Proposal

1.5K 185 145
                                    

Hawa dingin terus menjalar, membuat sekujur tubuh Vion ingin membeku. Ditariklah selimut yang ada tepat di ujung kakinya. Tepat saat dia akan menarik, lamat-lamat terdengar suara dering telepon dari ponselnya. Barulah, ia beranjak duduk dan memfokuskan pandangan. Mengangkat telepon dan membiarkan orang diseberang sana yang berbicara duluan. "Halo Vion?" sapa orang tersebut. Vion membenarkan suaranya yang serak. "Ya Mas Flo, ada apa? Maaf saya baru bangun." untungnya saja, tanpa harus mengecek siapa nama di ponsel. Dari suaranya sudah terdengar jelas jika yang menelpon Vion di pagi hari begini adalah Flo, dokter seniornya.

"Saya mau ngasih tau, kalo Minggu besok ga jadi operasi." ucap lelaki di seberang sana. Semakin membuat kedua mata Vion terbuka lebar. "Serius mas?" dia sedikit berteriak dan memastikan hal itu lagi pada Flo. "Iya serius, tapi diganti nanti malem sekitar jam tujuh atau delapan. Kamu bisa?" tawaran yang menarik. Pasalnya Vion, sudah merencakan untuk melamar wanita yang ditunggunya selama ini. "Nanti malem ya mas? Kayaknya bisa." Vion menyetujui. 

Flo melanjutkan perkataannya "Kalau ga bisa, berarti shift kamu tetep Minggu." tak ada perubahan jadwal jika Vion tidak mengikuti operasi Dokter Flo. "Nanti malem aja mas, Minggu saya juga ada acara." dia ingin sekali menghadiri acara ulang tahun Chika. Dan memberikan sedikit kejutan untuk gadis itu. "Ooh ya sudah, saya cuma mau ngabarin itu aja." dirasa sudah cukup, Flo mengakhiri ucapannya. "Baik mas. Nanti waktu mahgrib saya sudah stand by di rumah sakit." tak ada jawaban lagi dari Flo, membuat Vion mematikan sambungan teleponnya.

Vion berdiri dari kasur, melompat kegirangan seperti orang yang baru saja menang lotre. "Yessss!!! Ga perlu nunggu hari Senin. Berarti Minggu, langsung gas lah!!! Yes!!!!" keberuntungan kali ini, mungkin akan berpihak pada Vion. Dirinya dapat bertemu dengan Chika dan melakukan lamaran yang romantis pada gadis tersebut. Iya, Vion akan melamar Chika. Lelaki itu sungguh-sungguh dengan ucapannya kemarin.

"Eh, tapi kesana pake baju apa ya?" Vion mengambil undangan yang diberikan Chika beberapa hari lalu dari atas meja kerjanya. Dibacalah bahwa dress code yang digunakan pada saat acara adalah pakaian yang formal. "Ooh formal, berarti pake jas ya? Mana gue ga punya jas." gumamnya sendiri. Memeriksa lemarinya yang kebanyakan berisi kaos dan kemeja warna putih hitam. Kemudian, Vion melirik jam dinding yang ada dikamarnya menunjukkan pukul 9 pagi. Dengan kecepatan maksimum, ia segera mengambil handuk untuk mandi.

Setelah kurang lebih 10 menit, lelaki yang digadang-gadang akan menjadi calon dokter itu mandi. Ia kemudian berniat keluar untuk membeli beberapa pakaian yang dibutuhkan saat datang ke pesta ulang tahun Chika. Tak lupa mampir ke dapur bersama yang ada di kosnya. Mengecek apakah ada makanan yang bisa dia makan untuk sarapan. "Eh udah bangun bro, sarapan dulu gih. Tadi gue beli nasi uduk di pojok gang, kesukaan lo." sapa Aril, teman se-kos Vion yang sudah bekerja. Senyuman dari bibir Vion, tak bisa dipungkiri. Lagi-lagi, ia mendapatkan rejeki yang tak terkira. "Widihhh, enak banget tu mas. Gue mau ya."

Mendengar hal itu, Aril dengan baik mengambilkan Vion piring dan membuatkan lelaki itu teh hangat sembari sedikit berbincang. "Lo pagi-pagi mau kemana Yon? Rapi bener. Ada jadwal ke rumah sakit kah?" tanya Aril, dengan logat sedikit Betawinya. Karena sama seperti Vion, Aril merantau dari Ibukota Jakarta. Lelaki yang sudah bekerja kantoran itu, menebak kegiatan yang akan Vion lakukan, jika tidak pergi dengan Oniel ya Vion pasti pergi ke rumah sakit. Namun, kali ini tebakannya salah. "Engga mas, gue mau cari jas sama sepatu buat ke pesta ulang tahun." jawab Vion menyanggah.

Aril meletakkan teh hangat yang baru dibuatnya ke depan Vion yang sedang makan. Membiarkan dirinya juga melanjutkan sarapan. "Pesta ulang tahun pake jas segala? Anak pejabat atau begimane nih?" jarang sekali pesta ulang tahun harus memakai jas. Tidak terkecuali, jika yang ulang tahun adalah anak pejabat atau anak orang yang terpandang. "Bukan mas, standarlah anaknya pengusaha." Chika bukan anak pejabat, dia hanya anak dari seorang pengusaha yang mungkin cukup terkenal. "Ooh pantes." Aril hanya mengangguk melanjutkan makannya lagi.

TULIP [VIKUY]  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang