Hari Ke - 13

306 62 9
                                    

Suara Dodit dan kak Ditya yang saling sahut-menyahut beradu argumen saat rapat gabungan LDKM Fakultas Hukum dan Teknik bergema di ruangan sekretariat kami, sekretariat BEM FH. Tak ada satu pun yang mau mengalah, padahal menurutku masalah yang diperdebatkan ini sangatlah sepele tetapi diributkan seperti lelungit atau hal-hal yang rumit.

"Ngapain sih mereka tuh, perkara sarapan pake telor ceplok apa telor dadar aja dibikin ribut?" bisik Julian yang duduk tepat di sebelahku.

Aku hanya mengangguk menyetujui pendapat Julian.

Kak Tazky yang juga merupakan salah satu panitia LDKM akhirnya menengahi. Dengan wibawanya yang selalu berhasil bikin Dira mimisan itu, dia memberikan masukan. Menurut pendapat kak Tazky, jika ingin lebih ekonomis memang sebaiknya telur dadar bisa dipilih sebagai pilihan lauk dibandingkan telur ceplok. Karena telur dadar bisa ditambahkan tepung dan air agar hasil jadinya lebih banyak, dibandingkan telur ceplok yang menggunakan telur satu-satu.

Keren ya masukannya? benar-benar menantu idaman mama-mama.

Aku yang menyaksikan kehebohan yang sebenarnya sama sekali tak perlu ini hanya bisa memijit-mijit pelipis kepala karena harus menyaksikan kak Ditya dan Dodit bertengkar seperti Tom and Jerry yang meributkan telur.

Memangnya cowok selalu gitu ya? Benakku.

Rapat--yang selama dua puluh menit, lebih meributkan persoalan telur dadar dan telur ceplok, akhirnya selesai tepat pada pukul lima lewat lima belas menit.  Di dalam ruangan yang semula ramai kini tinggal aku dan Haikal yang dengan baik hati membantuku membereskan bekas gelas air mineral sementara yang lain ada yang sudah pulang terlebih dahulu, ada juga yang membantu kak Ditya mengembalikan kursi-kursi yang dipinjam ke dalam ruangan kelas.

"Haikal..." panggilku.

Sang pemilik nama menoleh dan melemparkan senyumnya padaku.

"Iyes," sahutnya.

"Gue, mau tanya boleh?"

"Boleh dong!" serunya.

"Tapi agak pribadi." Aku sedikit meragu.

"Hmm.., kalau mau tanya gue udah punya pacar apa belom, langsung aja gue jawab, sekarang gue jomblo."

Aku terkekeh. "Bukan itu yang mau gue tanya."

"Oh kirain, padahal tadi gue udah berharap lo nanya itu."

"Bisa aja."

"Mau nanya apa?" tanyanya sembari tangannya tetap sibuk memungut gelas-gelas bekas.

"Lo punya sepupu yang kuliah di FH?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Sepupu? Enggak ada, kenapa memangnya?"

Yang bener?" tanyaku menyelidik.

"Bener, lah. Masa bohong, kenapa sih?" Dia penasaran.

"Nggak apa-apa cuma nanya," sahutku.

Haikal menghentikan pekerjaannya, menatapku sambil menaikkan satu alisnya. Sekarang malah aku yang merasa diselidiki olehnya.

"Gue ini cucu paling tua di keluarga bokap-nyokap gue, satu-satunya yang udah kuliah. Sisanya, sepupu gue masih pada SMA, yang masih SD juga banyak. Jadi, nggak mungkin gue punya saudara sepupu yang seumuran. Kecuali--"  Dia menggantung kalimatnya.

"Kecuali?" Aku penasaran.

"Kecuali, sebelum nikah sama nenek, kakek gue udah pernah nikah, punya anak, lalu anaknya punya anak lagi terus mereka semua kuliah di kampus ini."

"Jangan ngawur!" protesku.

Dia terkekeh. "Ya lagian, lo random amat nanyanya. Emang kenapa sih?"

28 Hari Mencari Cinta [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang