The Eagle's Eye

2.5K 221 17
                                    

Sudah dua hari lamanya, Vion tidak berangkat ke sekolah. Dia pikir bahwa sekolah bukan menjadi prioritas hidupnya. Toh Vion juga berasal dari anak orang kaya. Selepas SMA, ayahnya juga akan menawarkan dia menjadi pemimpin perusahaan. Dan kenyataan, bahwa Vion tidak pernah akur dengan ayahnya adalah sebuah hal umum yang banyak temannya tau. Anak tunggal yang kata orang sering dimanja, itu tak sepenuhnya benar bagi Vion.

Sejak kecil Vion sudah diajarkan bekerja keras, bukan oleh ayahnya melainkan oleh ibunya. Ayahnya yang bernama Boby itu super sibuk, sampai-sampai tak pernah sedikitpun mendengarkan cerita anaknya semata wayang. Digosipkan juga, Boby pernah berselingkuh dengan banyak wanita ketika sedang menjalankan tugasnya diluar negeri ataupun luar kota. Hal itu, dianggap lumrah oleh Vion.

Ibunya Shania Junianatha adalah seorang guru disalah satu sekolah dasar. Sedari kecil, Vion dididik oleh ibunya dengan penuh kasih sayang. Walaupun ibunya mendidik Vion dengan kasih sayang. Tapi Boby mendidik Vion dengan sangat keras, sering kali Boby tak cuma-cuma menghajar Vion hingga babak belur. Dan ketika Vion mendapat kekerasan dari Boby, ia selalu pergi ke suatu tempat yang membuat dia lebih tenang.

Sekaranglah, Vion sedang ditempat itu. Bukan karena adanya kekerasan yang ia dapatkan dari sang ayah, bukan. Melainkan, karena dia sedang merindukan tempat ini.

"Aiko. Gimana kabar lo? Gue hari ini ga bawa apa-apa ya. Karena lagi ga ada uang. Gue belum balik dari semalem." ucap Vion bermonolog dengan sebuah nisan didepannya.

"Lo pasti kalo ada disini, lagi marahin gue perkara sering berantem sama Gito."

Dimakam Aiko sekarang Vion sedang mencurahkan semuanya. Bagi dia tempat paling tenang itu ketika dia bisa menceritakan apapun kepada sahabatnya, Aiko.

"Dulu lo masih inget? Ketika gue ngehajar Gito gara-gara dia ngomong kasar ke lo?" Vion tersenyum miring.

Seketika kedua bola matanya terpancar buliran air yang hendak jatuh. Namun, disekanya begitu saja.

"Gue ga tau, kenapa itu orang ngebenci lo. Bahkan setiap kali dia ngomong tentang lo, ga ada sedikit pun kebaikan yang dia sebutkan. Apa ada yang gue ga tau tentang lo sama Gito, Ko?"

Vion mengusap batu didepannya, agar ukiran nama disana tidak kotor akibat debu atau tanah yang menempel. Tak lupa juga ia mengguyurkan air pada rumputan hijau dibawah batu tersebut.

"Gue tau lo pasti bakal nyuruh gue buat baikan sama Gito. Iya, nanti gue minta maaf deh sama dia. Tapi, gue ga janji kalo bakal marah ke dia lagi atau engga ketika menyinggung tentang lo. Gue itu sensitif apalagi kalo menyangkut lo, Ko." Vion tersenyum menandakan bahwa dia akan mengusahakan apa yang dia bicarakan.

Ketika Vion hendak beranjak meninggalkan makam Aiko, ia mendapat sebuah telepon dari seseorang.

"Halo Yon?"

"Kenapa?"

"Gue yang harusnya tanya, Yon. Lo kenapa?Lo kemana aja dari kemarin? Ditelpon ga diangkat. Ga balik ke rumah. Sekarang udah dua hari lo ga sekolah."

"Gue gapapa. Lo ga perlu khawatir."

"Yon, kalo ini karena omongan Gito malem itu. Dia minta maaf Yon. Lo balik ya ke basecamp, kita selesein masalah ini bareng-bareng. Gue tau lo pasti mau."

Vion hanya menjawab dengan deheman.

"Yon, kita tunggu ya nanti sepulang sekolah di basecamp."

"Gue mau ke sekolah nanti siang, sekalian jemput adek."

"Adek?"

"Iya."

"Oh.."

Sepertinya orang diseberang sana paham siapa yang dimaksud adek bagi Vion.

TULIP [VIKUY]  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang