SLJIB - 3

23.6K 2.8K 37
                                    

Hosh...hosh...hosh...

Astaga rasanya jantung Raviella akan mendobrak keluar dadanya. Ia tak menyangka akan bertemu sang ayah seperti ini. Dalam mimpi nya ia akan berhadapan dengan sang papa ketika usia sudah menginjak awal remaja, sekitar usia 13 tahun.

Lalu mimpinya itu hanya bunga tidur belaka? tetapi mengapa rasanya itu seakan nyata.

Papanya digambarkan sebagai sosok yang dingin tak tersentuh semenjak kepergian sang isteri, dan itu disebabkan olehnya. Papanya pasti membenci diri, ia paham seharusnya ia tak dilahirkan dan mungkin papanya dan saudara laki-laki nya akan hidup berbahagia bersama bersama sang mama jika ia tak lahir.

Tersenyum tipis ketika pemikiran tersebut menghantam jantung.

Benar, seharusnya ia tidak perlu dihadirkan jika pada akhirnya ia akan mati dengan tragis. Menyebabkan reputasi keluarga nya hancur hanya karena putri tak berharga sepertinya.

" Nona !"
Terlihat dari dari sana Marie berlari terpogoh- pogoh menghampirinya dengan raut wajah khawatir.

"Malie?" Raviella menatap wajah itu dengan mata yang dipenuhi air mata yang akan tumpah.

"Nona kenapa? ... Astaga kenapa wajah anda pucat" ujar Marie ketika ia tepat berdiri dihadapan. Mata dan tangan nya sibuk meneliti setiap ujung tubuhnya, memastikan ia tak terluka .

" Malie..."  Air matanya jatuh

" Aku ...hik-s "

" Aku.." tangan mungil montoknya ia gunakan untuk mengelap ingus.

Pipinya yang putih seputih susu kini tampak seperti kulit orang yang mati, begitu pucat sehingga Marie sangat khawatir akan keadaannya.

" Nona, Nona kenapa ? Katakan pada saya ada apa?"

" Ada yang sakit kah? Ada apa nona katakanlah"

Marie ikut menangis karena saking takut nya ia. Ia kawartir  terlah terjadi sesuatu kepada nonanya.

" Cakit ...Malie ---hiks ..hiks" mata Raviella tak bisa berhenti menangis.

" Dicini---" menunjuk sebelah kiri dadanya , memukul-mukul dengan tangan mungilnya.

" Dicini cangat cakit -malie..hiks" terus memukul-mukul dadanya hingga membuat Marie terisak semakin keras.

" Papa...tadi-- Viel bertemu papa"

Raviella menceritakan kejadian yang dialaminya tadi. Berjongkok dan menelungkupkan kepalanya dibalik kedua tangannya yang tengah memeluk lutut nya takut.

Ia benar-benar takut tadi...

Ia trauma

Mendengar hal itu Malie sempat terbelalak. Ia tau betul jika sang nona belum pernah bertemu dengan sang ayah, dan bertingkah kasar dan semacamnya untuk menarik perhatian keluarga nya. Ia tau bagaimana sakitnya sang nona ketika semua usahanya tak ada satupun yang berhasil dan berakhir menyerah.

Lalu, apa yang dilakukan sang Duke sehingga menyebabkan sang nona menangis terisak-isak seperti ini. Apakah Duke menampilkan perilaku dingin dan kata-kata tajam nya itu pada putrinya sendiri yang kini masih berusia 5 tahun?

Kepala Marie terus menduga-duga penyebab sang nona menangis sembari memeluk erat bayi itu, tak sadar bahwa sang nona telah jatuh pingsan.

Setelah beberapa lama hanya ada keheningan, Marie tersentak lalu melihat keadaan sang nona yang kini jatuh pingsan dengan wajah yang begitu pucat.

Marie berteriak meminta bantuan sembari menangis. Ia tidak tega melihat Sanga nona dalam keadaan lemah seperti ini , ia lebih memilih sang nona  ketika berperilaku kasar ketimbang sang nona yang kini jatuh pingsan dan tak berdaya.

Seorang kesatria datang menanyakan apa yang terjadi pada sang nona. Marie hanya dia sembari menangis.

" Kumohon tolong bantu nonaku...nanti saya akan menjelaskan jika kami telah sampai di kastil"

Kesatria tersebut mengangguk, dan membawa sang nona menuju kastil.

