Chapter 4

53 23 1
                                    

Layar monitor terus saja memperlihatkan pengunjung "Rumah Khayalan" milik Yuki. Setiap hari, penikmat buku dan rumahnya semakin bertambah. Membuat Yuki tak pernah berhenti berterimakasih kepada kekasihnya yang terus saja mendukung apa pun yang ia impikan.

Senyumnya merekah saat pintu ruangan pribadinya terbuka dengan Dion yang berdiri di ambang pintu. "Dion!" ujarnya sembari turun dari tempat duduk dan berjalan setengah berlari menghampiri Dion.

Dion melangkah maju dan pintu tertutup otomatis. "Merindukanku hemmm?" tanyanya sembari merentangkan kedua tangannya.

Yuki memeluk Dion erat, sudah tiga minggu mereka tidak bertemu dan sekarang Dion berdiri di hadapannya, bagaimana bisa ia membiarkan tubuh itu kedinginan. "Sangat merindukanmu!" ujarnya dengan kepala yang bersandar di dada bidang Dion.

"Udah makan?" tanya Dion sembari mengelus rambut Yuki.

"Belum!" Yuki menggeleng dalam pelukan Dion.

"Kita makan yuk!" ajak Dion. Ia menekan tombol merah yang tak jauh dari tempat mereka berdiri tanpa melepas pelukannya.

Tubuh mereka dibawa turun ke lantai bawah tanah. Tempat yang menjadi jalan pintas bagi Yuki untuk kabur saat tidak ingin menyapa penggemarnya. Ruangan dengan gaya yang lebih modern daripada lantai atas.

Mereka berjalan menuju dapur yang juga terhubung dengan dapur di atas. Mereka berdiri di atas bundaran dan mereka kembali ke lantai atas. Berada di dapur yang memang dilarang masuk bagi pengunjung. "Kita pergi ke kota sekarang," ujar Dion.

"Ke kota?" tanya Yuki merasa berat. Ia masih harus mencetak beberapa foto untuk novel terbarunya yang sudah terbit. Pemeran yang sudah ditanyakan berulang kali oleh para penggemarnya.

"Besok aja boleh gak sayang? Kita udah lama gak ketemu lho!" bujuk Dion sembari memajukan bibir bawahnya. Menatap Yuki penuh harap.

"Gini aja, aku selesaikan fotonya dulu, nanti malam baru kita makan bareng!" tolak Yuki pelan. Ia tidak bisa menundanya lagi atau wajah pemeran di novel ini akan terlupa karena ia akan membuat cerita yang baru.

"Yuki, kamu bisa gak luangkan waktu kamu buat aku sedi..."

"Aku akan menginap!" ujar Yuki cepat sebelum mereka kembali bertengkar seperti biasanya saat Yuki lebih mementingkan pekerjaannya.

Dion memutar bola matanya malas. Selama tiga bulan ini, Yuki selau memberikan alasan itu untuk meredakan amarahnya karena prioritas Yuki yang tak pernah tertuju padanya. "Sudahlah Yuk! Aku pulang aja!" ujarnya bosan. Ia tidak ingin berdebat lagi. "Kamu fokus saja sama semua khayalan kamu itu!" lanjutnya sembari membuka pintu belakang dan keluar.

"Di!" panggil Yuki namun tak berani mengejar Dion. Ia mengakui jika yang dikatakan Dion itu benar. Ia tidak akan bisa membiarkan cinta menggugurkan impiannya.

Tangannya menarik kursi dan duduk. Memikirkan apakah hubungan ini masih bisa berlanjut atau tidak. Ia menghembuskan napasnya, merasa semua pertengkaran ini wajah mengingat hubungan mereka yang sudah berjalan beberapa tahun. Titik jenuh, sudah menyambutnya dan kekasihnya.

******************************

Perkembangan teknologi ini benar-benar menyiksa bagi Fero. Ia sangat tidak suka jika pekerjaannya harus terbagi. Peralatan kedokteran yang semakin canggih itu hampir merenggut seluruh pekerjaannya. Semua ini jauh dari ekspetasinya saat memutuskan jika impiannya adalah dokter.

Langkah pastinya melangkah menuju ruang HDR. Ia sudah memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Duduk berhadapan dengan kakak tingkat SMA-nya yang kebetulan menjadi ketua HDR di divisi ini.

Face Shadow Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang