Cahaya mentari perlahan keluar malu-malu dari sebelah timur. Menggantikan bulan yang sudah lelah semalaman memanani dunia malam. Hembusan angin sepoi-sepoi menjatuhkan embun dari dedaunan ke rerumputan taman. Jatuh dari pepohonan yang menompang rumah pohon.
Yuki membuka matanya, silau karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah jendela. Menatap wajah Dion yang masih memejamkan matanya dengan pupil matanya yang bergerak-gerak karena merasa silau. Tangannya perlahan mengelus wajah Dion yang sedikit berkeringat. Menusuk-nusuk pipi kanan Dion yang menghadap ke arahnya.
"Kenapa sayang?" tanya Dion, tangannya menahan tangan Yuki agar teap di wajahnya. Matanya perlahan terbuka menatap wajah Yuki yang terlihat lebih cantik pagi ini. "Mengagumi ketampananku hemmm?" tanyanya percaya diri.
"Sangat tampan, apalagi kalau ada lesung pipi." Yuki mengelus-ngelus pipi Dion yang tadinya ia tusuk-tusuk.
Dion menyipitkan matanya, dahinya bekerut mendengar perkataan Yuki. "Kenapa? Kamu... suka dengan lesung pipi?" tanyanya dengan serius, tangan kirinya menompang kepalanya.
"Bukan suka gimana sih, cuma suka aja lihatnya." Yuki perlahan bangun, merengganggangkan tubuhnya yang sedikit sakit karena tak bisa bergerak selaman. Dion terus memeluknya erat tanpa mengizinkannya untuk lepas. "Di, kamu mau sarapan apa?" tanyanya sembari membuka lemari, melihat bahan sarapan.
"Apa aja." Dion duduk, merengganggakan tubuhnya lalu bangun. Merapikan ranjangnya lalu menuju kamar mandi. Menatap wajahnya di cermin. "Lesung pipi, kehilahatannya bagus juga jika aku membuatnya," gumamnya, mengingat perkataan Yuki tadi. Ia akan mengabulkan keinginan yang mungkin hanya asal bicara.
"Di... sarapannya sudah siap!" Yuki berdiri di depan kamar mandi, ia juga belum mencuci wajahnya. Wajahnya seketika merona mengingat kebersamaan mereka sejak kemarin. Ia benar-benar seperti terperangkap dalam kuncup bunga mawar.
"Sayang?! Kamu mengiptip ya?" goda Dion setelah keluar dari kamar mandi dan mendapati Yuki dengan wajah memerah.
"Jangan terlalu percaya diri sayang!" ujar Yuki malu, ia segera masuk ke kamar mandi dan mengunci pintu. Menatap pantulan dirinya di cermin. "Kalau terus seperti ini, bisa-bisa aku mati cepat!" gumamnya sembari merasakan detak jantungnya yang semakin cepat.
Ia membersihkan dirinya sembari terus menetralkan detak jantungnya. Melihat jam dinding yang seolah mengisyaratkannya untuk bergegas. Siang nanti ia juga memiliki jadwal latihan bersama Fero yang tak mungkin ditunda lagi.
Senyuman Dion langsung menyapanya saat ia keluar dari kamar mandi. Pria itu duduk di kursi dengan bertelanjang dada. Memperlihatkan perut roti sobeknya yang menggoda. "Di, kenapa kamu tidak pakai baju?" tanyanya sembari berjalan ke arah lemari pakaian. Mengambil satu pakaian pria yang masih terbungkus di sana.
"Nanti saja setelah mandi sayang. Lagi pula cuma ada kamu di sini!" ujar Dion dengan senyum menggoda. Mengedipkan sebelah matanya sembari bersiul.
"Dasar pria mesum!" Yuki menggelengkan kepalanya, meletakkan baju itu di atas ranjang dan berjalan mendekati Dion. "Aku... latihan bersama Fero hari ini," ujarnya sedikit takut, matanya terus menatap Dion, melihat ekspresi kekasihnya itu.
"Kita sudah membicarakan ini kemarin sayang! Aku tidak akan menghalangimu lagi!" ujar Dion memasang wajah santainya. Menyembunyikan kecemburuan yang seakan ingin mengurung Yuki di rumah pohon ini.
Yuki tersenyum kaku, merasa sedikit aneh dengan sikap Dion. Ia merasa sedikit marah melihat ekspresi Dion yang biasa saja. Dion yang biasanya posisef sekarang membiarkannya beradegan mesra dengan pria lain. "Ayolah Yuki, kenapa kamu tiba-tiba merasa serba salah dengan sikap Dion?!" batinnya. "Ma... makasih sayang!" ujarnya lalu memakan sarapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Face Shadow
RomansYuki, seorang penulis terkenal yang enggan mengizinkan bukunya untuk difilmkan. Ia sangat mencintai paduan kata dari kalimat yang dirangkainnya hingga tak ingin semua itu buyar dengan tokoh nyata. Kecintaannya pada karyanya itu semakin membuat pengg...