Hari Ke - 11

316 59 26
                                    

Seikat bunga daisy berwarna merah jambu yang dibungkus dengan kertas pembungkus bunga berwarna pastel, tergantung di pengait kunci lokerku. Sebuah amplop kecil terselip di antara tangkai bunga dengan tulisan tangan bertinta biru di amplopnya...

Untuk Jemima.

Aku membuka amplop kecil itu, hanya ada kartu ucapan kecil dan sebaris kalimat...

Jika bertemu denganmu adalah takdir-Nya, maka jatuh cinta padamu adalah satu di antara rencana-Nya.

Semoga.

"Min, widih! Dapet kembang, dari siapa?" tanya Dira yang tiba-tiba ada di sampingku, membuka lokernya yang berada di sebelah lokerku.

"Nggak tau, nggak ada nama pengirimnya, seperti biasa," kataku.

"Pengirim yang sama?"

"Kayaknya bukan, tulisan tangannya beda."

"Hah? Wow... another secret admirer gitu?"

Aku mengangkat kedua bahuku, tak tahu harus menanggapi apa.

Mungkin orang akan senang ketika mendapat begitu banyak surat dan ucapan manis, aku justru sebaliknya. Bukannya tidak senang atau bagaimana, tapi semua ini membuatku bingung dan penasaran di waktu yang bersamaan. Contohnya saja saat hari di mana untuk pertama kalinya aku bertemu dengan Haikal, seperti disengaja olehnya dia memanggilku dengan sebutan Bintang. Padahal selama ini tak ada yang memanggilku seperti itu, kecuali dia sang penulis surat rahasia.

Aku tahu dia sengaja, tapi apa alasannya? Apa jangan-jangan dia mengenal orang di balik semua surat-surat ini?

Kemudian, kemarin saat aku menunjukkan alamat email berinisial KAJ ke Icha, aku yakin dengan pasti kalau dia terlihat cemas. Pasti ada sesuatu yang diketahui olehnya tapi dengan sengaja dia menyimpannya.

"Min, jangan bengong!" perintah Dira yang berhasil mengembalikan fokusku. "Akhir-akhir ini gue perhatiin lo banyak blank-nya. Kenapa sih? Ada yang dipikirin?"

"Banyak," sahutku.

"Cerita."

Aku menggeleng. "Nanti, jangan sekarang."

"Ya udah nanti mesti cerita tapi ya, habis matkul Hukum Administrasi Zamin."

"Hah? Apaan tuh?"

"Hukum Administrasi Negara," jawabnya lalu Dira terbahak mendengar ucapannya sendiri.

"Bahasa apaan?"

"Bahasa Indonesia, emang lo nggak tau? Ada di KBBI, Zamin artinya Negara."

"Enggak. Gue taunya Jaemin yang nyanyi lagu Abah Cucumu Nikah," jawabku.

"Astaga, itu apaan?"

"Lagu aslinya judulnya 7 Days, kan liriknya gitu abah cucumu nikah," ungkapku.

"Mana ada? Ngawur!"

Kami terbahak mendengar lelucon garing yang baru saja aku lontarkan itu. Bersama, kami masuk ke kelas berikutnya seperti kata Dira, Hukum Administrasi Zamin, ada-ada saja dia.

Di dalam kelas yang udara dari mesin pendingin ruangannya diatur semaksimal mungkin sehingga dinginnya nyaris mengalahkan kutub utara itu, suara pak dosen mengalahkan segala kekusutan isi kepalaku. Aku mengulangi kalimat yang tertulis di dalam kartu ucapan yang baru saja kuterima.

Jika bertemu denganmu adalah takdir-Nya, maka jatuh cinta padamu adalah satu di antara rencana-Nya.

Siapa pengirimnya ya? Aku yakin sekali pengirim kartu dan bunga itu bukan orang yang sama. Di dalam kepalaku saat ini ada tiga hal yang aku pikirkan..

28 Hari Mencari Cinta [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang