Liburan musim panasku berakhir. David memintaku tetap bekerja. Katanya dia akan memberi tugas yang bisa dengan mudah kukerjakan tanpa harus sering datang ke kantor. Awalnya aku ragu. Jika masa perkuliahan aktif, energiku akan tersedot untuk belajar dan mengerjakan tugas. Tapi godaan menambah penghasilan untuk jalan-jalan membuatku menyetujuinya.
Hanya saja, perkataan Mama Kim terus terngiang di benakku. Beberapa kali Brian menghubungi tapi aku menghindarinya. Hanya melihat namanya muncul di layar ponsel saja hatiku sudah tak karuan. Jadi aku pura-pura tak mendengar panggilannya dan meminta menulis pesan saja jika ada hal penting terkait pekerjaan.
Aku menekankan hal terakhir itu agar dia paham bahwa aku siap dihubungi untuk urusan pekerjaan. Tapi bukan hal-hal yang bersifat pribadi. Aku ingin menarik diri dari hubungan non profesional dengannya. Bahaya!
Tapi setelah selesai mengatakannya, aku menghadapi dualisme. Separuh hatiku membenarkan, dan sisanya malah menyesali. Hubungan kami sangat baik. Kami berteman. Bagaimana jika dia tak mau bicara denganku lagi?? Uhhh, sungguh membuat frustasi!
Sebenarnya, pernyataan Mama Kim sendiri bersayap! Mungkin Brian memang menyukaiku sebagai temannya. Teman biasa! Kalaupun misalnya Mama Kim menduga, suka yang lebih dari teman, itu pun belum terkonfirmasi validitasnya dari sumber resmi. Brian, si empunya diri!
Tapi dasar fans, hatiku pun terbelah lagi. Setengah berharap benar. Coba pikir, fans mana yang tak bahagia jika cintanya pada sang idola ternyata berbalas? Dari sekian banyak idol, berapa fans yang beruntung mengalaminya? Bisa dihitung jari! Mimpi jadi kenyataan, judulnya!
Tapi setengah hatiku lagi juga berharap dugaan Mama Kim salah. Dicintai idol mungkin menyenangkan. Tapi tak semuanya baik juga. Jika ketahuan, niscaya menjadi sasaran kemarahan fansnya. Tak semua fans normal. Ada juga yang abnormal dan sangat terobsesi dengan sang idol. Beberapa idol yang berkencan dengan sesama idol sekalipun kadang dihujat. Entah dinilai tak serasi atau apalah. Itu baru urusan fans. Belum lagi kontrak kerja yang mungkin mensyaratkan tak boleh ada skandal cinta.
Dan semua itu bagiku belum apa-apa dibanding persoalan terbesarnya. Akan dibawa kemana hubungan kami? Pacaran? Aku menolak aktivitas itu. Menurutku, pacaran hanya menguras emosiku pada orang yang belum tentu menjadi pasangan hidupku. Buat apa coba menjaga jodohnya orang? Sakit tahu!
Jika bukan pacaran lalu apa? Menikah? Haha...aku langsung menertawakan pikiran ini. Shabrina Nur Laily, sadar!! Kamu mulai irasional!
Latar belakang, ras, kepercayaan, nilai kehidupan, budaya. Bagaimana menyelesaikan semua perbedaan itu?
Dualisme perasaanku terus berlangsung. Mood-ku bahkan bisa berubah dalam sekejap. Kepalaku seolah dipenuhi keributan karena dua suara itu berebut ingin menguasaiku.
Lain waktu, aku mencoba meyakinkan diri bahwa aku hanya menyukai suara Brian. Tak lebih. Tapi pikiran lain kembali menyeruak. Setelah bertemu dengannya, aku mungkin juga menyukai bagian lain dari dirinya. Bagaimana pun, intinya aku memang harus mengakui bahwa aku menyukai Brian Kim. Sebagai penyanyi. Juga laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Brina Meet Brian
FanfictionBagaimana perasaanmu saat bertemu sosok yang sudah lama dikagumi? Brina, mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Amerika itu tiba-tiba bertemu Brian, salah satu penyanyi Korea-Amerika yang sedang naik daun. Kesempatan datang padanya. Bukan hanya u...