Aku selalu tertarik dengan salju. Dalam pikiran kanak-kanakku, salju pastilah mirip es serut. Jika ingin diminum tinggal ditaruh dalam gelas dan diberi sirup coco pandan di atasnya. Sungguh konyol! Saat remaja, impianku tentang salju naik level dengan membuat boneka salju dan main ski. Dan saat dewasa, mungkin minum kopi atau cokelat panas sambil memandangi turunnya salju di jendela cafe atau di rumah pun cukup. Terdengar romantis?
Sayangnya, walaupun di Los Angeles juga memiliki empat musim dan di musim dingin pun bisa sampai nol derajat, tetapi cenderung tidak ada salju dan matahari hampir bersinar cerah sepanjang tahun. Keuntungannya, kota ini berada pada iklim sub-tropis yang cukup nyaman untuk pendatang dari Asia sepertiku, yang awalnya tinggal di wilayah iklim tropis.
Alexa menawarkanku menginap di rumahnya saat natal. Aku menolak dengan dalih tak ingin mengganggu acara keluarganya. Tapi kemudian dia mengatakan, justru pada saat natal itulah keluarga mereka berkumpul bersama teman di rumah.
Aku tahu maksudnya baik. Tak ingin membiarkanku sendirian. Meski sebenarnya aku tak keberatan karena aku tak merayakan natal. Lain halnya jika ramadhan atau lebaran. Aku memang menangis tak karuan seperti ketika ramadhan pertamaku pada awal kedatangan kemari. Mungkin karena mengetahui kejadian itu, Alexa bahkan menyeret David untuk menjemputku ke apartemen. Aku terpaksa mengemas barang dan menyeret diri mengikuti mereka.
Sampai di rumah Alexa, aku menemukan keluarga David ikut merayakan natal bersama calon besannya itu. Untunglah anggotanya tak lengkap. Mama Kim mengatakan bahwa Brian tak bisa pulang ke LA.
Tapi rasa syukurku tak berlangsung lama. Papa Kim menghubungi Brian menggunakan Skype. Mereka sibuk bertukar cerita, sementara aku langsung melarikan diri ke dapur. Pura-pura mencari makan agar tak terlihat. Tapi Mama Kim menyeret laptop itu ke meja makan. Sepertinya itulah maksud semua orang menghubunginya.
"Brian, lihatlah siapa disini...", ujar Mama Kim dengan laptop di hadapanku.
Aku yang sedang mengunyah roti langsung tersedak. Mama Kim meletakkan laptop dan mengambilkanku minum.
"Kamu tak apa-apa?", suara Brian khawatir.
Aku mengangguk dan minum. Ujung mataku melirik layar. Menilik penampilannya, dia sedang bersiap untuk sebuah pertunjukan.
"Kamu dimana?"
"Seoul"
KAMU SEDANG MEMBACA
When Brina Meet Brian
FanfictionBagaimana perasaanmu saat bertemu sosok yang sudah lama dikagumi? Brina, mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Amerika itu tiba-tiba bertemu Brian, salah satu penyanyi Korea-Amerika yang sedang naik daun. Kesempatan datang padanya. Bukan hanya u...