Matahari telah bersembunyi sepenuhnya. Awan jingga perlahan berubah menjadi hitam keunguan. Kicauan burung senja sudah tak terdengar lagi. Suasana mencekam pun mulai menghampiri membuat bulu kuduk sedikit meremang.
Fero mengamati semua itu dengan wajah lesu dan bosannya. Tak ada senyum di wajahnya setelah menemani Karyl sarapan tadi pagi. Perdebatan di restoran itu membuat Karyl mendiaminya dan ia senang akan hal itu.
Ia merindukan Yuki sekarang, entah bagaimana kabar gadis itu. Pesan yang ia kirim pada Yuki sejak tadi pagi ia kirimkan juga belum dibaca. Apa yang cinta sepihaknya lakukan dengan Dion? Apakah tidak ada waktu untuknya memeriksa handphone dan membuat kecemburuannya ini sedikit tenang?
"Fero!"
Suara lembut itu mengagetkan Fero dari lamunannya. Ia menarik napas kesal begitu menyadari jika gadis itu masih di rumahnya, bahkan sepertinya tidak berniat untuk mencari hotel untuk kehidupannya sendiri. "Ada apa lagi?" tanyanya ketus dengan tatapan menyilang.
"Papa aku mau bicara sama kamu," ujar Karyl sembari menyodorkan handphonenya pada Fero.
Tatapan tidak bersahabat Fero tertuju pada handphone Karyl, pria pemaksa berada di seberang sana. Memanfaatkan ketidakberdayaannya dulu untuk behagiaan gadis kecil yang sangat pria paruh baya itu sayangi. Dengan berat hati, ia menerima handphone itu dengan pandangan yang tak lepas dari Karyl yang masih berdiri di depannya. "Bisakah kamu pergi?! Aku butuh ruang untuk berbicara dengan Papamu!" ujarnya tidak peduli jika Brylee mendengar mereka.
"I... iya." Karyl mendadak gugup karena sebelumnya Fero tidak berani berbicara ketus dengannya saat ia mengamati Fero yang sedang berbicara dengan papanya.
"Ada apa Paman?" tanya Fero tanpa basa-basi setelah kepergian Karyl. Suaranya dengan sengaja ia jadikan seketus mungkin agar Brylee tau seberapa tidak senangnya ia karena Karyl ada di sini.
"Bagaimana hubunganmu dengan putriku?"
Fero memutar bola matanya kesal dengan pertanyaan yang tidak pernah berubah itu. Mereka yang bahkan sebenarnya sudah tau jawabannya juga akan selalu sama. Ia tidak menyukai Karyl dan tidak akan menyukainya. Berapa kali ia harus mengatakan kalimat itu? "Aku tidak memiliki hubungan apapun dengan putrimu Paman! Kalian yang memaksakan hubungan itu jadi tanyakan saja itu pada diri kalian sendiri!" ujarnya tanpa ragu, ia harus lebih tegas jika ingin belenggu ketidakbebasan ini terlepas.
Hembusan napas kasar terdengar di seberang sana. "Tidak bisakah kamu belajar mencintainya? Dia bahkan meninggalkan kami untuk berada didekatmu dan tinggal di negara asing!" ujar Brylee dengan nada tak kalah tegas dari Fero.
Perlahan, Fero menuang kopi hangat miliknya dari cangkir melalui balkon. Berharap mengenai seseorang di bawah sana agar kekesalannya tersampaikan. Hidupnya, bahkan untuk menikmati senja hingga lagit bertaburan bindatang saja tidak tenang. "Tanyakan pada putrimu! Tidak bisakah ia belajar melupakanku?" Ia menggertakkan gigi-giginya untuk menahan diri agar tidak melempar handphone itu ke bawah saat kopinya sudah tak tersisa.
"Apakah kamu sangat membenci putriku?" tanya Brylee.
Fero mengepalkan tangannya berusaha meredamkan amarahnya. Siapa yang tidak membenci jika selama sepuluh tahun hidupnya terus diusik dan dikekang. Ia bahkan tidak jauh berbeda dengan burung dalam sangkar, dikurung dan tidak bisa ke mana pun. "Paman benar, aku sangat membencinya! Aku membencinya hingga rasanya kepalaku serasa ingin pecah jika melihatnya tersenyum!" Akhirnya ia berani mengungkapkan isi hatinya tanpa berteriak, nadanya begitu tenang namun menusuk.
"Fero... apakah kamu sudah memiliki gadis yang kamu cintai hingga kamu sangat membenci putri kecilku?" Suara yang bergetar terdengar di seberang sana, begitu kelu hingga membuatnya sang pendengar terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Face Shadow
RomanceYuki, seorang penulis terkenal yang enggan mengizinkan bukunya untuk difilmkan. Ia sangat mencintai paduan kata dari kalimat yang dirangkainnya hingga tak ingin semua itu buyar dengan tokoh nyata. Kecintaannya pada karyanya itu semakin membuat pengg...