Langkah Fero terhenti saat ingin menaiki pesawat. Ia melihat ke belakang, keraguan menghampirinya. Perasaan bersalah menghampirinya bertubi-tubi. Ia takut, jika semua orang kembali menyalahkannya.
"Sir?!" ujar pramugari, menyadarkan Fero dari lamunannya.
Fero menghembusnya napasnya pelan. Mengambil langkah pasti tentang keputusannya. Namun lagi-lagi, keraguan kembali memukulnya saat duduk. Membuatnya terus memandangi ke luar jendela. Tidak tau mengapa, ia berharap Karyl mengejarnya dan memintanya untuk tetap terus di sisi gadis itu.
Ia tersenyum sinis karena kekonyolannya sendiri. Bagaimana mungkin Karyl ada di sini sedangkan ia yakin jika saat ini Karyl sudah tidak sadarkan diri karena kepergiannya. Gadis itu pasti menangis dan melupakan alerginya.
"Cukup Fero, apa pun yang terjadi tentangnya, sudah tidak ada kaitannya denganmu dan memang tidak pernah ada!" gumamnya. Ia memanggil pramugari dan memesan segelas bir. Saat ini, ia benar-benar butuh ketenangan. Hatinya tidak bisa terus membolak-balikkan pikirannya.
********************
"Bukankah dia benar-benar tampan?" tanya Yuki sembari menunjukkan foto salah satu karakter utama pria di novelnya yang berhasil terbaca oleh mesin FIS.
"Ya, pria dalam khayalanmu memang tampan-tampan!" ujar Qeiza sembari terus memilih bahan-bahan makanan untuk isi kulkasnya. Tidak terlalu berminat melihat foto itu karena takut akan ketularan seperti gadis-gadis lain yatuh cinta pada pria dalam khayalan Yuki.
"Jika pria ini memang ada, aku pilih Dion atau dia ya?!" gumam Yuki.
Qeiza memutar bola matanya, bingung melihat sikap sahabatnya. "Jangan terlalu berharap, kalau dia ada pun, belum tentu dia mau sama kamu!" ujarnya sembari tersenyum dan menggelengkan kepala.
Giliran Yuki yang memasang wajah malas karena membenarkan perkataan Qeiza. Ia kembali fokus memilih bahan makanan untuknya dan Dion. Hari ini, ia sengaja datang ke kota agar pertengkaran mereka usai setelah dua hari tak saling menghubungi.
"Yuk! Yuki!" panggil Qeiza sembari memukul-mukul lengan Yuki tapi matanya terus memerhatikan seorang pria bermasker yang sedang memilih bahan makanan yang berdiri tak jauh dari mereka. Dari pancaran mata pria itu saat melihat bahan makanan saja ia tau, jika pria itu sangat tampan.
"Kenapa?" tanya Yuki mengalihkan perhatiannya pada Qeiza.
"Lihat! Sangat tampan bukan!?" tanya Qeiza sembari menunjuk pria itu dengan berani.
Yuki menyipitkan matanya. Mencari letak ketampanan pria bemasker itu. "Dia pakai masker Qeiza!" ujarnya.
"Coba lihat matanya!"
"Mana bisa tau tampan atau enggak cuma dari masker!" ujar Yuki sembari menggelengkan kepalanya.
"Yakin kamu tidak berminat?" tanya Qeiza.
Yuki mengangguk, ia takut terlambat ke apartement Dion jika terus memerhatikan ocehan Qeiza. "Kejar aja sana!" ujarnya saat melirik Qeiza yang masih terpaku sembari menggigit bibir.
"Oke!" Qeiza berjalan perlahan, menghampiri pria bermasker itu. Ia terus memikirkan bagaimana caranya ia bisa memulai pembicaraan. Ini pertama kalinya ia mendekati pria setelah selama ini melarikan diri jika ada pria yang mendekatinya.
"Permisi Nona!" Sapaan dari pria bermasker itu mengagetkan Qeiza.
"Ya?" tanya Qeiza gugup, keringat dingin membasahi tangannya.
Pria itu melepaskan maskernya. Tersenyum pada Qeiza hingga memperlihatkan lesung pipi di pipi kiri pria itu. "Sebelumnya perkenalkan, saya Fero!" ujarnya sembari mengulurkan tangan kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Face Shadow
RomanceYuki, seorang penulis terkenal yang enggan mengizinkan bukunya untuk difilmkan. Ia sangat mencintai paduan kata dari kalimat yang dirangkainnya hingga tak ingin semua itu buyar dengan tokoh nyata. Kecintaannya pada karyanya itu semakin membuat pengg...