Polesan terakhir membuat Yuki terlihat sempurna dengan pakaian kerajaan ratusan juta tahun lalu. Pantulan cermit membuatnya merasa devaju akan kejadian di kamar mandi. Hari ini, adalah wujud nyata dari adegan itu.
"Kamu sangat cantik!" puji Qeiza sembari mengemas peralatan make up-nya.
"Tapi Qei, aku merasa sepertinya aku pernah berpakaian seperti ini sebelumnya!" ujar Yuki sembari mengingat-ngingat setiap adegan setelah ia sadar dari komanya.
"Kamu penulis cerita itu Yuki, mungkin saja kamu terlalu masuk ke dalam ceritamu sendiri saat menulisnya." Qeiza menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu. Mana pernah Yuki berpenampilan seperti itu.
"Mungkin saja, aku terlalu banyak berpikir yang bukan-bukan!" Yuki memukul kepalanya pelan beberapa kali. Mengusir pikiran-pikiran aneh di otaknya. Ia kembali mencoba menghubungi Dion yang belum kembali dari luar negeri. Pria itu juga sangat susah dihubungi, membuatnya begitu khawatir karena ia belum mengatakan pada kekasihnya itu jika syuting film-nya dipercepat.
"Bersiaplah Yuki! Adeganmu tidak lama lagi!" ujar Qeiza yang melihat kepanikan di mata sahabatnya dengan jelas.
Yuki menghembuskan napasnya pelan, ia menjadi sangat gugup sekarang. Ia menggosokkan kedua telapak tangannya yang tiba-tiba menjadi sangat dingin. "Dion masih belum bisa dihubungi Qei!" ujarnya masih khawatir. Ia juga ingin jika Dion ada di sampingnya saat ia memasuki dunia baru ini.
"Yuki, ayo!" panggil salah satu kru pada Yuki.
Dengan berat hati, Yuki memberikan ponselnya pada Qeiza. Mengikuti langkah kru yang berjalan menuju lokasi syuting. Ia melihat Fero yang melambaikan tangannya sembari tersenyum.
Ia mulai menaiki kuda, memulai aktingnya sebagai pemeran utama. Berusaha semaksimal mungkin untuk mendalami karakter yang ia buat sendiri. Jantungnya berdegup karena tak lama lagi ia akan beradegan mesra dengan Fero. Pria yang bukan kekasihnya.
Fero menangkap tubuh Yuki yang melayang. Wajahnya yang biasa tersenyum saat berhadapan dengan Yuki kini berubah menjadi begitu dingin. Mengikuti perannya sembari menahan degup jantungnya. Ia bahagia bisa sedekat ini dengan Yuki.
Mereka terus melanjutkan akting mereka hingga sutradara mengeluarkan perintahnya untuk berhenti. Berulang kali mengulang adegan karena terkadang ekspresi mereka yang terlihat kurang. Terkadang, juga karena kesalahan peralatan yang mendukung proses syuting.
Yuki menghela napasnya pelan saat adegan pertamanya selesai. Ia menghampiri Qeiza yang memegang ponselnya. "Dion, ada menghubungi aku?" tanyanya sembari melihat notifikasi di ponselnya. Membiarkan para penata rias memperbaiki make up-nya.
"Hai Yuki!" sapa Fero yang sama halnya dengan Yuki, make up-nya sedang diperbaiki untuk proses syuting selanjutnya.
"Hai!" sapa Yuki yang 'tak ingin terlihat tidak damai dengan Fero. Meski berusaha menjaga jarak, ia juga tidak bisa mengabaikannya hingga menimbulkan gossip nantinya.
"Dion tidak datang?" tanya Fero yang sudah melihat ekspresi khawatir Yuki sejak mereka syuting. Ia merasa sedikit bersalah karena senang di atas kesedihan Yuki. Bibirnya 'tak berhenti membentuk senyum yang membuat para kru wanita terus melihatnya.
"Dia tidak bisa dihubungi." Yuki tidak peduli dengan senyuman Fero yang jelas mengejeknya. Ia masih berusaha menghubungi kekasihnya, takut jika terjadi sesuatu pada Dion.
"Dia bisa bilang kalau aku tidak bisa datang tepat waktu, tapi dia sendiri tidak bisa menepati janjinya!" Fero semakin mengembangkan senyumnya, sama sekali tidak berniat menyembunyikan rasa bahagianya.
"Yuki, Fero, ayo!" Seorang kru kembali memanggil mereka untuk syuting selanjutnya. Membuat Yuki terpaksa memberikan ponselnya kembali pada Qeiza.
***********
Hai, aku mau perkenalkan tokoh-tokoh yang menurut aku cocok...
KAMU SEDANG MEMBACA
Face Shadow
RomanceYuki, seorang penulis terkenal yang enggan mengizinkan bukunya untuk difilmkan. Ia sangat mencintai paduan kata dari kalimat yang dirangkainnya hingga tak ingin semua itu buyar dengan tokoh nyata. Kecintaannya pada karyanya itu semakin membuat pengg...