Hari Ke - 15

303 62 7
                                    

"Fix ini sih Tata yang kirim!"

Jenita berseru setelah membaca isi surat terakhir yang mana sang pengirim surat mengatakan kalau dia baru saja menempati kosan baru di Jalan Kepodang.

"Tata siapa sih?" Adel protes karena Jenita selalu memberikan nickname kepada orang tanpa diketahui nickname itu merujuk kepada siapa.

Jenita nyengir. "Maksudnya kak Tazky, bukannya waktu itu dia bilang dia juga baru pindah ke kosan di Jalan Kepodang?"

"Sttt...!" bisik Adel sembari mencubit lengan Jenita.

Dengan lirikan dan kode yang diperlihatkan kedua matanya, Adel mencoba memberitahu Jenita kalau ucapannya baru saja membuat raut wajah Dira saat ini berubah menjadi cemberut dengan bibir yang menyatu seperti kerucut.

"Gue cuma menyajikan fakta, kok!" seru Jenita.

"Fakta dari Hongkong!" Icha protes. "Jangan lupa Ngek, kak Tazky itu anak Teknik, yang kita cari kan anak FH, kakak tingkat, pernah ngulang matkul Hukum Pidana."

"Lah iya juga." Jenita menepuk keningnya sendiri.

"Pantesan dia tau alamat kosan ini," ungkap Dira. "Inget kan si pengirim surat pernah kirim suratnya pake kurir?"

Mendengar penjelasan Dira kami semua hanya memanggut-manggutkan kepala. Karena memang sedikit masuk akal, jika si pengirim surat tinggal tak jauh dari kosan kami besar kemungkinan dia sering melihatku berkeliaran di sekitar sini.

"Hai manis!"

Sebuah suara menyapa kami semua dan mengalihkan isi kepala kami yang sedang berkelana. Itu adalah suara Marie, penghuni kos-kosan lantai tiga, teman satu kampus Nabila.

"Dari mana aja Mer nggak pernah keliatan?" tanya Dira.

"Abis pulang ke rumah bokap nyokap, seminggu lebih mah ada kayaknya," jawab Marie si gadis cantik pemilik rambut panjang sepunggung itu. "By the way, ini ada kerupuk Palembang oleh-oleh dari tante gue, buat di lantai ini sama buat mamanya Dira."

"Nah gitu dong, makasih manis!" seru Adel.

"Thank you, Mer!" jawab kami bergantian.

"Udah ya, gue mau balik ke atas, mau lanjut nugas," pamit Marie.

"Oke, terima kasih Mer!" seruku dan yang lain.

Marie keluar dari ruangan santai sembari melambaikan tangannya, meninggalkan kami dengan tatapan mata kelaparan melihat berbungkus-bungkus kerupuk kemplang.

Dengan atensi dan antisipasi yang sudah seratus persen laksana ponsel yang baru saja diisi baterainya, tangan kami masing-masing menjangkau bungkus plastik kerupuk dengan sambal pedas itu.

Teriakan demi teriakan memenuhi ruangan, karena kami saling berebut untuk mengambil sambal yang hanya sedikit di dalam bungkus kerupuk.

"Bengek, jangan dikekepin di ketek kerupuknya remuk nanti!" sorak Adel.

"Biarin!" seru Jenita tak mau kalah.

"Mimin bagi sambelnya!" teriak Icha yang tak sabaran karena aku masih tak berhenti melumuri sambal hitam itu ke seluruh permukaan kerupuk.

Teriakan dan tawa renyah kami terdengar memenuhi ruangan. Suasana ini kurang lebih sangat kurindukan. Bagaimana tidak, setelah keluar dari rumah sakit setelah kecelakaan, mereka sedikit menjaga sikap di depanku seakan-akan aku ini terbuat dari porcelain.

"Paket, Jienti!"

Teriakan kurir pengantar barang terdengar hingga ke lantai dua, membuat kami menghentikan canda kami.

"Turun ah, mana tau paket buat gue," celoteh riang Dira.

"Palingan buat gue!" sahut Jenita yang kini menyusul Dira untuk turun.

"Emang lo belanja olshop?" tanya Dira.

"Kepo!" jawab Jenita

Lalu keduanya terdengar saling meledek dan menertawai.

Dasar mereka itu. Pikirku.

Setelah kurang dari sepuluh menit keduanya kembali ke lantai atas. Membawa satu kotak paket dengan bungkus berwarna cokelat.

"Buat siapa?" tanya Icha.

"Buat si Bengek! Heran jajan olshop apa lagi nih anak paketnya dateng mulu?" keluh Dira.

"Kepo aja terus." Jenita mencibir.

Bengek itu panggilan akrab untuk Dira ke Jenita, katanya dulu dia terbiasa memanggilnya begitu sejak SMA. Iya, Dira dan Jenita merupakan teman sejak jaman SMA makanya mereka begitu akrab. Karena kebiasaan itu tak bisa hilang, akhirnya panggilan Bengek itu masih menempel ke Jenita hingga sekarang.

"Buka dong, gue penasaran," kata Adel.

"Sabar!" celetuk Jenita.

Jenita merobek bungkus paketnya, sementara kami semua menunggu dan menerka-nerka kira-kira apa yang ada di dalam bungkusan cokelat itu. Setelah semua kertas dan gelembung pembungkus terbuka, sebuah kotak bening terlihat. Itu adalah kotak tempat cakram padat dengan isi keping cakram padat di dalamnya. Setidaknya ada empat buah kotak bening setelah bungkus paket dibuka.

"Ini CD apaan, Ngek?" tanyaku yang begitu penasaran.

"Rekaman CCTV," jawab Jenita.

"Sebanyak ini?" Dira ikut penasaran.

"Iya, karena minta langsung ke petugas kemanan kampus nggak terlalu membantu, lagi pula kalau sudah lewat satu minggu, menurut kebijakan kampus rekaman CCTV lama akan otomatis terhapus dari local server Fakultas Hukum, kecuali kita minta langsung ke server utama universitas karena semua data disalin di server besar itu."

Jenita melanjutkan, "Jadi ini semua adalah rekaman CCTV lengkap seluruh lantai gedung fakultas kita hingga ke parkiran motor."

"Gokil, Bengek! Lo jago banget!" puji Icha. "Gue masih curiga lo anak rektor!"

"Jangan ngawur!" bantah Jenita.

"Terus lo dapet ini semua dari mana?" tanyaku.

"Anggap aja gue bikin semacam akad sama penanggung jawab IT di ruangan server."

"Hah, akad? Akad nikah maksudnya?" tanya Adel.

"Bukan akad nikah, tapi akad semacam perjanjian gitu."

"Jangan aneh-aneh deh Ngek!" protes Dira begitu khawatir, membuatnya melipat tangan di dada dengan tatapan serius.

"Enggak aneh-aneh kok, sebenarnya si penanggung jawab IT di ruang server udah lama naksir kakak perempuan gue yang kerja di Sumsang, mereka dulu satu angkatan pas kuliah, terus minta dikenalin gitu lah." Jenita tertawa nyengir. "Simpel itu mah, udah nggak usah dipikirin yang penting kita udah dapet semua rekaman lengkapnya biar kita bisa tau siapa cowok berjaket hoodie itu."

"Ya udah kapan nontonnya?" tanya Icha.

"Tergantung nyonya." Jenita menoleh menatapku diikuti tatapan mata lainnya.

Tergantung padaku? Apa aku siap tahu siapa orangnya?

.bersambung.

28 Hari Mencari Cinta [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang