Chapter 22

32 12 0
                                    

Gedung perfilman milik Daffa kembali Yuki pinjaki. Ia berjalan beriringan dengan Fero karena Daffa memanggil mereka berdua. Pria itu meminta mereka datang tanpa mengatakan alasannya hingga membuat Yuki merasa sedikit jengkel karena waktunya bersama Dion berkurang padahal ia sudah berjanji akan menghabiskan waktu bersama kekasihnya itu sebelum proses syuting dimulai.

"Ada apa, Daf?" tanya Yuki tanpa basa-basi begitu sampai di ambnag pintu ruangan Daffa, ia bahkan tidak sempat menyadari ada beberapa manusia paruh baya di sana.

"Duduklah dulu, Yuki-Fero!" ujar Daffa lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal saat melihat ke arah manusia yang lebih tua darinya itu. Ia tidak menyangka jika Yuki bahkan tidak mengatakan maaf setelah melihat mereka.

Perkenalkan diri kalian!

Daffa mengirim pesan pada kedua manusia tidak peka itu. Mereka berdua benar-benar kaku dengan Yuki yang melihat-lihat tak beraturan dan Fero yang menunduk. Tidak tau apa yang mereka pikirkan.

"Hai semua, salam kenal saya Fero Yogaswara. Seorang sarjana kedokteran yang ingin beralih profesi menjadi aktor." Fero memperkenalkan dirinya mendahului Yuki yang hanya diam saja. Menatap mereka dengan kaku berusaha menormalkan raut wajahnya dari kegugupan.

Mereka mengangguk sembari melempar senyuman pada Fero. Beralih pada Yuki yang hanya diam saja sejak tadi. Gadis itu terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. "Kamu Yuki, kan?" tanya salah seorang dari mereka.

"Hahhh? Iya, Tante." Yuki tersadar dari lamunannya. Kini fokusnya kembali pada apa yang sedang terjadi di ruangan ini. "Saya Yuki, seorang penulis yang ingin berpartisipasi dalam proses pembuatan film cerita saya sendiri," jelasnya.

"Kami sangat senang akhirnya bisa bertemu denganmu."

"Saya juga sangat beruntung dapat bertemu dengan sosok hebat seperti kalian." Yuki mengangguk, sekarang ia mengerti apa maksud Daffa memintanya dan Fero untuk datang. Paruh baya di hadapan mereka saat ini adalah agensi yang akan menaungi mereka. Ia mengalihkan pandangannya pada Daffa lalu menggelengkan kepalanya, memberi isyarat jika ia tidak membutuhkan agensi.

"Yuki-Fero, mereka adalah agensi yang akan menaungi kalian selama berada dalam industri peran. Apa pun yang ingin kalian tanyakan, kalian bisa menanyakannya pada mereka." Daffa tidak menanggapi isyarat Yuki. Ia mengirim pesan yang berisikan kontrak kerja mereka.

"Kami telah membubuhkan sidik jari kami di sana, harap kalian setuju dan segera menyematkan sidik tari kalian juga!" ujar salah seorang pria paruh baya di antara mereka. Jika dilihat dari penampilannya, ia adalah CEO dari agensi ini.

Dengan berat hati Yuki mulai membaca file yang Daffa kirimkan. Ia tidak ingin berdebat untuk sekarang ini terlebih di hadapan orang-orang hebat seperti mereka. Ia tidak ingin namanya tercemar hanya karena Daffa yang yang berbicara lebih dulu dengannya. "Dua tahun?" gumamnya. Apa yang ia lakukan di industri ini selama dua tahun?

"Maaf sebelumnya, saya merasa jika dua tahun terlalu lama," ujar Yuki sopan, berharap mereka mengerti jika ia tidak benar-benar ingin berada dalam dunia adu peran.

"Jadi kamu inginnya berapa lama?"

"Enam bulan saya rasa cukup."

*************

Rasa kesal memaksakan dirinya untuk masuk ke dalam pikiran Yuki setelah kepergian Dion dengan buru-buru. Kekasihnya itu berlari setelah menerima satu panggilan masuk dari gurunya dan meninggalkannya di taman apartemen. Ini sama persis seperti kejadian kemarin siang saat ia tiba-tiba mendapatkan pesan dari Daffa.

Ia memetik dedaunan dan mengoyakkannya, melampiaskan perasaan sepinya saat ini. Padahal, ia ingin mengajak Dion menikmati senja di bukit tempat ia dan Karyl berbicara kemarin. Layar handphonenya yang kosong dari notifikasi terus ditatapnya. Ia ingin menghubungi Qeiza atau Karyl tapi ia takut menganggu mereka.

Face Shadow Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang