Hari Ke - 00 [bonus chapter]

508 58 29
                                    

"Yang udah dibagi kelompok melapor ke ketua kelompoknya masing-masing, ya!"

Suara Haikal terdengar dari pengeras suara portable, sambil sibuk menghitung jumlah peserta berdasarkan data yang dikumpulkan masing-masing BEM fakultas.

"Ketua kelompok yang udah isi daftar absensi, nanti daftar absensinya dikumpulkan di saya." Dia melanjutkan memberikan arahan. "Yang udah dapet kamar, boleh taro barang-barangnya di kamar terus nggak pake lama langsung kumpul lagi di ruang tengah villa, bawa botol minum dan alat tulis masing-masing karena kita mau mulai sesi materi pertama," instruksinya.

"Jangan galak-galak, Kak!" teriak Julian meledek dari kejauhan tapi suaranya nyaring terdengar.

Aku yang mendengarnya ikut terkekeh geli karena Haikal sejak awal sudah bertekad ingin berlakon sebagai kakak panitia tegas yang menyebalkan. Sementara Julian seperti biasa, sikap humorisnya mampu membuat adik tingkat terutama lawan jenis sanggup berlama-lama ada di dekatnya.

Sudah tiga minggu, sejak kepergian Jodi. Tidak ada yang berubah, kami masih seperti dulu bahkan pertmenanku dengan Haikal, Julian dan Dodit semakin erat karena ingatanku tentang mereka kembali. Sementara hubunganku dengan kak Ditya, masih baik. Hanya saja, dia sedikit menjaga jarak denganku.

Di suatu sore setelah pertemuan pengurus inti BEM kak Ditya bilang kepadaku, "Mim, aku akan tunggu sampai kamu siap untuk terima aku di hati kamu. Namun sampai saatnya kamu siap, aku nggak akan ganggu kamu, aku akan kasih kamu jarak, supaya kamu nyaman."

Aku merasa lebih baik seperti ini, agar aku bisa fokus ke diriku, juga kak Ditya agar dia fokus menyiapkan skripsinya.

Aku melihat Dira, Nabila dan kak Tazky yang sedang bergabung dengan Marco dan Lucky mengelompokkan alat-alat tulis untuk digunakan saat permainan pada sesi ice breaking nanti. Dira sudah tak lagi mimisan bertemu dengan kak Tazky, dia juga sudah lebih legowo dan ikhlas setelah dua minggu lalu mendengar kabar kalau kak Tazky mengajak Nabila ta'aruf melalui kakak kandung Nabila yang juga merupakan alumni kampus kami. Kabarnya, bulan depan kak Tazky siap bertemu dengan ayahnya Nabila.

Kata Dira saat tahu kabar ini waktu itu, "Gue ikhlas kalau cewek yang disuka kak Tazky itu Nabila, dia sudah kayak saudara perempuan buat gue, apalagi Nabila lebih alim anaknya. Nggak apa-apa gue ikhlas."

Tapi setelahnya dia menangis seharian penuh, sampai tak mau masuk kuliah. Alhasil, aku, Jenita dan Icha kebagian tugas untuk membuat catatan agar Dira tak ketinggalan mata kuliah.

"Mim, sebentar lagi acaranya mulai, wakil dekan Fakultas Teknik udah siap kasih sambutan," kata kak Ditya menghampiriku.

"Oke, Kak. Aku mau bilang Nabila dan teman-teman UKM untuk siap-siap ya?"

"Oke."

Nabila memang bukan mahasiswa kedua fakultas penyelenggara LDKM ini, tapi dia datang sebagai perwakilan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) kerohanian kampus bersama dengan teman-teman kelompok kerohanian lainnya.

"Guys, yuk! Mau mulai." Aku memanggil mereka yang sedang berada di saung untuk segera masuk ke dalam villa.

"Lo nggak masuk?" tanya Dira saat melewatiku.

"Iya, nanti nyusul. Gue mau sweeping dulu takutnya masih ada peserta yang di luar."

"Oke, gue duluan."

Aku hanya mengangguk.

Villa dua lantai dengan empat kamar tidur di masing-masing lantainya itu akan menjadi tempat kami berteduh selama tiga hari ke depan. Kami menyewa dua bangunan villa untuk dihuni oleh lebih dari empat puluh mahasiswa sebagai peserta dan belasan panitia yang terlibat acara ini.

28 Hari Mencari Cinta [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang