12. Terbiasa

1.9K 315 179
                                    

"Tolong, Ra. Tinggal sedikit lagi"

Tak ada jawaban dari Lera. Gadis itu masih terlarut dalam kesedihan nya. Tentang perlakuan ayah nya dulu dan tentang masa lalu yang sangat indah membuat Lera semakin terluka.

Entah apa yang harus Lera katakan kepada Kenath. Tentang terlalu merepotkan laki-laki itu selalu terbesit jelas di benak gadis itu.

Menangis dalam diam sangat menyakitkan. Bahkan kalau harus berpura-pura tegar seakan-akan tidak terjadi apa-apa itu jauh lebih menyakitkan.

Hati gadis itu semakin retak hari demi hari. Semakin hancur tak terbentuk seperti semula lagi. Hanya berharap akan indah pada waktu nya adalah jalan satu-satu nya untuk Lera bertahan lebih lama lagi. Walaupun kata-kata itu kata penyemangat yang bersifat sementara.

"Ra. Jawab! Kamu masih di sana kan? Memang nya ada apa sampai kamu berpikir terlalu tinggi seperti itu? "

Lamunan Lera seketika lenyap saat mendengar suara khawatir Kenath dari sebrang sana. Lera menghapus jejak air mata nya secara perlahan.

"Nggak. Nggak ada apa-apa," ucap Lera yang masih sedikit terisak.

Ia mulai menerbitkan senyum pahit yang ia miliki untuk menutupi kesedihan selama ini, agar merasa sedikit lebih tenang.

Tutttt

Telfon di matikan secara sepihak oleh Kenath. Lera hanya tersenyum memandang layar ponsel nya. Kemudian mulai meneguk teh hangat yang tadi ia letakan di sisih nya.

Dalam pikiran gadis itu, mulai sekarang ia harus mandiri. Menahan sakit seperti ini sudah sangat terbiasa bagi Lera. Walaupun rasanya sangat sakit tapi Lera harus melawan nya.

Dengan raut wajah yang dingin tanpa melihat kan luka yang sebenarnya adalah keahlian dari seorang Lera Dandelion Grissham.

Gadis itu masih menatap nanar langit-langit yang mulai mendung. Lera menghela nafas kecewa karena kali ini bintang tidak bisa menemani nya lebih lama lagi. Bintang harus lenyap tertutup awan gelap.

"Leraaa!" teriak seorang Laki-laki dari bawah sana.

Gadis itu terkaget dan langsung berlari keluar kamar. Tak di sangka ia mendapati Kenath yang masih mengenakan Kolor berwarna hijau memandang sekitar dengan panik nya.

Secepat itu Kenath datang? Ya karena rumah Lera dan Kenath hanya terhalang rumah yang ada di tengah-tengah, di antara rumah Kenath dan Lera.

"Kolor?" gumam Lera sedikit terkekeh melihat tingkah Kenath.

Lera melambai dari atas dan langsung di sadari oleh laki-laki itu. Tanpa pikir panjang Kenath berlari secepat kilat menaiki tangga dan memeluk erat tubuh Lera.

Lera sangat bersyukur walaupun tak ada seorang ayah yang menjadi pahlawan untuk Lera. Kini Lera memiliki seorang sahabat yang siap menjaga gadis itu 24 jam sekaligus.

"Kamu kenapa? nelfon tapi dalam keadaan nangis," ucap Kenath saat mulai melepaskan pelukan nya.

Lera masih terlihat terkekeh pelan memandang laki-laki itu dengan tatapan aneh.

"Khawatir boleh, tapi masa ke sini pake kolor Kent," tawa Lera pecah.

Kenath memandang ke arah celana kolor hijau yang di kenakan sekarang. Laki-laki itu menepuk jidat nya pelan

"Kolor warna hijau lagi," ucap Lera tak bisa membendung tawa nya.

"Nama nya juga khawatir, Ra."

"Seperti ucapan aku tadi, khawatir boleh tapi gak harus pake kolor juga kali Kent."

"Cih," Kenath mendecak pelan lalu tertawa bersama Lera. Kini rumah yang hening menjadi ramai karena suara tawa mereka berdua.

Pukul delapan malam. Lera dan Kenath duduk di sofa sambil menonton tv. Dengan sengaja Lera bersender di pundak milik Kenath. Itu sudah terbiasa terjadi.

Hujan turun dengan lebat nya. Sesekali petir menggelegar membuat Kenath bergidik ngeri. Memang laki-laki itu agak sedikit takut dengan petir.

"Masih takut saja sama petir?" tanya Lera. Kenath hanya mengangguk.

"Sudah besar masih saja takut," ejek Lera lagi yang membuat Kenath menegak kan postur duduk nya.

"Kan kamu tahu sendiri, Ra."

"Iya tahu, tapi kamu gak berubah Kent."

"Gak akan pernah berubah Ra. Aku masih sama dengan Kenath sepuluh tahun yang lalu."

"Iya iya percaya," ucap Lera sambil tersenyum. Kenath membalas senyum an Lera.

Lera berdiri dari duduk nya. Dengan gerak cepat Kent menahan tangan Lera dan menggenggam tangan gadis itu kuat.

"Mau kemana?"

"Ambil cemilan di dapur."

"Gak usah. Biar aku saja."

Lera hanya memberi kode 'Ok' tanpa bersuara. Sedangkan Laki-laki itu beranjak dari duduk nya dan berjalan menuju dapur.

Jarak ruang keluarga Lera dengan dapur cukup jauh. Apalagi keadaan rumah Lera sangat sunyi sepi. Kadang Kent bergidik ngeri saat ingin berjalan menuju dapur saat ini. Jika ia jadi Lera mungkit sudah lari terbirit-birit karena takut.

"Kenapa rumah Lera jadi ngeri kayak gini?" gumam Kent. Sesekali ia kaget dengan bayangan hitam milik diri nya sendiri.

Kenath membuka kulkas besar yang ada di hadapan nya. Mengambil beberapa cemilan dan susu kotak rasa coconut milk kesukaan Lera.

Serasa sudah puas dengan beberapa cemilan yang sudah memenuhi tangan nya. Laki-laki itu berjalan agak sedikit lari ke ruang keluarga.

Baru berjalan sekitar sepuluh meter. Mata Kenath tertuju pada satu titik yaitu kain putih yang melayang persis di depanya. Dengan penuh rasa takut tapi berani laki-laki itu mendekat.

Happpp

Kenath bernafas legah ketika tahu kain itu hanya lah sebuah kain biasa yang sedang melayang .

Tunggu, melayang? Mata Kenath kembali tertuju pada kain putih itu lagi.

Kenath meneguk saliva nya,
"SETANNNNN!!" teriak Kent berlari secepat kilat.

Kenath terduduk meringkuk bersembunyi di belakang Lera. Gadis itu cuma menatap sahabat nya dengan tatapan aneh.

"Kenapa?" tanya Lera penasaran.

"Ada setan."

"Mana?"

"Di dapur kamu, Ra."

"Masa sih?" jawab Lera enteng.

Kenath hanya mengangguk ketakutan di belakang punggung Lera.

Rasa tidak percaya. Gadis itu berdiri dari duduk lalu berjalan ke arah dapur.

"Mau kemana?" cegah Kenath.

"Mau lihat setan," jawab gadis itu sepolos mungkin.

"Gak usah, serem setan nya."

"Mau lihat seserem apa setannya."

"Seserem muka mantan, Ra."

Lera memutar bola matanya, "Kamu gak punya mantan Kent."

Kenath hanya diam memikirkan apa yang barusan laki-laki itu ucapkan.

Melihat tingkah Kenath yang semakin ketakutan Lera terkekeh pelan. Menepuk pundak laki-laki itu dengan halus.

Sungguh laki-laki itu tidak ada berubah nya sama sekali dari dulu. Saat Lera pertama kali bertemu dengan Kenath dan sampai sekarang.

"Sudah gak apa-apa," ucap Lera menenang kan Kenath.

Kenath hanya mengangguk ia meletakan beberapa cemilan yang masih ia bawa. Selebih nya mungkin terjatuh saat Kenath lari terbirit-birit.

Alo alo author update. Tolong yang suka sama cerita ini kasih vote dong biar gua makin semangat ngelanjutin part nya.

Selebih nya gua gak tau mau ngetik apa. Tapi intinya gua di sini seneng ngelanjutin cerita ini karena kalian.

Makasih atas dukungan nya guys.

AIR MATA LERA 💦 [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang