Epilog

68 5 0
                                    

Kota Cambridge, Tahun 2026

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kota Cambridge, Tahun 2026.

"Bundaaa...", anak laki-laki berusia empat setengah tahun itu merengek. Matanya berkaca-kaca. "I'm tired...", keluhnya.

Aku sebenarnya kasihan. Tapi dia harus belajar bertanggungjawab terhadap mainannya yang terserak di seluruh lantai apartemen kami.

"Kenapa?", Ayahnya yang baru datang bertanya entah pada siapa.

"Daddy...", suaranya memelas. Segera setelah meletakkan long coat yang tadi dipakainya di atas sofa, ia langsung menyongsong anak yang mulai sesenggukan dan bersimbah air mata itu.

"Kenapa kenapa?", tanyanya lagi sambil menggendong putranya. "Thariq kenapa?"

Si kecil yang ditanya Ayahnya itu, melirikku dan mendapati aku masih memelototinya. Tangisnya pun bertambah keras. Ia bersembunyi di dada Ayahnya. Ah, mulai deh drama penuh air matanya!

"Aku akan membereskannya", tampaknya si Ayah mulai mengerti penyebab anaknya menangis ketika melihat box mainan yang baru terisi sepertiga bagian. Tangannya masih sibuk mengusap punggung putranya.

Aku hampir membuka mulut dan menjelaskan sesuatu. Tapi, "Aku juga akan melarangnya melakukan olympics di rumah", dia menambahkan satu lagi kebiasaan anaknya, yang juga seperti biasa, seringkali menjadi komplain para tetangga karena melakukan segala jenis cabang olahraga dalam olympics aka keributan semacam : sprinting, jumping, running, boxing, fencing, dan sebagainya! Dan jangan lupakan screaming-nya juga! Uhhh....

"Janji...", suamiku menawar dengan senyum manisnya. Mencoba meluluhkan kekesalanku.

Ahhh, memang drama di rumahku itu yaa begini. Aku adalah pemeran emak galak, suamiku pemeran bapak baik hati dan penyayang, sementara putra kami yang tak bisa diam itu, berperan sebagai penguji kesabaran kami agar selalu seluas samudera!

*****

Jam sudah menunjukkan tepat hampir pukul dua belas malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam sudah menunjukkan tepat hampir pukul dua belas malam. Aku meletakkan tubuh di ranjang. Tapi belum sempat mematikan ponsel, sebuah notifikasi email muncul. Alexa. Aku bangun kembali. Berjalan keluar kamar dan duduk di sofa ruang keluarga untuk membacanya.

When Brina Meet BrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang