Hero

1.4K 206 20
                                    

Suasana berkabut tampak tak asing menyelimuti pandangan Vion, ia paham akan bertemu dengan siapa. Lelaki itu selalu menunggu disebuah kursi mengharapkan kehadirannya. Dan benar saja, dalam hitungan detik gadis yang Vion tunggu sudah ada dihadapannya. Gadis itu tersenyum, menampilkan senyum terbaik yang dimilikinya. Mereka bertatapan sangat cukup lama, hingga sang gadis membuka pembicaraan.

"Vion, kenapa waktu itu kamu ga datang?"

Vion menggelengkan kepala dengan cepat "Aku datang, disaat kamu sudah tiada."

"Kamu berjanji Vion, membawakan yang terbaik untuk diriku. Tapi apa?"

"Maaf." ucap lelaki itu lirih, merasa bersalah.

"Vion haruskah kamu begini?" kali ini tampak ada suara penekanan dari gadis tersebut.

"Aiko, aku menyesal." lelaki bermata elang itu mengenggam kedua tangan gadis dihadapannya, ia juga berlutut sambil menampakkan wajah yang begitu sedih.

Namun, tangan gadis yang digenggamnya terhempas begitu saja "Percuma, semua udah terlambat."

Semua kembali hitam, tak terlihat apapun. Bayangan putih dari pandangan Vion kian terang dan terus mendekati dirinya. Lelaki itu terbangun, dari mimpi buruk.

Huh Huh

Vion menetralkan deru napas dan jantung yang berdegup tak beraturan. Mengusap matanya yang baru saja terbuka.

"Cuma mimpi." lirih Vion sembari menyeka keringatnya yang bercucuran.

Lantas, setelah semuanya kembali normal. Lelaki itu mengedarkan pandangannya menuju jam dinding yang tergantung dikamarnya.

Jam menunjukkan pukul setengah 5 kurang 15 menit, Vion segera bangun dan mengambil air wudhu. Mau bagaimanapun ia lelaki yang taat pada agama, walau tampang luarnya seperti preman dan urakan. Ia bersujud, meminta pada Sang Punya Semesta. Menuturkan banyak doa yang hanya cukup ia dan Tuhan yang tau.

Vion rindu. Rindu sekali dengan sosok gadis dimimpi.

Selesai sholat dan berdoa. Tak lupa, Vion membuka Al Qur'an yang ada di atas meja disamping ranjangnya. Vion tau, dia bukan ustadz, bukan kyai, apalagi orang yang benar-benar paham dengan agama. Tidak. Vion jauh dari kata itu. Dia hanya ingin belajar memperbaiki diri lagi. Itu salah satu pesan dari Aiko untuk terakhir kalinya.

Dari awal mereka dekat, Vion sadar. Mereka sudah jauh. Tuhan mereka berbeda. Lalu apa yang harus Vion perjuangkan? Lebih baik ia selalu menyimpan perasaannya ini, bahkan sampai Aiko memang sudah tiada.

Sudahlah, berhenti membahas perihal kedua insan tersebut. Aiko sudah bahagia disana, tak pantas Vion terus merutuki penyesalannya.

Setengah jam sudah berlalu, Vion menutup Al Qur'an yang dibacanya. Dia tak berniat tidur lagi, tetapi justru terfokuskan pada benda kotak disamping bantalnya.

"Tamara lagi apa ya jam segini?" gumam Vion melihat jam di hp sudah berganti menjadi 5 lebih 6 menit.

"Telpon ah." kemudian lelaki itu menekan tombol nama 'Tamara❤' dikontaknya.

Tidak langsung dijawab oleh gadis itu, Vion terus menunggu hingga 5 menit lamanya. Dan,telpon pun berganti nada.

"Halo?" sapa Vion.

"H-uh... Apa sih kak nelpon jam segini? Aku lagi dirumah, bangun tidur, baru seperempat nyawa ke kumpul, pake piyama warna pink, belum mandi juga."

Vion terkekeh mendegar bagaimana Chika memberitahukan apa yang dia suruh semalam "Aku mau bangunin kamu, Tamara."

"Astaga kak, ini masih subuh." suara Chika terdenger serak.

TULIP [VIKUY]  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang