36. Lera Pergi?

2.6K 245 30
                                    

Langit hari ini tanpak mendung. Tapi, sepertinya mendung kali ini hanya singgah untuk sementara, tanpa kepastian untuk menurunkan hujan. Angin dingin memaksa masuk dari celah jendela yang terbuka, begitu menusuk kulit jika ia lewat.

Kenath merasa tidak nyaman, perasaanya tiba-tiba tidak enak ketika memikirkan Lera. Apa disana sedang baik-baik saja? Atau bahkan sebaliknya?

Dalam keramaian Rooftop, Kenath hanya berdiam diri sesekali menikmati Milk shake rasa coklatnya. Memandang langit gelap diluar sana sambil bertopang dagu di meja. Disamping nya ada Dion dan Arlan yang tengah sibuk bermain game. Dua bocah itu kalau sudah bersatu pasti tidak jauh-jauh dari kata 'Game'

Laki-laki itu menghela napas panjang, mengaduk Milk shake nya lalu meminum habis tanpa sisa. Biasanya, kalau cuaca seperti ini menandakan situasi tidak baik-baik saja. Itu yang masih terbesit diotak Kenath sekarang.

Sial! Perasaanya berkecamuk ia khawatir setengah mati. Tapi, detik itu juga ada panggilan dari Ardo. Kenath mengambil ponsel di atas meja, lalu mengangkat telfon dari Ardo.

"Halo, Bang. "

Terdengar suara panik di sana, Ardo seperti sedang menangis . Mendengar nada suara Ardo yang panik, Kenath menegakan badanya mendengar dengan serius apa perkataan Ardo.

"Lera... Lera kritis Kent. Mbak Veronica menusuk Lera dengan Belati."

Deg

Jantung Kenath serasa terhenti saat itu juga, laki-laki itu diam tak mengatakan sepatah katapun, sedangkan situasi dari seberang sana sedang tidak baik-baik saja. Lera? Kritis?

Kenath mengepalkan tanganya kuat, menahan agar air mata tak mendarat. Firasatnya kali ini benar,  Lera dalam masalah besar. Jika hujan datang artinya dia sedang menangis. Jika mendung datang tanpa menurunkan hujan itu artinya Lera dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Entah kenapa semesta begitu berpihak pada gadis itu, seakan mereka ada pada satu raga dan satu jiwa.

"Bang, tunggu aku akan kesana."

Serasa di hujam ribuan jarum yang menusuk hati Kenath. Sangat perih. Pandangan Kenath sejenak linglung. Veronica? Benar-benar wanita itu!

Dengan perasaan kacau Kenath meraih jaket yang tergantung dikursi lalu beranjak pergi.

"Kent! Mau kemana?" Teriakan Dion seketika di anggap tuli oleh laki-laki itu.

Dion memandang Arlan bingung sekaligus panik, muka Kenath tadi mengisyaratkan kalau ada masalah besar.

Ardo frustasi ia nampak mondar mandir dari ruangan IGD. Tapi, sudah dua jam dokter tidak keluar, didalam sana dokter dan suster masih berkutik dengan tubuh kritis Lera. Pintu ruangan IGD juga sampai sekarang belum terbuka.

Tak lama kemudian, dokter keluar dengan wajah pasrah. Ardo yang tahu dokter sudah keluar dari ruangan IGD langsung gencar menghampiri nya.

"Dokter bagaimana keadaan ponakan saya?" Ardo mulai memberanikan diri untuk bertanya dengan suara yang lirih.

Tapi, alih-alih menjawab dokter itu hanya menatap Ardo dengan tatapan iba. Tatapan itu dengan perlahan membuat jantung Ardo seakan-akan tengah diremat kuat sampai-sampai rasanya ia kesulitan untuk bernapas.

"Bisa bicara sebentar? Mari. "

Pria itu melangkah, menggiring Ardo kedalam sebuah ruangan di ujung koridor. Tidak terlalu jauh dari IGD. Hanya berjarak beberapa meter saja.

"Silahkan. " Dokter meminta dengan sopan.

Ardo menurut untuk duduk dalam kegamangan. Walaupun berat Ardo harus menerima atas segala hal buruk yang mungkin saja terjadi.

AIR MATA LERA 💦 [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang