Prolog

201 55 123
                                    

Pria tampan itu terus memerhatikan tubuhnya di cermin. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan kekasih yang dicintainya. Ia tidak menyangka jika orang tuanya tidak memandang derajat kekasihnya.

Sebuah pisau menancap tepat di dada sang pangeran. Tubuhnya ambruk seketika dengan darah yang terus mengalir. Matanya yang masih terbuka melihat dengan jelas siapa yang telah menusuknya.

"Bara..." Matanya terpejam. Hidupnya berakhir karena sebuah penghianatan dari adik tirinya.

Sang pembunuh hanya tersenyum, ia malah berpikir mengapa ia tidak melakukan semua ini dari dulu. Ia meninggalkan mayat saudara tirinya begitu saja. Menyerahkan semua ini pada suruhannya. Semua ini ia lakukan karena ia membenci saudaranya sama seperti membenci perlakuan tidak adil dari ayahnya. Jika hanya satu orang putra yang menjadi putra mahkota, kenapa mereka melahirkannnya ke dunia ini?

"Bara, di mana Patih?" Pertanyaan itu membuat Barata terdiam, menatap ayahandanya yang sedang menanyakan anak kesayangannya.

"Saya tidak tau menau tentang apa pun tentangnya raja!" jawab Barata asal. Sejak kecil, ia memang merasa terasingkan dan memilih menjauh dari mereka. Ia juga tidak peduli, jika suatu saat ia akan menjadi seorang penerus atau tidak. Ia hanya ingin, jika kerajaan yang didirikan oleh kakek buyutnya terhenti cukup sampai di sini.

Tanpa pamit, ia meninggalkan pria paruh baya itu begitu saja. Tak ingin berlama-lama merasakan kecemberuan dari kekhawatiran ayahandanya pada saudara tirinya itu. Ia berjalan menuju ruang penyenggaraan pernikahan. Menatap ibundanya yang sedang berbicara dengan ratu-istri pertama ayahandanya.

Senyuman mengejek terukir di wajahnya. Bisa-bisanya ia terlahir dari seorang wanita murahan yang menerima diri menjadi istri kedua. Istri yang tidak pernah dibawa saat melihat wilayah yang dipimpin oleh suaminya sendiri. Yang seolah tersembunyi dan tak pernah diperlihatkan.

"Kenapa kamu tersenyum?" Suara sahabatnya mengagetkannya. Pria itu adalah salah satu prajurit perang yang juga anak dari juru masak di kerajaan ini.

"Hanya merasa lucu dengan permainan dunia." Barata kembali melihat ibundanya. Jika waktu bisa berputar, ia ingin ibundanya tidak menikah hanya karena ingin hidup enak. Ia ingin hidup sederhana namun berlimpah dengan kasih sayang. Selalui dirindui saat sedang tidak berdekatan, bukan seperti sekarang yang seolah terbuang.

Ia berdiri begtu saja, meninggalkan sahabatnya. Tiba-tiba, ia enggan bahkan untuk melihat wajah ibundanya. Memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan merenungi diri sebagai seorang pembunuh.

*************






To be continued
Tekan 🌟















Face Shadow Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang