24. Hidup gelap.

1.7K 221 104
                                    

" Dunia masih sama saja, masih gelap dan pekat. Tanpa ada penerangan sang penolong, hanya saja, secerca sinar harapan masih jauh dari pandangan. "

~ Lera Dandelion Grissam ~

Jam telah menujukan pukul enam pagi. Sudah ada tiga hari semenjak kepergian Monica. Lera menjadi gadis yang lebih cuek lagi. Enggan untuk berbicara tersenyum pun sekarang jarang.

Gadis itu lebih suka mengurung diri di dalam kamar. Tawa sudah hilang dari jati diri nya. Pasal nya, sejak hari itu Kenath pun sudah tidak mengunjungi Lera lagi.

Bertatap muka saling menyapa saja tidak ia dapat kan dari laki-laki itu. Lera mengambil ponsel nya di atas nakas.

Seperti rumah nya, ponsel nya pun sepi tidak ada telepon atau sms dari Kenath. Kali ini Lera benar-benar tidak bisa bergantung pada orang lain lagi.

Dua hari lagi ia akan pergi mengunjungi nenek nya di Bandung . Semoga ia bisa damai di sana walaupun hanya beberapa hari saja.

"Non Lera," panggil Bi Menir dari balik pintu. Seperti hari-hari biasa Lera hanya diam memandang pintu dengan tatapan nanar.

"Bibi taro di sini ya makanan nya," ucap Bi Menir lagi.

"Jangan lupa makan non, nanti Tuan Arnes marah."

Ucapan itu terakhir sebelum Bi Menir benar-benar meninggal kan pintu depan kamar Lera.

Serasa sudah sepi Lera membuka pintu kamar nya, terdapat beberapa makanan dan susu coklat hangat di atas nampan. Lera membawa nampan ke dalam kamar nya.

Menikmati santapan kali ini di atas balkon memandang Langit yang mendung. Lera menyantap roti isinya.

Gadis itu teringat pada Monica lagi. Menerima kepergian sang ibu sangat berat bagi Lera. Lera mulai terisak tangan nya mengepal kuat.

"Mama. Lera harus bercerita dengan siapa lagi? Semua orang pergi ninggalin Lera," ucap gadis itu sendu.

"Mama tahu? Lera kali ini benar-benar sendiri. Tapi Lera tahu Tuhan bersama Lera sekarang." Senyum pahit terpaksa terbit dari sudut bibir nya.

"Mereka," Lera menjeda perkataan nya. "Mereka sekarang benar-benar pergi dari kehidupan Lera, termasuk ayah."

Air mata tanpa di minta saja sudah mengalir  deras. Gadis itu tidak tahu harus berbuat apa. Hatinya benar-benar sakit.

Entah seberapa sakit Lera menggambar kan rasa sakit nya. Mungkin sudah merasa sakit level tinggi.

Lera tahu air matanya mungkin akan terjun dengan sia-sia tapi dengan memendam rasa sakit di hatinya sendiri itu sangat menyakitkan bukan?

Semenjak hari kematian sang ibu gadis itu tak ingin menemui seseorang lagi, toh mereka juga mungkin lupa dengan Lera.

Lera berpikir sejenak ia akan pindah ke bandung saja dari pada di sini. Bertahan hidup dengan orang-orang yang Lera kenal tapi sudah menganggap Lera tidak ada.

Sudah sekitar empat hari gadis itu tidak berangkat ke sekolah. Benar tidak ada yang mencari nya. Beda dengan dulu saat Lera tak ada kabar Kenath sangat panik mencari Lera. Hh sangat lucu.

Lera berdiri, berjalan menuju kasur nya lalu meletakan piring dan gelas yang sudah kosong di atas nakas.

Ia membaringkan tubuh nya menatap langit-langit kamar dengan tatapan sayu.

Lera mengingat akan suatu hal, dengan segera gadis itu mengambil ponsel di atas nakas. Memeriksa grub line sekolah nya.

Seperti biasa perbincangan soal video dan meninggal nya mama Lera menjadi topik hangat di grup line sekarang.

AIR MATA LERA 💦 [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang