[42]

815 30 0
                                    

______________________________________

HAPPY READING
JANGAN LUPA TOMBOL ☆ NYA
______________________________________


🌻🌻🌻


Nasha menyendokkan sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya. Hari ini dia meminta Bi Hani untuk membuatkannya nasi goreng sebagai menu sarapan. Entah kenapa akhir-akhir ini Nasha sering meminta dibuatkan ini dan itu kepada Bi Hani.

“BI!”

Bi Hani yang berdiri tidak jauh dari meja makan berjalan tergopoh mendekat pada Nasha. Ditatapnya wajah Nasha yang memerah menahan amarah.

“Bi! Bibi itu bisa masak enggak sih sebenarnya. Kemarin kan aku mintanya Bibi buatin aku nasi goreng yang persis kayak punya Mama. Persis Bi. Persis. Kenapa sekarang malah jadi enggak enak gini nasi gorengnya. Bibi gimana sih!” teriak Nasha marah.

Bi Hani menundukkan kepala merasa bersalah. “Maaf Nyonya. Apa Nyonya mau saya buatkan yang baru nasi gorengnya?”

“Enggak usah! Aku udah enggak selera buat sarapan gara-gara Bibi!” balas Nasha tidak kalah tingginya. Dia bahkan mendorong kasar piring berisi nasi goreng yang masih utuh itu.

Melihat Nasha yang sudah mulai kelewat kasar membuat Gibran berdeham tegas menghentikan aksi marah-marah Nasha pagi ini. Dia menyuruh Bi Hani untuk kembali ke belakang dengan gerakan kepala. Gibran menatap Nasha penuh tanda tanya. Ada apa dengan istri kecilnya ini.

“kamu kenapa teriak-teriak begitu sama Bi Hani. Kamu tau kan itu enggak sopan”

Nasha mendengus sebal. “ya kan emang Bi Hani salah Mas. Aku maunya nasi goreng kayak punya Mama, bukan rasa nano-nano kayak yang Bi Hani bikin”

“sekarang kamu minta maaf sama Bi Hani” perintah Gibran tegas.

Nasha menggeleng lalu berdiri dari duduknya. “aku enggak mau! Males banget minta maaf sama Bi Hani. Lagian aku enggak salah tau. Dah lah aku pergi ke kampus bareng Pak Hasan aja. Kamu lanjutin aja sarapan kamu”

“PAK HASAN! SIAPIN MOBIL, AKU MAU KE KAMPUS SEKARANG!” terikan super keras Nasha menggema di seluruh penjuru rumah.

Gibran dan pekerja lain yang ada di rumah ini hanya bisa menatap Nasha bingung. Sudah beberapa hari belakangan sikap Nasha menjadi aneh. Dia menjadi lebih emosional. Terkadang Nasha bisa menangis atau menjadi marah karena hal-hal kecil seperti ini. Nasha tidak akan segan-segan untuk berteriak, memaki, atau mengamuk di depan siapa saja yang menurutnya berbuat salah. Bahkan jika mengamuk Nasha dengan gampangnya melempar barang-barang yang ada di sekitar jangkauannya.

UUEEKK

Suara yang keluar dari mulut Nasha membuat Gibran spontan menoleh pada Nasha. Dilihatnya Nasha yang berlari menuju kamar mandi yang ada di lantai satu. Melihat itu, membuat Gibran berjalan tergesa menyusul Nasha.

Gibran berlutut untuk menyamakan tingginya dengan Nasha yang terduduk lemah di depan closet. Gibran mengangkat rambut Nasha yang menutupi separuh wajahnya. Dia memijit tengkuk Nasha mencoba untuk membuatnya lebih merasa baik. Nasha tidak mengeluarkan isi perutnya sedikit pun. Dia hanya merasa mual dan ingin muntah. Dirasa sudah, Gibran menggendong Nasha dan mendudukkannya di atas wastafel. Lalu membantu Nasha untuk membersihkan mulutnya.

“masih mau muntah lagi?” tanya Gibran. Nasha menggeleng lemah. “kamu enggak usah ke kampus hari ini. Kita ke rumah sakit sekarang”

“enggak. Aku harus ke kampus Mas. Aku ada jadwal aslab praktikum hari ini”

“Kamu bisa izin. Pokoknya kita ke rumah sakit sekarang” tegas Gibran.

Nasha menggeleng. “Mas aku enggak bisa. Lagian aku enggak kenapa-kenapa kok Mas. Udah ya, aku mau ke kampus sekarang. Aku udah telat Mas”

Gibran menghela napas pelan. Nasha dan sifat keras kepalanya semakin menjadi. Sebenarnya Gibran sudah sering mendapati Nasha ke kamar mandi saat fajar menjelang. Namun Nasha selalu berkilah kalau dia hanya kecapekan saja. Gibran tau, Nasha bukan kecapekan. Gejala yang dialami Nasha sangat mirip dengan wanita yang tengah hamil muda. Belum lagi semua perubahan pada sikap Nasha. Mood Nasha yang sering berubah-ubah. Bukan cuma sekali, tapi berkali-kali. Wajar bukan kalau Gibran menduga kalau Nasha tengah hamil.

Apa mungkin Nasha hamil?

🌻🌻🌻

Next [43]

Diagonal HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang