Ruangan serba putih dengan beberapa kamera menyambut Yuki, Qeiza dan Fero. Seorang pria berumur tiga puluhan menghampiri mereka dengan senyuman lebarnya. "Kita bertemu lagi!" ujar Yuki sembari mengulurkan tangannya.
"Senang akhirnya bisa bertemu kembali denganmu!" Pria itu menerima uluran tangan Yuki. "Silahkan duduk!" ujarnya sembari melebarkan jalan untuk mereka.
"Fero, perkenalkan dia Daffa, pemilik perusahaan perfilman ini!" ujar Yuki.
"Daffa!" Daffa mengulurkan tangannya.
"Fero!" Fero menerima uluran tangan itu. Batinnya berusaha meyakinkan diri jika inilah awal barunya. Ia harus rela melepaskan impian pertamanya.
"Memang sangat mirip dengan Bara!" ujar Daffa sembari melihat Fero dari atas ke bawah. "Pantas saja kamu bersikeras harus dia yang kadi aktornya." Ia beralih menatap Yuki. "Dion tau?" tanyanya. Ia adalah teman Dion dan sangat tau sifat cemburu temannya itu bagaimana.
Yuki memutar bola matanya malas. Kalimat Dion sebelum berangkat ke New York menggema di kepalanya. Sekarang kamu terkenal! Bukankah itu yang kamu inginkan?! Sekarang rasakan sendiri kesibukan ini! Ia tersenyum tiba-tiba, perkataan Dion itu jelas mengatakan tidak ingin ikut campur lagi mengenai impiannya. Impiannya yang sebenarnya Dion-lah penyokongnya. "Dia tidak perlu tau Daf!" ujarnya.
"Kalian bertengkar lagi?" tanya Daffa serius.
Qeiza dan Fero bertatapan. Mereka bingung mengapa sekarang jadi membahas perihal kisah percintaan Yuki? "Maaf, apa... kita bisa kembali ke topik awal?" tanya Qeiza, sebagai manager Yuki, ia harus mengajarkan Yuki agar profesional dalam bekerja.
"Maaf!" Daffa memperbaiki duduknya agar tidak terlalu fokus pada Yuki. "Kamu pernah masuk ke dunia hiburan sebelumnya?" tanyanya pada Fero.
"Belum, sebelumnya aku hanya berprofesi sebagai dokter." Fero tiba-tiba mengingat masa lalu. Saat Karyl selalu mengekori hidupnya.
Daffa mengangguk, ia kembali beralih menatap Yuki. "Yuki, kamu bisa menjamin ini?" tanyanya.
Yuki melipat kedua tangannya di depan dada. Ia sebenarnya juga memikirkan hal yang sama. "Kamu yang memohon agar novelku masuk ke dalam industrimu jadi, Fero adalah persyaratan dariku!" ujarnya. "Kamu bisa menguji kemampuan beraktingku dengannya sekarang!" lanjutnya.
"Sekarang? Kamu yakin itu?" tanya Daffa.
"Iya!" Yuki mengangguk mantap meski ia ragu.
"Yuki, dia benar! Aku belum pernah berakting sebelumnya!" ujar Fero khawatir. Wanita di sampingnya saat ini benar-benar mempunyai keberanian yang kuat padahal dia sendiri belum pernah masuk ke industri ini.
"Kamu hanya perlu dalami peran saja Fero!" ujar Yuki seolah pernah masuk dalam dunia adu peran.
Daffa mengisyaratkan asistennya untuk memberi skrip pada Yuki dan Fero. Skrip dari cerita lain yang perlu mereka dalami perannya. "Jangan terburu-buru Yuki! Aku akan menunggu sampai kalian merasa siap. Lagi pula, naskah ceritamu juga belum diubah menjadi naskah film!" ujarnya, ia mengambil novel Yuki yang terletak di atas meja bersama beberapa majalah.
"Iya, aku tau itu! Aku hanya memastikan jika kerja kerasku untuk mengubah naskah nanti tidak sia-sia!" Yuki menatap lawan bicaranya yang telah menganggapnya bodoh.
Alis Daffa menurun membuatnya matanya menyipit dan dahinya sedikit berkerut. "Jadi... kamu ragu kamu bisa melakukan acting atau tidak?!" sarkasnya sembari membuka lembar demi lembaran novel Yuki.
"Bu... bukan seperti itu!" Yuki menjadi gugup, kenapa ia malah terlihat semakin bodoh? Daffa dengan mudahnya membuatnya seolah linglung di depan banyak orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Face Shadow
RomanceYuki, seorang penulis terkenal yang enggan mengizinkan bukunya untuk difilmkan. Ia sangat mencintai paduan kata dari kalimat yang dirangkainnya hingga tak ingin semua itu buyar dengan tokoh nyata. Kecintaannya pada karyanya itu semakin membuat pengg...