[29]

885 33 0
                                    

______________________________________

HAPPY READING
JANGAN LUPA TOMBOL ☆ NYA
______________________________________


🌻🌻🌻


Gibran mengedarkan kepalanya ke seluruh penjuru kamar. Dia baru saja selesai mandi setelah berolahraga di hari minggu paginya. Gibran meletakkan handuk yang baru saja dia pakai untuk mengeringkan rambut ke atas sofa di kamar. Dia penasaran dengan keberadaan Nasha. Biasanya di pagi Minggu seperti ini Nasha akan duduk di sofa sambil menonton serial kartun kesukaannya.

Gibran melangkahkan kakinya menuruni tangga rumah. Kepalanya dia arahkan untuk mencari keberadaan Nasha. Gibran menghentikan seorang pelayan yang lewat di depannya.

“Nasha di mana?”

“Nyonya ada di dapur Tuan” kata Pelayan itu menunjuk area dapur.

Gibran menautkan kedua alisnya bingung. Dia kemudian mengangguk dan mempersilahkan pelayan itu untuk melanjutkan pekerjaannya. Gibran melangkahkan kakinya memasuki area dapur. Dari pembatas area dapur Gibran bisa melihat Nasha sedang memasukkan bahan-bahan ke dalam panci. Di sana ada Bi Hani yang berdiri di samping Nasha.

“Bi, Bibi duduk aja di situ. Biar aku aja yang kerja, okay? Bibi lihatin aja. Nanti kalau aku salah baru Bibi bilang” omel Nasha pada Bi Hani.

“t-tapi Nyonya..”

Nasha memutarkan badannya agar menghadap pada Bi Hani dengan sempurna. Dia menatap kesal Bi Hani.

“Bi, jangan panggil Nyonya. Panggil Nasha aja. Kayaknya udah ribuan kali deh aku bilang ke Bibi masalah itu. Kalau Bibi panggil aku Nyonya itu bikin aku kedengeran tua banget Bi. Udah sekarang Bibi duduk aja, dapur Bibi aku pinjam sebentar”

“tapi Nyonya..”

Gibran tertawa pelan melihat percakapan antara Nasha dan Bi Hani yang tersaji di depannya. Gibran menarik kursi yang ada di depan meja dapur dan duduk sempurna di atasnya.

Nasha dan Bi Hani yang mendengar suara tawa Gibran refleks menoleh ke sumber suara. Bi Hani menunduk hormat menyapa majikannya. Sementara Nasha menatap Gibran terkejut.

“kenapa Mas ada di sini? Bukannya tadi lagi olahraga di atas?” tanya Nasha bingung.

Gibran mengangguk. “tadinya iya. Tapi sekarang saya di sini. Kamu lagi ngapain?”

“emangnya Mas enggak bisa lihat ya aku lagi ngapain?” jutek Nasha.

Gibran terkekeh pelan. Dia menyuruh Bi Hani untuk pergi dari area dapur. Sedangkan dia melangkah mendekat pada Nasha yang kembali fokus pada masakannya.

“udah matang belum? Saya udah enggak sabar mau coba masakan istri sendiri” tanya Gibran di samping Nasha.

Nasha berdecak kesal karena ulah Gibran yang mengagetkannya. Bukannya tadi Gibran duduk diam di belakangnya. Kenapa tiba-tiba sekarang sudah ada di sampingnya.

Nasha melirik panci berisi soto lamongan yang sedang ia buat. “bentar lagi. Kamu duduk dulu aja di sana. Nanti aku anterin sotonya”

“ini soto lamongan?” tanya Gibran tidak percaya.

Nasha mengangguk. “aku sih maunya begitu. Tapi enggak tau deh rasanya mirip soto lamongan atau enggak. Udah Mas kamu duduk aja di situ. Bentar lagi selesai kok”

Nasha mendorong punggung Gibran menjauhi area memasak. Dia mendudukkan Gibran di kursi yang tadi ia tempati. Gibran hanya bisa tertawa kecil melihat tingkah laku Nasha yang selalu bisa membuatnya tertawa.

Beberapa menit kemudian Nasha menghampiri meja yang ditempati Gibran sambil membawa semangkuk soto lamongan hasil karyanya. Dia meletakkan mangkuk soto itu ke hadapan Gibran dan menyuruh suaminya itu untuk mencobanya.

Gibran menyesap kuah soto yang ada di dalam mangkuk. Melihat hal itu membuat jantung Nasha berdebar kencang. Gibran lalu mencoba lagi soto lamongannya. Dia memakan soto itu terus menerus tanpa henti membuat Nasha yang melihatnya mendadak bingung.

“Mas, kenapa diam aja? Gimana? Enak enggak?”

🌻🌻🌻


Next [30]

Diagonal HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang