Chapter 15

30 15 2
                                    

Pemandangan hijau menyapa pandangan Yuki saat keluar dari mobil. Udara segar memenuhi rongga paru-parunya. Kesejukan alam menyerap ke dalam kulitnya. "Kenapa kamu gak pernah ngajak aku ke alam sebagus ini sebelumnya?" tanyanya lalu merangkul tangan Dion menuju jalan setapak yang dirindangi pepohonan.

"Tempat ini baru selesai dua minggu lalu Yuki, kita yang pertama kali ke sini selain para pekerja." Dion mencubit hidung Yuki gemas. Tak salah jika dua bulan lalu ia menguras sebagian tabungannya untuk membuat tempat ini.

"Dari mana kamu tahu tempat ini? Bukannya kamu lebih suka dengan perkotaan?" tanya Yuki, ia mendogak menatap Dion yang kini memandang lurus ke depan.

"Aku menyukai perkotaan tapi aku lebih menyukai bibirmu yang melengkung membentuk senyum karenaku!" ujar Dion, senyumnya semakin melebar saat akhirnya ia bisa merangkai kata seperti yang biasa Yuki tulis. Ia membalikkan badannya, menghadap Yuki yang masih menatapnya dengan wajah yang merona. Melepaskan tangan Yuki yang memegang lengannya dan menggenggamnya erat. "Aku membuat ini untukmu Yuki!" ujarnya sembari melihat mata Yuki yang seperti berkaca-kaca.

"Maafkan aku!" ujar Yuki saat setetes air matanya terjatuh. Ketulusan Dion benar-benar membuat hatinya tersentuh. Kisah cintanya sangat beruntung hungga ia bisa mendapatkan pria yang selalu memprioritaskan kebahagiannya.

"Kenapa kamu minta maaf sayang?" Dion mengusap air mata Yuki. Tak suka dengan tetesan air yang mengganggu itu. Cukup senyuman dan tawa yang seharusnya menghiasi wajah kekasihnya itu.

"Kamu sangat baik untukku yang bukan apa-apa." Yuki memajukan bibir bawahnya, menatap iba kekasihnya itu yang sangat tidak beruntung memilikinya.

"Kamu yang terbaik sayang." Dion meletakkan tangan Yuki di dadanya, meminta gadisnya itu untuk merasakan detak jantunknya yang melaju kencang. "Kamu merasakannya bukan?" tanyanya.

Yuki tersenyum, hatinya semakin menghangat. Cinta Dion padanya memang tanpa syarat, sangat murni hingga ia tidak tau apa yang akan terjadi jika kehidupannya tidak ada pria itu. "Apa ada kejutan lain?" tanyanya penasaran.

"Tentu." Dion menjawab cepat, ia membawa Yuki semakin masuk ke dalam wilayahnya.

Beberapa jenis pepohonan buah-buahan menyambut mereka. "Di, kamu juga yang menanamnya?" tanya Yuki, tangannya yang juga menggenggam tangan Dion semakin erat saking antusiasnya.

Dion terkekeh pelan, menarik tangan Yuki menuju pohon jerus yang sedang berbuah. "Tentu bukan aku sayang." Ia memetik buah itu untuk Yuki, mengupasnya dan menodongkannya di depan bibir Yuki. "Coba rasa, apa jeruknya semanis aku!" ujarnya.

"Manis bahkan lebih manis dari kamu!" ujar Yuki lalu menyubit hidung Dion. "Kekasihku terlalu percaya diri!" ujarnya lalu berjalan mendahului Dion. Berlarian kecil dalam hutan buatan yang luas ini.

"Sayang tunggu!" Dion mengejar Yuki yang semakin jauh darinya sembari tertawa. Rasanya sudah sangat lama mereka tidak berkejar-kejaran seperti ini. Begitu tenang dan hanya ditemani kicauan burung.

"Kejar aku sayang!" teriak Yuki, suaranya menggema lalu meredam ditempas angin.

Langkah keduanya terhenti saat melihat danau berwarna hijau yang ditumbuhi teratai di pinggirannya. Satu perahu kecil terparkir di samping pohon apel di pinggir kolam. Mata mereka tak berkedip, kagum dengan pemadangan di depannya, bahkan jeruk yang tadinya masih di tangan Dion terjatuh.

"Kamu menyukainya?" tanya Dion begitu tersadar, ia bahkan juga tidak menyadari jika para pekerjanya akan membuat danau sebagus ini karena ia lepas tangan begitu saja dan tidak mengontrol mereka.

Yuki membalikkan tubuhnya, memeluk erat tubuh Dion. "Aku sangat menyukainya!" Ia menarik memegang leher Dion agar pria itu menunduk dan mengecup kedua pipi pria itu cepat. "Naik perahu yuk!" ajaknya lalu berlari karena tak ingin pria itu melihat wajahnya yang merona.

Face Shadow Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang