Sudah seminggu lamanya Raviella tidak sadarkan diri. Duke Yiellamir dengan segala kecemasan nya murka tak tentu arah entah apa masalahnya. Mungkin karena tak sadarkan dirinya Raviella atau marah akan dirinya yang seakan merasa bukanlah ayah yang baik.
Kata 'papa' yang diucapkan Raviella untuk pertama kalinya setelah 5 tahun ketidakpedulian nya terhadap putrinya tersebut seakan menghantam relung hatinya yang terdalam. Menyesal karena seolah acuh dan tak mempedulikan putri satu-satunya itu dengan tak pernah menunjukkan sekali pun wajahnya tersebut kepada sang anak. Ayah macam apa diri nya yang tega menelantarkan gadis kecil berusia 5 tahun tanpa satu kasih sayang orang tua.
Pantaskah dirinya menjadi seorang ayah dari malaikat kecil yang tengah terbaring dengan wajah pucat dan ketidak berdayaannya itu? Masih pantaskah dirinya dipanggil ' papa' dengan penuh cinta ketika itu. Dirinya rasa seperti ayah yang tidak berguna . Lelaki bajingan yang pengecut yang hanya mampu bersikap acuh tak acuh kepada putri kandungnya sendiri karena berspekulasi penyebab kematian sang istri adalah akibat lahirnya buah hati mereka?
Lalu untuk apa perjuangan istrinya itu? Ia rela mempertaruhkan nyawa hanya untuk melihat kehadiran putrinya kebumi? Sebelumnya, bukankah ia juga begitu menanti-nanti hari itu? Lantas apa yang ia lakukan? Dengan tidak waras nya, ia malah mengasingkan gadis mungil itu.
Raviella killakiell Yiellamir , nama yang tersemat indah dalam diri gadis mungil dihadapannya ini. Nama yang jauh-jauh hari ia persiapkan bahkan sebelum malaikat kecil ini hadir di dunia. Menatap sendu sang putri, dirinya kini hanya penuh dengan rasa penyesalan.
Penyesalan yang menyesakkan.
" Kapan putriku akan bangun?" Ucap Killieus dengan nada tinggi.
" Jika terjadi sesuatu pada putrinya, kalian akan menghadapi maut saat itu juga" ancam nya.
Semua dokter yang berkumpul dalam ruangan tersebut tertunduk takut, entah apa yang akan terjadi pada mereka. Jelas sekali nyawa mereka akan terancam.
" Dokter tidak berguna" umpatnya dengan nada tajam dan suara yang menciptakan hawa gelap disekitaran para dokter.
Para dokter pun secara otomatis semakin menundukkan kepala mereka, seolah jika mereka menatap wajah Duke maka kematian akan langsung menghampiri detik itu juga.
Menghela napas
Entah untuk keberapa kalinya Killieus melakukan hal itu, mungkin apabila dihitung sudah ratusan kali ia menghela napas.
Selama 4 hari terakhir ia tidak tidur. Takut jika ia sedikit saja memejamkan mata, maka putrinya akan hilang. Sudah puluhan dokter diseluruh penjuru kekaisaran Alukhasian ini datang ke kastil dan sudah puluhan dokter juga yang kini sedang dalam masa tahanan karena mereka tidak mampu menyadarkan putrinya yang tertidur dengan wajah pucat nya itu.
" Jika putriku besok masih belum saja bangun–"
Semua orang yang berkumpul dalam ruangan itu berdiri dalam keadaaan mematung . Menelan ludah namun tidak ada satupun air ludah nya itu keluar, seolah mengering tanpa meninggalkan jejak.
" Bersiap-siaplah kepala dan leher kalian tidak saling menyatu lagi"
"..."
" Tinggalkan ruangan ini" Killieus berucap mengusir.
" Izin kami yang mulia" ujar semua orang sembari membungkukan punggung mereka kemudian berbalik arah menuju pintu keluar ruangan.
Suara beberapa langkah kaki terdengar meninggalkan ruang. Killieus lagi dan lagi menghela napas. Menatap putrinya dengan wajah sendu, tangannya bergerak mengelusi surai hitam rambut putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead Juga Ingin Bahagia
Fantasy[ historical fiction - fantasy romance ] Mimpi yang muncul disela malam tidurnya membuat ia muak. Mimpi buruk yang menakutkan mengaharuskan dirinya menjaga sikap. Tidak boleh boleh berlaku seenaknya dan tidak boleh mengharapkan kasih sayang. Karena...