Senyuman terukir di wajah Fero saat mendapati Karyl masih tertidur. Semalam, ia kembali mencampurkan obat tidur ke dalam air yang Karyl letakkan di atas nakas. Kebiasaan gadis itu yang sering kehausan di tengah malam membuatnya merasa sedikit tenang. Ia menutup kembali kamar Karyl dan meninggalkan gadis itu sendirian di apartemennya. Ini lebih baik karena ia tidak ingin gadis itu mengusik ketenangannya saat berlatih nanti.
Pesan masuk di handphonenya membuat jantungnya berdegup cepat. Ia tidak sabar untuk bertemu dengan Yuki. Saat ini juga kesempatan yang bagus baginya untuk mendapati hai Yuki.
Mereka sudah baikan, menyerahlah Fero! Dan kembali ke tempat kamu mendapatkan cinta!
Pesan masuk itu bukanlah dari Yuki, melainkan Qeiza dengan perasaan yang tak suka saat melihatnya. Menyalahkan dirinya atas berakhirnya hubungan Yuki kemarin dan sekarang menggores hatinya dengan kabar buruk ini. Benar-benar sangat merepotkan!
Urus saja kehidupanmu sendiri!
Ia memasukkan handphonenya ke saku celana lalu masuk ke dalam lift. Pesan dari Qeiza tadi tidak boleh merusak suasana hatinya dan menghilangkan konsentrasinya untuk mendapatkan projek film itu. Ia tidak boleh terkecoh dengan hal sekecil ini. Selama Yuki belum menikah, masih ada kesempatan untuknya.
Handphonenya berdering, nama Yuki yang tertera di sana membuat senyumnya kembali. "Siapa bilang cintaku tak berbalas!" gumamnya dengan senyuman yang semakin lebar. "Hai Yuki!" sapanya saat menerima panggilan itu.
"Fero, maaf aku tidak bisa berlatih hari ini! Kita akan diuji lusa, masih ada besok untuk berlatih bersama." Yuki berbicara terus terang tanpa basa-basi atau menyapanya.
"Tapi Yuk..." Senyuman Fero kembali menghilang. Wajahnya dipenuhi awan mendung saat ini. Tangannya terkepal marah, pesan dari Qeiza ternyata benar.
"Aku sudah berjanji memberikan waktuku untuk Dion hari ini atau dia tidak akan menyetujui keputusanku, aku harap kamu mengerti!" Yuki memutuskan panggilan sepihak setelah mengatakan kalimat itu dengan cepat.
Ia menekan tombol lift untuk kembali ke lantai apartemennya. Berusaha menahan emosi yang membua kepalanya memanas. Tubuhnya bersandar di dinding dengan tangannya yang terus memukul dinding, menumpahkan kekesalannya di sana.
"Sebesar apa cinta kalian? Mengapa cuma perlu waktu sehari untuk menyelesaikan pertengkaran?" Fero memejamkan matanya, ternyata sesakit ini saat ia menolak pernyataan cinta Karyl. Bayangan kebersamaan Yuki dan Dion memenuhi kepalanya, menertawakan dirinya yang patah hati.
Menghela napasnya pelan, ia keluar dari lift, kembali ke apartemennya. Dirinya terpaku saat melihat Karyl yang berdiri di depan pintu kamarnya. Tersenyum sembari melambaikan tangannya. "Ka... kamu sudah bangun?" tanyanya gugup. Ia jelas mengingat jika ia meletakkan obat tidur semalam atau mungkin Karyl yang tak meminum airnya.
"Iya." Karyl berjalan mendekati Fero. "Kamu sudah sarapan?" tanyanya dengan tatapan mata yang tak berhenti menatapa Fero.
"Belum," jawab Fero, bibirnya perlahan membentuk senyum untuk Karyl. Entahlah, tapi hatinya mengisyaratkan untuk membalas senyuman itu.
"Aku buat sarapan dulu kalau gitu."
Fero menahan tangan Karyl, ia merasa sedikit gugup. "Tidak perlu! Kamu bersiaplah! Kita akan saraapan di luar!" ujarnya dengan terus tersenyum. Memainkan sedikit peran dengan Karyl, ia rasa berguna untuk malatih aktingnya.
Karyl terpaku, pikirannya seperti berhenti bekerja. Jantungnya berdertak melambat, kakinya melemas. Ini kalimat pertama yang Fero ucapkan tanpa pertengkaran dan paksaan darinya. "Kamu... me... mengajakku berkencan?" tanyanya gugup, keringat dingin membasahi jari-jarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Face Shadow
Любовные романыYuki, seorang penulis terkenal yang enggan mengizinkan bukunya untuk difilmkan. Ia sangat mencintai paduan kata dari kalimat yang dirangkainnya hingga tak ingin semua itu buyar dengan tokoh nyata. Kecintaannya pada karyanya itu semakin membuat pengg...