Tulip Merah Muda

1.9K 182 13
                                    

Pertandingan DBL semakin dekat, oleh sebab itu Chika hampir setiap hari pulang sore atau malam. Berlatih keras bersama beberapa kakak kelasnya yang juga menjadi perwakilan. Sebenarnya Chika senang bisa mengikuti lomba ini, tapi entah mengapa semangatnya dipatahkan oleh teman timnya sendiri. Apalagi kakak kelasnya si Eli, Indy, dan juga Tasya yang sepertinya sangat membenci Chika. Membuat Chika selalu malas untuk latihan dan bertemu dengan mereka.

Seperti hari ini, Chika mengurungkan niat untuk berangkat ke sekolah. Hal itu membuat kedua orang tuanya yang sudah pulang dari Semarang dan adeknya bingung. Pasalnya, Chika dulu hampir 3 tahun di SMP tak pernah sedikitpun ijin sakit, bolos, atau pergi acara keluarga. Bagi Chika, itu sangat mengganggu. Sekarang, dia malah asyik tidur dan mengabaikan alarm disebelahnya. Padahal sebentar lagi, dia akan terlambat ke sekolah.

Shani masuk ke kamar Chika memastikan bahwa anak perempuannya itu tidak sakit dengan mengecek keningnya. Tak ada rasa hangat atau panas. Suhu tubuh Chika normal.

"Chika, kamu ga sekolah sayang?" elus Shani pada rambut panjang milik Chika.

Tak ada respon dari anaknya, akhirnya Shani membuka lebar jendela kamar Chika.

"Aaahh mama..." gusar Chika karena mendapat cahaya silau dari luar jendela.

"Bangun dong sayang, kamu kenapa kok belum bangun?"

Dengan mata yang masih menutup "Chika ga mau sekolah, males."

Shani tertawa "Kejadian yang hanya terjadi 1 dalam 100 juta tahun ya sayang."

"Aaahhh mama apaan sih. Udah Chika mau tidur lagi."

Ditarik lah selimut yang Chika pakai oleh Shani.

"Mamah! Chika ga mau sekolah." keluh Chika dengan bersedih.

"Iya mama tau, apa perlu mama ketemu dengan kakak kelasmu itu?" ucap Shani.

Chika tidak pernah bercerita dengan orang tuanya apalagi Shani mengenai kondisi dirinya disekolah. Ini pasti ulah Christian karena kemarin Chika sempat curhat dan bercerita mengenai ketiga kakak kelasnya yang tidak suka pada Chika.

"Ma, mereka tu selalu aja ngejek Chika. Ngata-ngatain Chika. Siapa yang ga sebel coba digituin?"

"Iya, mama juga pernah ada diposisi kamu. Mama ngerti kok sayang." hidup Shani dahulu lebih buruk dari yang orang lain kira. Seperti Chika, paras cantik Shani dapat membuat banyak perempuan untuk tidak berhenti menggibah. 

Shani pun tau, hal paling mempan untuk menenangkan Chika adalah pelukan. Kemudian, Shani memeluk Chika dengan erat. Dan benar, sekarang Chika sudah menumpahkan semua tangisannya pada bahu Shani.

"Eh eh eh baru pagi lho ini, kok sudah nangis aja." Vino datang menghampiri Shani ke kamar Chika.

"Anakmu ini lho pah, ga mau sekolah."

"Siapa mah? Chika?" Vino pun sama terkejutnya.

Shani mengangguk.

"Pasti masalah tim basket kamu ya? Sayang, kalo emang ga mau latihan dan ikut pertandingannya gapapa kok. Papa setuju aja, asalkan kamu masih mau sekolah." tutur Vino.

"Ih sebel, papa sama mama kok bisa tau sih. Pasti ulah Christian!"

"Chika sayangnya papa, kalo adek kamu ga cerita tentu saja kami ga tau apa yang terjadi sama kamu. Ini sudah kelewat batas, nanti papa akan ke sekolah."

Chika menggelengkan kepalanya "Engga pah, mereka cuma ngejek doang ga sampe kekerasan fisik."

"Kamu tau Chika, senjata paling tajam itu lidah. Kalau pedang melukai tubuh itu ada harapan akan sembuh, tapi kalau lidah melukai hati kemana obat hendak dicari. Jadi mereka berhak untuk dihukum." petuah Vino.

TULIP [VIKUY]  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang