[13]

1.1K 58 0
                                    

______________________________________

HAPPY READING
JANGAN LUPA TOMBOL ☆ NYA
______________________________________


🌻🌻🌻


Langit biru terbentang indah disepanjang mata memandang. Sesekali dihiasi awan putih yang saling bergumul akrab. Tak ketinggalan sang penguasa di waktu siang juga ikut bertengger gagah di posisinya. Melengkapi lukisan indah ciptaan Tuhan yang tidak akan pernah bisa di duplikasi oleh makhluk apa pun.

Nasha memarkirkan motor matic miliknya di pelataran parkir sebuah perusahaan. Selesai merapikan diri, Nasha berjalan pelan menuju pintu utama perusahaan ini. Dia baru saja menyelesaikan kuliah tiga SKS – Satuan Kredit Semester – nya hari ini.

Nasha mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru lobby. Ada beberapa karyawan yang berlalu lalang di depan mata. Mereka nampak begitu formal dengan setelah kerja yang mereka pakai. Berbeda jauh dengan Nasha yang tampak begitu santai dengan pakaian kuliahnya hari ini. Dia hanya memakai kulot hitam dipadukan dengan kaos putih sebagai dalaman dan kemeja bergaris abu-abu sebagai luaran. Khas anak kuliahan sekali.

Nasha mendekati meja resepsionis yang ada di tengah ruangan. Dia tersenyum kecil menyapa seorang wanita muda di belakang meja resepsionis.

“Selamat Pagi. Apa saya bisa bertemu dengan Pak Gibran?” tanya Nasha sopan.

Wanita muda itu menatap Nasha dari atas ke bawah. Pandangannya menyiratkan sebuah cemoohan di sana. Belum lagi sudut bibirnya yang tertarik meremehkan Nasha. Sebagai sesama wanita jelas Nasha tau apa yang dilakukan wanita muda di hadapannya ini.

“maaf Ibu, apa Ibu sudah membuat janji dengan Pak Gibran?” wanita muda itu balik bertanya.

Nasha menggeleng pelan. “belum”

Wanita muda itu saling melirik satu sama lain dengan seorang wanita muda lainnya yang ada di balik meja resepsionis. Oh, Nasha benar-benar benci dengan cara mereka saling melirik. Nasha tau mereka mengejeknya dibalik lirikan itu.

“maaf Ibu, untuk bisa bertemu dengan Pak Gibran, Ibu harus membuat janji terlebih dahulu” kata wanita muda itu lagi dengan senyum sopan yang dibuat-buat.

Nasha mengulum bibirnya kesal melihat wanita menyebalkan di depannya ini. Ingin rasanya Nasha meninju wajah penuh kepalsuan itu. Nasha bukan kesal karena tidak bisa menemui Gibran. Nasha kesal karena sikap wanita itu yang seperti mengejek dan mencemoohnya. Apalagi senyum palsu yang baru saja dia tunjukan. Nasha ingin sekali merobek bibir itu.

Awas ya kalian berdua. Gue bakal aduin ke Gibran

“kalau gitu bisa Mbak tolong kasih tau Gibran kalau saya datang ke sini? Sebut saja nama saya, Nasha” ujar Nasha sedikit sombong.

Kedua wanita muda itu saling bertatapan lagi membuat Nasha menggeram kesal. Mereka itu tuli atau budek sih sebenarnya. Nasha tidak peduli kedua wanita itu menatap Nasha heran karena dia memanggil Gibran tanpa embel-embel ‘Bapak’.

“kalau kalian enggak bisa kasih tau dia, biar gue aja. Nomor berapa telfon kantornya?” tanya Nasha sedikit emosi.

Nasha menatap kedua wanita itu tajam mengisyaratkan mereka untuk segera melakukan apa yang dia perintahkan. Harusnya Nasha menyimpan nomor telfon Gibran dari kemarin daripada dia harus berada di situasi menyebalkan seperti ini.

“jangan ke sekretarisnya. Langsung ke Gibran” kata Nasha dingin saat wanita muda itu mengangkat gagang telfon.

Belum sempat wanita muda itu berbicara, Nasha sudah terlebih dahulu mengambil alih gagang telfon dari tangan wanita itu.

“jemput gue di lobby sekarang juga” seru Nasha pada orang di sebrang telfon.

Setelah mengatakan itu, Nasha mengembalikan gagang telfon kepada pemiliknya. Dia memutarkan badannya enggan menatap wajah orang yang sudah membuat mood nya hancur saat ini. Dia sadar ada beberapa pegawai yang memerhatikan interaksinya dengan dua wanita muda ini daritadi. Tapi Nasha tidak peduli.

Tidak berapa lama, Gibran datang dari arah lift khusus petinggi perusahaan. Dia tersenyum senang saat melihat siluet Nasha yang bersandar pada meja resepsionis. Langsung saja Gibran menghampiri Nasha.

“Sha” panggil Gibran sambil mengelus puncak kepala Nasha.

Nasha memutarkan badannya malas. Dia tertegun melihat wajah Gibran yang kelewat tampan hari ini. Belum lagi setelan jas mahal yang begitu pas di badannya. Nasha sedikit mendongak saat melihat wajah Gibran karena perbedaan tinggi mereka yang cukup signifikan.

“tumben kamu ke sini, ada apa?” tanya Gibran lagi.

“kenapa? Enggak boleh? Ya udah gue pulang aja” kesal Nasha.

Gibran tertawa lepas mendengar perkataan ketus yang keluar dari bibir mungil Nasha. Suara tawa Gibran yang cukup besar bahkan membuat beberapa karyawan yang ada di sana menatap Gibran heran. Tidak biasanya Gibran tertawa selepas ini. Gibran bukan orang yang pelit tertawa, tapi untuk tawa yang satu ini rasanya mereka belum pernah melihatnya sekali pun.

Gibran mencubit hidung Nasha gemas. “kita ke ruangan saya saja”

Gibran menggenggam tangan Nasha erat. Menuntun Nasha menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai tempat ruang kerjanya berada. Tapi sebelum benar-benar meninggalkan meja resepsionis, Nasha menatap tajam ke arah dua wanita muda yang sudah membuatnya kesal tadi. Dia menyiratkan ancaman ditatapan itu. Nasha akan membuat mereka menerima akibatnya karena sudah mencemoohnya seperti tadi.

🌻🌻🌻


Next [14]

Diagonal HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang