[30]

1K 33 0
                                    

______________________________________

HAPPY READING
JANGAN LUPA TOMBOL ☆ NYA
______________________________________


🌻🌻🌻


“Mas, kenapa diam aja? Gimana? Enak enggak?”

Gibran mengangguk. "enak"

"Tapi kayak ada yang kurang deh” kata Nasha sambil lidahnya sibuk mencecap bumbu yang terasa kurang.

“kurang banyak, sayang. Kamu dikit banget ngasih sotonya ke saya” goda Gibran.

Kedua pipi Nasha bersemu merah saat mendengar Gibran memanggilnya sayang. Ini memang bukan yang pertama kalinya Gibran memanggil Nasha seperti itu. Tapi tetap saja Nasha selalu bersemu merah saat Gibran memanggilnya begitu.

“ih Maaass” rengek Nasha. “aku serius. Kurang apa ya? Kok beda rasanya sama punya Mama Lia”

Gibran menatap Nasha terkejut. “kamu ketemu Mama? Kapan? Kenapa enggak bilang ke saya?”

“kemaren. Aku minta diajarin bikin soto lamongan sama Mama. Kata Mama, kamu suka banget sama soto lamongan” jawab Nasha.

“kenapa?”

“apanya yang kenapa?”

“kenapa kamu mau masak soto lamongan? Saya kan sudah bilang kamu enggak perlu repot-repot masak untuk saya” ujar Gibran.

Nasha tersenyum. “Mas, aku ini sekarang udah jadi istri kamu. Walaupun  aku enggak masakin kamu tiap hari, tapi aku juga pengen bikinin kamu sesuatu. Apalagi makanan kesukaan kamu. Aku enggak bisa masak, makanya aku coba belajar pelan-pelan, dan soto ini jadi percobaan pertama. Maaf ya Mas kalau rasanya enggak enak”

Gibran mengelus kepala Nasha seraya tersenyum bangga pada istri kecilnya itu. Nasha sudah dewasa sekarang. Status sebagai istri yang disandangnya membuat Nasha semakin berpikir dewasa. Gibran tentu bangga akan hal itu.

Gibran mengecup pelipis Nasha. Dia tersenyum lebar pada istrinya. “terimakasih sayang. Kamu semakin membuat saya jatuh cinta sama kamu. Saya adalah pria paling beruntung karena memiliki kamu sebagai pendamping hidup saya”

Nasha menatap kedua mata Gibran. “aku yang harusnya berterimakasih sama kamu Mas. Kamu laki-laki sempurna di mata semua perempuan. Kamu bisa milih perempuan mana aja yang kamu mau, tapi kamu malah milih aku yang penuh dengan ketidaksempurnaan ini Mas. Harusnya aku yang bilang kalau aku adalah perempuan paling beruntung di dunia ini karena bisa menjadi istri kamu”

“kamu selalu sempurna di mata aku. Kapan pun dan dimana pun” kata Gibran penuh ketulusan.

Nasha tersenyum lebar. Matanya melirik mangkuk soto Gibran yang tersisa sedikit lagi. “Terus soto aku gimana? Apa yang kurang? Aku perlu tanya Mama lagi deh kayaknya. Rasa soto aku beda sama punya Mama”

“kamu enggak harus masak sesuatu yang rasanya persis seperti punya Mama. Kamu bisa masak sesuai yang kamu mau. Saya enggak masalah dengan itu. Apapun yang kamu masak saya akan suka” kata Gibran santai.

Nasha berdecih sebal. “halah, besok aku masakin bakso beranak kuah air laut mau?”

Gibran mengangguk membuat Nasha mencubit perut Gibran sebal.

“Maaaaas!” seru Nasha. “nanti aku tanya Bi Hani aja apa yang kurang di sotonya”

Gibran mendorong mangkuk yang ada di depannya pada Nasha. “saya mau lagi”

Nasha menaikkan dua alisnya tidak percaya. “kamu serius? Kamu enggak akan mati kan ya Mas karena makan soto ini?”

Gibran tertawa. “kalau saya mati berarti kamu juga mati. Kamu kan juga ikut makan soto ini”

Nasha mendengus sebal. Dia bangkit dari duduknya menuju kompor. Sementara Gibran yang ditinggalkan tertawa puas melihat reaksi Nasha yang selalu menjadi candu untuknya.


🌻🌻🌻

Next [31]

Diagonal HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang