Suasana terasa beku bagi Fero. Kedatangan Karyl membuatnya kembali dingin. Tanpa ekspresi dan tanpa cinta. Jika harus memberi penjelasan, yang sangat ia jelaskan saat ini adalah perasaannya yang tak menginginkan keberadaaan Karyl di sini. Ia muak melihat wajah menyedihkan gadis itu.
"Fero, kenapa kamu kembali ke Indonesia tanpa pamit?" tanya Karyl mulai mengintrogasi dengan segala kebohongan di batinnya yang sebenarnya sangat tau jawaban Fero dari pertanyaan itu.
"Aku ingin lari darimu!" jawab Fero datar, menatap keluar jendela. Nuansa kesibukan malam kota Jakarta jauh lebih indah dibandingkan wajah Karyl yang terlihat berusaha menahan tangis.
"Jadi... kamu mendapatkan pekerjaan apa?" tanya Karyl, ia tidak memperdulikan jawaban Fero tadi. Ia mendengar suara Fero yang berbicara dengannnya, itu saja sudah sangat cukup.
Fero mendegus kesal. Ia merasa jika semala ini ia tidak pernah secara tegas menolak gadis itu hingga Karyl semakin menjadi-jadi mengharapkan cinta darinya. "Karyl! Tak bisakah kamu mengerti jika aku tidak mencintaimu?" tanyanya masih berusaha untuk bersabar. Ia tidak ingin gadis itu menangis dan pingsan di dalam kamarnya. Karirnya baru saja akan dimulai, tidak lucu jika ia malah menciptakan masalah di permulaan permaian.
Gadis bermata biru itu tersenyum. Jemari-jemari tangannya perlahan meraih jemari tangan Fero. "Bukan tidak mencintaiku tapi hanya belum mencintaiku." Ia meletakkan tangan Fero di wajahnya. Matanya yang memerah menatap Fero dalam, sangat berharap jika hati Fero akan terbuka olehnya.
Tangan Fero yang bebas mengepal. Ia menghirup udara dengan kasar dan berniat tidak akan melepaskan udara itu. Bisakah ia mati saja saat ini? Gadis ini begitu menyiksanya dengan semua harapan itu! "Tidurlah di kamar tamu! Ini sudah malam!" ujarnya setelah menghembuskan napasnya. Masih berusaha sabar meski rasanya sangat enggan.
Karyl menggeleng cepat. Ia masih ingin bersama Fero. "Kamu belum menjawab pertanyaanku! Apa pekerjaanmu sekarang? Mengapa atasanmu seorang wanita dan dia adalah penulis? Apa kamu berniat menjadi penulis?" tanyanya. "Tidak-tidak! Kamu bahkan tidak pandai dalam merangkai kata! Bahkan kamu tidak tau bagaimana cara untuk mencintaiku!" Ia masih menggenggam tangan Fero erat sembari terus berpikir pekerjaan apa yang Fero dapatkan.
"Aku beralih profesi menjadi seorang aktor!" jawab Fero jujur. Karyl sudah di sini, ia tidak akan bisa melarikan diri lagi atau membohongi gadis itu. Ia jelas tau, mulai detik ini, setiap langkahnya akan terus diawasi. "Tidurlah! Ini sudah larut! Aku juga sudah sangat mengantuk!" pintanya, kedua mulutnya terbuka lebar dengan mata yang mulai berair.
"Kenapa kamu menjadi aktor? Kamu sarjana kedokteran buka sarjana akademi perfilman!" ujar Karyl, ini tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Fero berakting dengan banyak wanita. Ia takut jika kekasihnya itu jatuh cinta pada salah satu lawan mainnya dan membuangnya begitu saja. Tunggu! Bukankah Fero memang sudah membuangnya?!
"Apa pun alasanku, itu bukan urusanmu!" Fero menjadi semakin dingin. Ia berbicara sembari menahan rasa kantuknya. Sehariannya ini, Yuki melatihnya untuk bisa berakting tanpa jeda dan sekarang seorang gadis menyedihkan terus bertanya padanya.
"Jangan lupakan jika aku masih kekasihmu Fero!" Karyl menjadi marah. Kecemburuan tiba-tiba menghampirinya mengingat saat di depan pintu apartemen. Mata Fero yang tak lepas dari Yuki, ia bukan tidak menyadari hal itu.
Fero menyerngit, bingung sebenarnya apa yang gadis ini ingankan. Memang benar ia tidak mengatakan kata putus sebelum pergi. Lihat akibat dari sifat lupanya itu! Gadis ini malah terliah berusaha mengancamnya dengan sesuatu yang bahkan hanya sekecil debu baginya. "Kalau begitu, ayo kita putus!" ujarnya sembari melepaskan tangan Karul yang menggenggam tangannya.
"Fer! Fero! Aku tidak mau putus!" ujar Karyl, ia masih berusaha menggenggam tangan Fero tapi pria itu menepis tangannya.
"Semua terserah padamu Karyl! Kamu mau bertahan, maka kamulah yang akan semakin terluka!" Fero menggengam tangan Karyl pelan. Menarik gadis itu kencang dan melemparnya agar gadis itu keluar dari kamarnya. "Maaf karena aku berskap kasar karena kamu sendiri yang memintanya! Jangan berani menangis dan pingsan di apartemenku atau aku akan pergi lagi!" Ia membanting pintu kamarnya setelah mengatakn itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Face Shadow
RomanceYuki, seorang penulis terkenal yang enggan mengizinkan bukunya untuk difilmkan. Ia sangat mencintai paduan kata dari kalimat yang dirangkainnya hingga tak ingin semua itu buyar dengan tokoh nyata. Kecintaannya pada karyanya itu semakin membuat pengg...