[4]

1.7K 83 1
                                    

______________________________________

HAPPY READING
JANGAN LUPA TOMBOL ☆ NYA
______________________________________


🌻🌻🌻


Selang beberapa saat perjalanan, Gibran memberhentikan mobilnya di salah satu restoran mewah di pusat kota. Gibran membawa Nasha masuk ke dalam restoran dengan seorang pelayan yang berada di depannya. Gibran menggenggam tangan kiri Nasha erat seolah takut Nasha akan hilang dari sampingnya. Pelayan itu kemudian mempersilahkan keduanya untuk masuk ke dalam sebuah ruangan privat yang ada di restoran.

Gibran menarik salah satu kursi yang ada di sana lalu mempersilahkan Nasha untuk duduk. Nasha mengucapkan terimakasih pada sikap manis Gibran. Gibran tentu tersenyum senang menanggapi hal itu.

Tidak lama, dua orang pelayan datang sambil membawa sebuah troli berisi makanan. Pelayan itu meletakkan masing-masing piring makanan ke hadapan Nasha dan Gibran. Begitu juga dengan minuman yang mereka bawa.

“gu–“

“Nanti. Kita makan dulu” sela Gibran saat Nasha ingin mengatakan sesuatu.

Gibran menyuruh Nasha makan dengan gerakan kepala. Hal itu membuat Nasha mengulum bibir kesal. Dia baru sadar kalau Gibran itu pemaksa. Gibran ingin semua perkataannya dituruti Nasha meski dia tau Nasha menolak mentah-mentah.

Selama sesi makan malam, tidak ada yang berniat mengeluarkan suara satu orang pun. Mereka hanya makan dalam diam. Membiarkan indra perasa mereka bahagia dengan rasa lezat makanan yang masuk ke dalam mulut.

Sebuah senyum terbit di wajah Gibran saat melihat Nasha menikmati makan malamnya. Wajar saja, selain rasa makanan di restoran ini memang enak, Nasha juga sudah pasti kelaparan setelah seharian berkutat dengan kehidupan kampusnya.

Setelah beberapa saat berkutat dalam keheningan, Nasha meletakkan garpu dan pisaunya di atas piring untuk menyudahi makan malamnya. Lalu dia meminum minuman aneh yang sudah dipesankan Gibran untuknya. Nasha tersenyum kecil. Minuman ini lumayan juga. Mungkin kapan-kapan dia bisa mencoba minuman ini lagi.

Nasha melihat Gibran yang juga sudah menyelesaikan makan malamnya. Pria itu meneguk minuman berwarna merah pekat yang Nasha yakini itu adalah wine. Gibran ternyata seperti pria kaya pada umumnya yang menyukai minuman mahal itu.

“jadi, bisa kita percepat aja? Apa yang mau lo omongin sama gue?” tanya Nasha.

“aku-kamu, Sha”

Nasha menaikkan sebelah alisnya bingung. “Hah?”

“mulai sekarang pakai aku-kamu kalau sedang berbicara dengan saya. Saya enggak suka kamu pakai lo-gue dengan saya” tegas Gibran.

Nasha mengulum bibirnya sebal dengan perkataan Gibran. “Ribet banget sih lo. Yaudah, jadi apa yang mau lo..kamu omongin sama aku? Buruan, aku udah enggak tahan mau pulang”

Gibran tersenyum kecil, kemudian memajukan tubuhnya ke arah Nasha. “lamaran kemarin”

Nasha menghembuskan napasnya lelah. “lo..kamu udah tau jawabannya. Gue..aku nolak lamaran itu”

Gibran menatap Nasha intens. “alasannya?”

“gu..aku mau tanya, umur kamu berapa?”

Gibran menaikkan sebelah alisnya bingung. “tiga puluh satu. Kenapa?”

“lihat, umur kita beda sepuluh tahun. Such a big gap. Lagian aku belum mau nikah. Aku baru dua puluh satu, masih kecil buat nikah”

“saya tidak masalah dengan perbedaan usia kita. Saya hanya ingin kamu menjadi istri saya” balas Gibran.

“kenapa? Kita bahkan cuma orang asing. Kita enggak saling kenal satu sama lain. Kenapa kamu yakin banget mau jadiin aku sebagai istri kamu? Ini enggak masuk akal” ujar Nasha tidak habis pikir dengan Gibran yang bersikukuh menginginkan dia menjadi istrinya.

Gibran tersenyum kecil. “kita pernah saling bertemu. Mungkin kamu hanya lupa”

“kapan? Kamu salah orang kali”

Gibran menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia duduki. Dia menatap Nasha sembari tersenyum lebar. Gibran pun mulai menceritakan kisah pertemuan pertama mereka yang tidak disadari Nasha sama sekali.

🌻🌻🌻


Next [5]

Diagonal HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang