya sabarku pun ada batasnya.

Suatu siang saat istirahat, untuk pertama kalinya Kanaya datang ke kampus kami. Duduk berdua saling berhadapan dengan Jodi, sama-sama menikmati es kelapa muda, lalu saling merangkul mesra ketika keduanya selesai menikmati minuman dingin itu.

Aku saja yang pacarnya, tak pernah dirangkul seperti itu.

Mereka tidak sadar, kalau saat ini ada yang koyak, bercetai-cetai seperti kain yang tak lagi terpakai, yaitu perasaanku ini.

.bersambung.

28 Hari Mencari Cinta [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang