[21]

1.2K 46 0
                                    

______________________________________

HAPPY READING
JANGAN LUPA TOMBOL ☆ NYA
______________________________________

🌻🌻🌻


Nasha mendudukkan dirinya di depan sebuah meja rias yang ada di dalam kamar miliknya dan Gibran. Benar. Kemarin mereka sudah resmi pindah ke rumah baru yang dibelikan Gibran. Mereka memutuskan untuk menunda bulan madu dikarenakan kuliah Nasha dan pekerjaan Gibran yang belum bisa ditinggal.

Nasha menarik sebuah laci. Dia mengambil kotak beludru berwarna biru. Kotak yang sama dengan kotak berisi cincin berlian dari Gibran waktu itu. Nasha mengambil sebuah rantai kalung yang tersimpan di sana. Dia mengaitkan dua pengait itu pada cincin pernikahannya. Lalu memakai kalung itu di lehernya.

Nasha tersenyum kecil melihat penampilannya di cermin lebar di hadapannya. Cincin pernikahannya kini sudah menjadi sebuah kalung berkat rantai kalung yang diberikan Gibran padanya. Nasha tidak habis pikir dengan semua perhatian-perhatian kecil yang Gibran berikan padanya. Gibran memberikan rantai kalung ini agar Nasha bisa tetap memakai cincin pernikahan mereka saat ke kampus. Sebab kalau Nasha memakai cincin pernikahan mereka di jari, maka orang-orang mungkin akan bertanya mengenai status pernikahannya.

Gibran yang baru saja keluar dari walk in closet menghampiri Nasha. Dia memerhatikan penampilan Nasha dari pantulan cermin.

“kamu suka?”

Nasha mengangguk malu. Dia tersenyum lebar pada Gibran. “makasih Mas”

Gibran mengelus pelan kepala Nasha. Lalu mencium puncak kepala Nasha sayang. Gibran mengajak Nasha untuk turun dan sarapan bersama. Nasha mengangguk. Dia mengambil tote bag miliknya yang ada di atas sofa kamar. Kemudian turun ke bawah menuju dapur bersama dengan Gibran.

Nasha mendudukkan dirinya di sebelah Gibran yang duduk di kursi utama meja makan. Di atas meja makan sudah tersedia berbagai jenis roti dan selai. Nasha mengambil dua buah roti tawar lalu mengolesnya dengan selai coklat.

“Mas, hari ini aku pulang sama Pak Hasan aja ya? Aku ada rapat himpunan nanti sore”

Gibran menatap Nasha. “jam berapa?”

Nasha berpikir sejenak. “rapatnya baru mulai jam 4, mungkin baru selesai jam 6 atau jam 7”

“saya yang jemput kamu nanti” ujar Gibran.

“Aku beneran enggak boleh bawa motor lagi Mas?”

“Mobil lebih aman daripada motor”

“kalau aku bawa mobil sendiri gimana?” tanya Nasha penuh harap. “Boleh ya Mas? Masa iya aku minta kamu atau Pak Hasan jemput terus”

Gibran menghela napasnya pelan. “saya mengkhawatirkan kamu. Lebih aman kalau kamu pergi dengan saya atau Pak Hasan. Saya enggak mau bahas ini lagi”

Nasha mengerucutkan bibirnya kesal. Dia tau Gibran melakukan ini karena mengkhawatirkan keamanannya. Tapi tetap saja dia merasa kesal. Selama ini Gibran memang mengantar dan menjemputnya. Namun jika Nasha pergi atau pulang di jam yang tidak sama dengan Gibran, pria itu akan meminta Pak Hasan untuk menggantikan tugasnya.

Sampai sekarang Nasha masih belum terbiasa harus diantar jemput seperti ini. Dia bahkan sering meminta jemput di jam kuliah berlangsung agar tidak banyak teman-teman kampusnya yang melihat. Jadilah dia harus menunggu beberapa saat sebelum dijemput oleh Pak Hasan.

“udah?” tanya Gibran saat melihat Nasha yang sudah menyelesaikan sarapan.

Nasha mengangguk. Dia meletakkan gelas berisi susu yang dia minum ke atas meja.

“Kenapa enggak dihabisin?” tanya Gibran saat melihat gelas susu Nasha masih tersisa setengah.

“udah kenyang. Kamu udah selesai juga kan Mas? Kuy berangkat” ujar Nasha hendak berdiri dari duduknya.

Gibran diam dalam duduknya. Dia menatap Nasha lekat. “kita enggak akan pergi sebelum kamu habisin susu itu”

Nasha menatap Gibran memelas. “aku udah kenyang Mas”

“Bi, tolong bikinin Nasha susu lagi untuk dibawa ke kampus” kata Gibran pada Bi Hana yang berdiri tidak jauh dari meja makan.

Nasha menatap Gibran tidak suka. “Mas!”

Gibran menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Dia bersedekap santai menatap Nasha. Gibran tersenyum miring lalu menunjuk gelas susu milik Nasha dengan gerakan kepala.

“dasar nyebelin!”

Nasha meminum susu itu hingga habis dengan perasaan dongkol pada Gibran. Setelah menghabiskan susu yang tersisa, Nasha berdiri dari duduknya. Lalu berjalan cepat menuju pintu rumah. Sepanjang jalan Nasha tidak berhenti mengomel dalam hati. Gibran benar-benar sudah membuatnya kesal pagi ini.

“MAS BURUAN! AKU UDAH TELAT NIH KE KAMPUS!” teriak Nasha di depan pintu rumah.

Gibran yang mendengar itu hanya bisa tertawa. Nasha benar-benar membuat harinya menjadi lebih berwarna. Gadis itu selalu bisa menyenangkan hati Gibran dengan semua sikap menggemaskannya.

Gibran bangkit dari duduknya lalu berterimakasih pada pelayan yang sudah menyajikan makanan. Gibran bisa melihat para pelayan itu ikut tertawa saat melihat sikap kekanakkan Nasha tadi. Nasha memang bisa membuat siapapun yang berada di sekitarnya bahagia.

Gibran bisa melihat Nasha yang mengerucutkan bibirnya kesal. Dia mendelik tajam pada Gibran. Gibran menjulurkan tangannya hendak mengelus kepala Nasha. Namun niatnya itu langsung dihentikan oleh omelan Nasha.

“enggak usah pegang-pegang. Rambut aku berantakan nanti. Lagian kamu jalan lama banget sih kayak pengantin aja”

Usai mengomel pada Gibran, Nasha berjalan masuk ke dalam mobil Gibran yang sudah terparkir di depan rumah. Gibran mengekori Nasha dengan kekehan yang tidak berhenti.

🌻🌻🌻

Next [22]

Diagonal HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang