Raquel’s POV
“Niel, kenapa pulang terlambat? Kau bahkan tidak memberi kabar sama sekali.” Mom yang menyambutku menatap dengan bingung. “Darah? Apa kau terluka, Sayang?”
“Tidak, Mom. Ini … darah teman.” Mom menatapku dengan tajam, seperti meminta penjelasan lebih rinci. “Rachelle mengajakku makan es krim bersama satu anak lagi. Dia menghalau perampok di toko itu, tidak sengaja dia ikut terluka.”
“Siapa namanya? Apa latar belakangnya? Bagaimana kau bisa kenal dengannya? Dan kau masih dekat dengan Rachelle? Mom kan sudah bilang, siapa saja selain dia! Kau sendiri yang berkata ….”
“Mom, cukup!”
Atas perintahku ini, mom akhirnya diam. Matanya menunjukkan amarah, tapi dengan cepat dia menggantikannya dengan sebuah senyuman. Ini tidaklah asing bagiku, ini adalah keseharianku di rumah ini. Mungkin jika aku anak kandung mereka, mereka akan bisa lebih menyayangiku. Walau begitu, mereka jauh lebih menyayangiku daripada keluargaku yang sebelum-sebelumnya, mereka sama sekali tidak menghargai diriku.
Mom meletakkan tangannya di pipiku dan mengelusnya beberapa kali sebelum menarik tanganku untuk mengikutinya masuk. Mom mendudukkanku di sofa sebelum pergi dan kembali dengan segelas teh hangat. Andai aku bisa menikmati teh ini dengan nikmat, sayangnya aku tau akan ada banyak pekerjaan yang menungguku bersamaan dengan datangnya teh ini. Kebaikan seseorang selalu harus dibayar, bukan?
“Bisa kau jelaskan bagaimana kejadiannya secara rinci?”
“Maaf, Mom, tapi aku harus membantu Rachelle.”
Mata mom berkedut ketika nama Rachelle lagi-lagi kusebut. Tapi bukannya marah, mom berusaha untuk menyunggingkan sebuah senyum kepadaku. Mom menganggukkan kepalanya dan memberi gelas teh itu kepadaku. Dia langsung bangkit dan membuatku ikut bangkit bersamanya. Tatapannya seperti ingin mengatakan kalau aku sudah tidak diperlukan lagi.
Berusaha menjadi anak yang baik, aku mengikuti permintaan mom dan masuk ke dalam kamar tidurku. Kuletakkan gelas berisi teh di atas nakasku dan kuletakkan tas sekolah yang masih tersampir di pundakku pada single sofa yang ada di kamarku. Masih dengan seragam, aku merebahkan diri di samping tas sekolahku. Mengambil bantal dan meletakkannya di atas ranselku.
Sebelum mataku sempat menutup, aku memutuskan untuk mandi dan mulai mengerjakan semua tugas sekolahku. Teh yang aku bawa kutinggalkan sampai dingin. Aku tidak pernah suka makanan atau minuman yang panas, mungkin karena alasan ini juga orang-orang menjulukiku sebagai ice queen. Ke mana pun aku pergi, aku selalu membeli yang dingin, termasuk makanan berkuah. Aku akan menunggu sampai sudah tidak panas lagi.
“Akhirnya lu nelepon juga! Gua udah mikir lu ganti pikiran buat ngajarin gua tau! Mau dari mana nih?”
“Bebas.” Kali ini aku membaringkan diri di kursi beroda. Berputar beberapa kali sembari mendengarkan ocehan Rachelle sebelum membuka buku pelajaran. “Soal-soal udah lu kerjain?”
“Baru setengah,” keluh Rachelle. “My Lord, bantu saya menyelesaikan soal-soal ini.”
“Apa sih?!”
Lagi-lagi Rachelle hanya terkekeh sebagai jawaban dari ucapanku ini. Awalnya kami hanya bercanda sebelum serius mengerjakan soal-soal yang ada. Rachelle sendiri merupakan anak yang pintar, dia hanya malas, tidak jauh berbeda dengan Olivia. Namun olivia tidak sepintar Rachelle, dia harus belajar keras untuk nilai yang bagus. Rachelle sendiri lebih pintar dari Kiara, tapi nilainya sering berada di bawah anak itu.
Keluarga Rachelle tidak pernah memikirkan tentang nilai, yang paling penting mereka utamakan adalah sikap. Tapi dibalik itu semua, ada hal yang sampai sekarang Rachelle tutupi. Bahkan dia tidak pernah bercerita kepadaku. Kemisteriusannya inilah yang sering membuat Mom tidak ingin aku berada dekat dengannya. Alasan ini dan beberapa hal yang aku sendiri tidak mau ingat sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scars To Your Beautiful {END}
Teen FictionEveryone has a story that they never tell others, even the closest person Tidak semua orang akan bertahan hidup dengan penuh tekanan, tidak terkecuali mereka. Tuntutan yang dimiliki oleh setiap manusia akan mengubah sikap setiap orang. Keinginan unt...