Orang Yang Pergi dan Kembali

91 3 0
                                    

Takdir itu terkadang lucu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Takdir itu terkadang lucu. Tiba-tiba bertemu seseorang tanpa direncanakan. Lalu tiba-tiba juga bisa berpisah dengan orang yang sangat ingin dipertahankan. Dan diantara sekian banyak orang yang datang dan pergi, kita pun tak pernah tahu, mana diantara mereka yang benar-benar hanya singgah dan mana yang akan bertahan lama dalam lembar kehidupan kita.

Bahkan diantara orang-orang yang telah pergi, suatu saat bisa saja justru kembali!

*****

Bandung, Tahun 2005.

"Jadi kamu ikut pindah?", aku bertanya sedih pada Ali, anak lelaki keturunan arab sebelah rumah.

Dia sudah jadi temanku sejak kami masih bayi. Orangtua kami berteman dan bekerja di institusi yang sama. Tambah lagi, rumah kami tepat bersebelahan. Dan kami pergi ke sekolah yang sama sejak TK hingga SD kelas lima. Praktis, kami tumbuh bersama.

Yang ditanya mengangguk. "Iya, Brin. Dua bulan lagi kata Ummi", jawabnya.

"Kenapa nggak tinggal disini aja sih sama Aa Fahri?", tanyaku lagi dengan nada merajuk. Kudengar abangnya yang SMP tidak ikut pindah.

"Aa Fahri kan nanti pindah ke asrama, Brin", dia mengingatkan. "Ummi nggak ngizinin kalau aku tinggal sendirian"

Ya, kami baru kelas lima SD saat itu. Dan bayangan harus kehilangan teman dekat itu membuatku gusar.

"Kalau gitu, tinggal sama kami aja. Kan nggak sendirian jadinya...", tawarku polos. "Boleh kan, Pah?", aku menoleh penuh harap pada orangtua kami yang sedang ngobrol di belakang.

Mereka hanya tertawa mendengarnya.

"Nanti aku nggak ada temennya kalau Ali ikut pindah...", rengekku. Segumpal sesak mulai berkumpul di dadaku.

"Mereka cuma lima tahun di Jepang, Brin. Nanti juga balik kesini...", Mamah berusaha menjelaskan.

"Lima tahun itu lama, Mah...", aku makin kesal membayangkannya. "Aku jadi nggak ada temen main sepeda. Nggak ada teman berangkat latihan karate juga", keluhku sambil berlinang air mata.

"Duh yang nggak mau pisah sama Ali. Masalahnya Ali senang aja tuh jauh-jauh dari kamu, Dek..", Teh Nana meledek.

"Kamu senang pindah ke Jepang?", aku memelototi Ali.

"Kan asyik, Brin. Aku bisa ketemu Samurai dan Ninja. Nanti aku latihan sama mereka buat mengalahkanmu...", ujarnya penuh tekad.

Semua orang tertawa mendengar penuturannya. Uh, dasar tak setia kawan!

"Jahaaaat...", aku menangis histeris.

"Jadi menantu Ummi aja gimana? Jadi nanti boleh deketan sama Ali terus...", ujar Ummi Ali sambil memelukku.  Dan candaan itu langsung disambut gelak tawa anggota keluarga kami yang lainnya.

When Brina Meet BrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang