Burung masih banyak yang berkicauan tetapi Vion sudah rapi untuk bergegas pergi ke suatu tempat. Lelaki itu membuka knop pintu kamarnya dengan dorongan yang cukup kuat dan menatap malas ketika melihat batang hidung kedua orang tuanya sudah berada di meja mekan. "Vion, kamu mau kemana pagi-pagi gini?" panggil Boby dari balik ruang makan. Niatnya Vion langsung pergi, dia urungkan terlebih dahulu. Menghampiri Boby dan Shania yang sudah mengamati dirinya keluar dari kamar.
Vion menjabat tangan kedua orang tuanya, "Pergi bentar ya pah mah." ucapnya berpamitan. Namun, genggaman tangan Boby sudah lebih dulu memegang lengan Vion agar lelaki itu tidak langsung pergi. "Sebentar Vion, papa mau ngomong sama kamu." tampaknya obrolan pagi ini akan menjadi obrolan yang sama lagi seperti pagi-pagi sebelumnya. Sedangkan, Vion sudah tau kemana arah pembicaraan ini "Kenapa pa?" tanyanya sembari duduk di salah satu bangku yang kosong.
Boby mengambil piring kosong lainnya dan dia letakkan di depan Vion, "Jangan pergi dulu ya, kita makan bareng." ajaknya baik-baik. Mungkin, ini nampak terlihat asing. Bagaimana, dulu Vion diperlakukan kasar olehnya dan Boby sekarang ingin mengembalikan banyak waktu bersama dengan Vion yang terbuang sia-sia selama ini. "Langsung aja, papa mau ngomong apa?" Vion terlalu tidak suka jika Boby terus bertele-tele. Padahal sudah jelas, jika bapak tua itu sedang ada maunya.
Boby membenarkan kaca mata yang sedikit melorot serta mengatur posisi duduknya lebih menghadap Vion, "Jadi gini Vion, usia kamu sudah pantas untuk menikah. Kapan kamu akan memperkenalkan seorang wanita kepada mama dan papa?" tebakan Vion benar, setiap pagi-pagi sebelumnya Boby selalu saja memberikan kode yang mengarah pada pernikahan. Itu membuat Vion muak, bahkan malas untuk berada di rumah. "Masih banyak yang harus Vion kejar." ucap Vion sedikit meninggikan nada suaranya.
Boby tercengang mendengar jawaban tersebut, "Kamu sudah kerja Vion, udah jadi dokter tetap juga. Masih menunggu apa sih?" anaknya semata wayang itu bahkan sudah bisa membeli sebuah rumah sendiri. Apalagi jika harus menikah, modal puluhan juta juga pasti siap di kantungnya. Vion berdecak sebal sembari menatap jam di tangan kanannya yang menunjukkan pukul 9 lebih, "Pah... Mencari pasangan bukan perkara mudah, kalo pun sudah ada kan langsung Vion kenalkan ke papa dan mama." Vion benar, mencari pasangan yang tepat ibarat seperti memasukkan benang ke dalam jarum. Butuh ketelitian yang tinggi, saat sudah yakin memasukkannya, ternyata belum tentu pas dengan lubang jarum tersebut.
Shania yang sedari tadi masih menyiapkan makanan untuk suami dan anaknya itu, menyentuh pundak Vion dengan hangat. "Mama sih ga pernah keberatan Vion. Kamu mau nikah setahun, dua tahun, tiga tahun lagi juga mama oke oke aja. Masalahnya tuh di papa kamu, udah pengen gendong cucu." jika di tanya Shania sedang berbohong atau tidak. Pasti jawaban jujurnya adalah 'bohong'. Orang tua mana sih yang tidak ingin melihat anaknya menikah. Apalagi usia Vion yang sudah hampir menginjak 26 besok di bulan November, menimbulkan sedikit harapan pada Shania dan juga Boby.
Vion memincingkan kedua alisnya, berusaha sekuat tenaga membela dirinya sendiri. "Kalo pun Vion menikah, apakah menjamin langsung bisa punya anak? Engga kan?" perkataan Vion itu mendapat pukulan di mulutnya dari Shania yang berdiri tepat di belakang Vion. "Husss kamu ga boleh ngomong gitu." setiap perkataan yang keluar dari mulut seorang manusia, sejatinya akan ditandai Tuhan sebagai doa yang tanpa sengaja akan di langitkan olehNya. Makanya, Shania dengan cepat memukul mulut Vion agar tidak berani mengucapkan kata-kata senonoh seperti itu lagi.
"Maksud Vion, pernikahan ga semata-mata cuma bikin anak doang. Nikah itu juga ibadah, ibadah yang terpaksa sama aja ga baik kan." memang benar nikah itu ibadah dan ibadah yang dilakukan karena keterpaksaan juga tidak baik. Tetapi apakah Vion tidak akan melakukan kewajibannya beribadah itu sampai tua? Kan juga tidak. Boby mengangguk, membenarkan perkataan anaknya "Kamu benar Vion, nikah itu ibadah. Tetapi apa kamu tidak tau yang namanya ibadah adalah wajib hukumnya?" Vion sudah mampu perkara finansial. Apalagi perkara fisik, Boby yakin anaknya itu sudah sangat mampu untuk membina rumah tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
TULIP [VIKUY] (END)
RomanceYessica Tamara, siswi baru di SMA Jakarta 48 yang terkenal dikalangan kakak kelas dan juga teman seangkatannya karena parasnya yang cantik. Tidak hanya itu, lelaki disekolahnya juga banyak yang terpikat karena otak pintarnya yang dikenal dari SMP se...