Sesampainya dikastil seluruh penghuni kastil tampak heboh ketika melihat keadaan nona mereka. Seluruh penghuni kastil tampak sangat sedih ketika Marie menjelaskan kronologi kenapa sang nona jatuh pingsan.

Memanggil seorang dokter , mereka berbondong-bondong menanyakan perihal keadaan sang Nona .

" Bagaimana keadaan nona kami dok?" Ujar kepala pelayan.

" Nona kami tidak kenapa-kenapa kan dok?" Kali ini bagian Marie yang bertanya.

Semua penghuni kastil berbondong-bondong mengajukan pertanyaan. Dengan sabar sang dokter menjelaskan secara bertahap.

" Keadaan nona saat ini disebabkan karena suatu keadaan mental , apakah nona mempunyai suatu trauma tertentu?"

Semua orang menggeleng, akhir-akhir ini nonanya tampak bahagia dan tidak ada beban, namun setelah pertemuan nya dengan Duke keadaan nonanya jadi seperti sekarang.

" Nona kami akhir-akhir ini berhenti melakukan hal-hal untuk menarik perhatian Duke dokter" kepala pelayan berbicara.

Sang dokter mengangguk dan kepalanya kembali menganalisa.

" Lalu tadi sebelum pingsan, nona menangis karena bertemu sang Duke dokter" ujar Marie.

"Apakah itu baik-baik saja dokter?"

" Nona akan sembuh kan dokter?'

Marie terus mengajukan pertanyaan dan terus memohon untuk menyembuhkan sang nona.

" Seperti nya nona Raviella memiliki ketakutan terhadap Duke nyonya" ucapnya kepada Marie dan seluruh pelayan .

" Tapi nona kami baru pertama kali melihat wajah Duke, tidak mungkin juga sang Duke melakukan kekerasan terhadap putrinya sendiri apalagi Duke tidak menunjukkan minat tertentu kepada nona dokter." Ucap kesatria yang telah memangku dan membawa Raviella dari taman.

" Saya tau, Duke tidak mungkin seperti itu sir Ian !" Ucap dokter

" Tapi mungkin nona takut terabaikan. Seperti apa kata sir Ian tadi, Duke tidak menunjukkan ketertarikannya pada nona."

" Nona takut mungkin ayahnya akan terus mengabaikannya".

Dokter telah selesai menjelaskan keadaan sang nona dan apa saja yang harus mereka lakukan untuk sang nona. Memberikan resep obat dan kemudian pamit unjuk diri.

Semua menatap cemas menunggu kesadaran sang nona kembali. Mereka bergantian menjaga Sang nona siang dan malam.

Tak terasa sudah 3 hari nona Meraka tak sadarkan diri. Mereka berharap-harap cemas dan memanggil dokter kembali.

Namun, dokter tak membantu apa-apa. Dokter hanya bilang jika trauma sang nona tampak berat. Sehingga mungkin alam bawah sadarnya menyuruh sang nona untuk beristirahat sejenak dan melupakan semua ketakutannya.

Kabar tak sadarkan diri Raviella terdengar oleh Killieus, pria tersebut murka karena para pelayanan  dan kesatria tidak membetahukan kabar tersebut. Killieus mencambuk semua pegawai yang dianggapnya telah lalai menjaga putrinya.

Ia memerintahkan kepindahan Raviella untuk dipindahkan dan dirawat dikamar nya dan memanggil semua dokter dan penyihir Sanga di seluruh kekaisaran.

Kabar tersebut cepat menyebar hingga ke setiap penjuru kekaisaran. Mereka terus membicarakan sikap Duke yang telah berubah.

Mereka berpikir, bukan kan seorang Killieus Yiellamir seorang Duke of Yiellamir itu membenci kehadiran putrinya itu. Kabar itu pun sampai di telinga Rikeill, saudara laki-laki Raviella.

Rikeill, pria berusia 13 tahun itu memutuskan kembali ke rumah dari studinya . Ia akan melihat keadaan adik perempuannya itu, apakah dia baik-baik saja? Dan perubahan apa saja yang terjadi pada ayahnya itu.

Namun , sebelum pamit ia harus meminta izin terlebih dahulu kepada pangeran mahkota. Ia sahabatnya sekaligus asisten pribadinya. Ia kan meminta izin untuk beberapa bulan kedepan. Semoga keadaan adik itu baik-baik saja.

Tbc...

 Second Lead Juga Ingin BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang