Tulip Ungu

1.9K 191 58
                                    

Suasana di sebuah kafe siang ini, tampak sangat menegangkan. Banyak sepasang mata tertuju pada salah satu meja di sana, berbisik pelan dan bergumam penuh tanda tanya. Apakah yang sebenarnya, kedua orang itu sedang perbincangkan? Apakah tidak bisa memelankan suara mereka dan tidak mengganggu kenyamanan pengunjung yang lain? Entah lah, sepertinya mereka berdua sedang sama-sama emosi menanggapi lawan bicaranya masing-masing.

Seorang perempuan di meja tersebut, memukulkan keras tangannya ke atas meja. Membuat suasana semakin gaduh, "Lo udah gila ya mau nikah sama dia?" memarahi lelaki berkemeja warna putih. Sedangkan, lelaki itu masih tetap duduk di tempatnya. Tidak bergeming sedikitpun, "Kenapa Mira?" tanyanya penuh kebingungan pada perempuan di hadapannya. "Apanya yang kenapa!?" perempuan yang di panggil dengan sebutan 'Mira' tersebut semakin meninggikan nada bicaranya.

Lelaki di depannya tak ingin merasa kalah, ikut berdiri dari bangkunya dan menatap tajam ke arah perempuan itu. "Lo kenapa selalu kayak gini? Cemburu sama gue? Ga rela, gue jadi milik orang lain?" pertanyaan itu membuat Mira tak habis pikir, ia kemudian menumpahkan minuman expresso yang di pesannya pada kemeja putih lelaki itu. "Lo gila Vion! Lo gila!" teriaknya penuh dengan amarah yang menggelora.

"Kenapa selama ini, lo seakan secara ga langsung minta gue buat menjauh dari banyak cewek. Apa karena lo cemburu!? Ngaku aja Mir!" Vion ikut emosi jadinya, mendapati Mira melakukan hal konyol tersebut. Wanita itu tetap dengan pendiriannya, tidak ingin membela atau mengubah pendapatnya lagi untuk Vion. "Otak lo dimana sih? Gue ga pernah sedikitpun ngelarang lo buat deket sama yang lain. Gue cuman ga pengen Yon, lo salah langkah lagi." tuturnya menasihati.

Vion menatap tajam pada kedua bola mata Mira, "Gue yakin Mir dan ga akan salah langkah lagi." berkata penuh dengan penekanan dan sebuah keyakinan. Mira pun menanggapinya dengan terkekeh, "Terserah lo! Jangan pernah hubungin gue lagi." ucapnya seraya pergi. Sepertinya, tugas Mira memang sudah berakhir sejak lama. Tidak perlu lagi menjadi sosok penenang bagi Vion. Tidak perlu lagi menjadi sosok penasihat untuk Vion. Mau bagaimanapun, perasaannya untuk lelaki bermata elang sudah berhenti sejak ia menerima Dhio sebagai suaminya.

Lelaki keras kepala yang baru saja beradu mulut dengan Mira, menyandarkan punggungnya lagi pada kursi kafe. Memijat pelan pelipisnya, setelah menatap kepergian Mira. "Dok." sapa seorang wanita lain yang datang menghampiri Vion di sana. Melihat siapa yang datang, Vion segera mempersilahkannya untuk duduk. "Eh Nin, silahkan duduk." wanita yang datang adalah Anin, perawat yang sering di goda oleh Vion selama di rumah sakit. Tadi sebelum janjian dengan Mira, Vion juga janji untuk bertemu dengan Anin. Membahas kesepakatan mereka.

"Tadi siapa dok?" Anin sempat melihat percekcokan yang dilakukan oleh Vion dan Mira. Jadi dia menanyakannya pada Vion. "Bukan siapa-siapa, cuma temen saya." jawab Vion jujur. Sekiranya, memang itulah statusnya dengan Mira sedari dulu. Tak pernah berubah. Kemudian, Anin hanya mengangguk, melanjutkan perkataannya "Bisa kita langsung mulai aja dok." wanita itu tampaknya selalu ingin menghindari Vion. Terlihat dari cara bicaranya yang tidak ingin berlama-lama ada didekat lelaki bermata elang.

Vion sendiri tampak risih dengan panggilan formal yang terus saja Anin ucapkan untuk memanggilnya, "Jangan panggil saya dengan sebutan itu Nin, ini tidak lagi di rumah sakit." tuturnya. Lagi-lagi Anin hanya menjawab dengan anggukan. Semakin dibuat kesal saja Vion, menghadapi banyak wanita tipikal Mira dan sekarang wanita dengan tipikal Anin. "Jadi gimana tentang tawaran saya minggu lalu? Kamu bersedia?" tanya Vion memastikan sembari masih berusaha membersihkan kemejanya bekas tumpahan kopi dari Mira tadi.

Wajah Anin ada di ambang batas antara ingin marah atau harus sedih, "Saya ga bisa mas, saya ingin membangun rumah tangga yang lebih dari itu." jawabannya membuat Vion melongo, "Kamu ga mau kawin kontrak sama saya? Lumayan Nin, saya bayar kamu setiap bulannya dan saya ga perlu dengerin ocehan dari kedua orang tua saya. Impas kan? Setelah, masa itu berakhir saya akan bercerai dengan kamu dan mencari or---"

TULIP [VIKUY]  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang