Attention

1.3K 202 33
                                    

Motor ninja warna hitam terpacu kencang dengan kecepatan 100 km/jam padahal jalanan pagi ini cukup ramai atau tidak terlalu sepi. Vion terpaksa pulang ke rumah, karena Marsha mendapat telepon bertubi-tubi dari Boby. Hal itu, membuat Vion justru tidak enak hati dengan adek kesayangannya.

Vion tidak peduli, apa yang akan dilakukan ayahnya di pagi buta begini saat melihat dirinya pulang. Ataukah ia akan mendapat pukulan di perut? Tamparan di pipi? Atau hidung yang berdarah? Entahlah, Vion sudah sangat pasrah.

Untung saja Marsha mengijinkannya pulang ke rumah, bahkan anak itu justru memaksa Vion untuk menemui Boby. Marsha juga sudah bisa melakukan berbagai aktivitas sendiri, jadi Vion tak perlu begitu khawatir. Walaupun, ia tetap harus kembali ke rumah sakit nanti malam. Dan melanjutkan penjagaannya kepada gadis kecil tersebut.

Sampai di depan rumah, Vion bersiap mengontrol detak jantung. Sebisa mungkin tidak emosi apabila bertemu dengan kedua orang tuanya. Kemudian dimasukkannya motor ninja hitam ke dalam garasi yang cukup luas bersebelahan dengan mobil CRV milik ayah Vion. Itu tandanya, Boby memang sedang berada di rumah.

Baru saja membuka pintu ruang tamu, lelaki tua yang sering memarahi Vion sudah duduk di sofa sembari membaca koran dan menikmati segelas kopi panas.

"Bagus ya, anak papa bolos terus... Kemana aja kamu Vion? Papa baru liat kamu sekarang."

Hari ini memang hari sekolah. Vion sengaja untuk meliburkan diri, karena menjaga Marsha di rumah sakit. Seperti yang sudah ia lakukan beberapa hari lalu.

"Papa masih peduli, sampe nyariin Vion segala?" tanya Vion sembari melepaskan jaket kulit dan sepatu miliknya didekat pintu.

Tak kuasa menahan amarah, karena ulah anaknya yang tak bisa diatur itu. Boby berdiri sambil melempar korannya ke atas meja, berkacak pinggang, dan melihat Vion dengan tatapan tajam "Kurang ajar kamu! Sama orang tua sendiri ga bisa sopan!" bentaknya.

Boby menghampiri Vion yang sama-sama sedang menatapnya. Ditamparlah pipi Vion dengan sangat keras, bahkan sampai menggema diseluruh ruangan rumah.

Plak

Vion hanya bisa menahan rasa sakit yang ada di pipinya itu "Vion baru pulang pah, hebat banget langsung dapet tamparan satu di pipi kanan. Ga mau nambah sekalian di pipi kiri?" anak lelaki itu menghadapkan pipi kirinya di depan wajah Boby.

"Vion!" ayahnya geram. Tak habis pikir dengan ketidak-sopan-santunan anaknya.

Tetap saja Vion masih menawarkan diri untuk mendapat satu tamparan lagi "Buru, ini udah aku siapin."

Melihat hal itu, Boby memundurkan langkahnya. Menurunkan tangan yang tadi terangkat ke atas untuk memukul Vion dan mengatur deru napasnya "Kamu ya! Mau jadi apa kalo begini terus?"

Vion menggelengkan kepala, dia mengangkat telunjuknya ke hadapan Boby "Vion ga mau jadi apa-apa, kalo papa masih terus memperlakukan Vion seperti bajingan."

"Vion! Kamu ini semakin melonjak saja! Contoh itu Zahran teman kamu, lomba dance pialanya sampe selemari. Terus itu Zee, lomba beladiri juga sampe internasional. Gito sama Mira jago pidato dan olimpiade.  Sedangkan kamu?"

Cacian sudah sering Vion terima, pukulan sudah sering Vion dapatkan, dan sekarang bahkan pria paruh baya dihadapan Vion juga membandingkan dirinya dengan anak orang lain. Yang justru semakin membuat Vion benci. "Aku ya aku, mereka ya mereka. Jangan pernah papa sama-samain aku dengan kehidupan mereka!"

"Ingat Vion, ucapan papa waktu itu, ga main-main. Kalo sampe kamu, ga bisa masuk ke Universitas yang ternama. Papa bakal cerai in mama kamu." ancam Boby.

"Terserah papa." Vion meninggalkan ayahnya sendiri yang sedang tersulut emosi masuk ke dalam kamar. Baginya, jika memang kedua orang tuanya tidak saling cinta lagi, jalan utama hanya perceraian. Ngapain Boby mengancam Vion seperti itu, jika memang ia sudah tak mencintai Shania. Dan untuk apa rumah tangga ini terus dipertahankan. Tidak ada gunanya.

TULIP [VIKUY]  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang