Chapter 20

32 13 0
                                    

Angin sepoi-sepoi mengerakkan beberapa helai poni Dion saat ia keluar dari mobil. Senyuman indah terukir sempurna menghiasi wajahnya yang tampan. Ia akan menjemput Yuki dan menghibur gadisnya itu.

Langkahnya tepat berada di depan ruang casting dan membuka lnop pintu perlahan. Mengernyit heran karena tidak ada seorang pun di sana. "Ke mana Yuki?" gumamnya. Ia menekan nomor Yuki di handphonenya, ia takut jika rencananya dan Karyl gagal.

"Halo sayang, kamu di mana?" tanya Dion begitu Yuki menerima panggilannya. Ia tidak akan terima jika Yuki harus beradegan mesra dengan pria lain.

"Di... aku berhasil Di! Kamu tidak perlu jemput aku ya! Aku akan pulang bersama Qeiza nanti sore!" ujar Yuki dengan nada yang terdegar sangat gembira.

Dion menelan salivanya dengan susah payah. Batinnya menympahi serapahi Karyl yang gagal menjaga kekasihnya itu. Ia bahkan juga kesal pada Daffa yang sekakan lupa gadis yang akan ia jadikan sebagai artis pendatang baru itu adalah kekasihnya. "Tapi Yuki aku udah di..."

"Nanti malam kita makan malam sama Qeiza juga Ya! Kita rayakan film aku yang akan mulai syuting dua minggu ke depan!" ujar Yuki terdengar sangat antusias. "Sudah dulu ya sayang, aku sedang rapat!"

Pria itu mengeram kesal. Belum mulai syuting saja Yuki sudah semenyebalkan ini karena mengabaikannya, bagaimana nanti saat syuting berlansung. Apa selama 24 jam Yuki tidak akan mempunyai waktu untuknya? Apa Yuki akan beralih mencintai Fero karena kebersamaan mereka saat syuting nantinya? Ia tidak bisa membayangkan semua itu. Ia harus bicara pada Daffa.

Ia kembali melihat handphonenya, menekan nomor Karyl untuk berbagi rasa sakit. "Karyl, di mana Fero?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Dia mungkin masih tidur di apartemen," jawab Karyl.

"Mungkin?!" Dion benar-benar marah dengan kalimat santai Karyl. "Kamu tau?! Rencana kita gagal karena kamu tidak bisa menjaga Fero! Pantas saja dia tidak suka padamu, melakukan hal mudah saja kamu tidak bisa!" ujarnya dengan nada tinggi, ia tidak peduli jika ia sedang bicara dengan seorang gadis.

"Apa maksudmu? Aku sudah melakukan sesuai dengan yang kamu inginkan, kenapa kamu masih marah! Kalau mereka tetap masih menjadi pemeran utamanya anggap saja itu sebuah takdir!"

"Kau..."

Panggilan kembali terputus sepihak membuat Dion rasanya sangat ingin melempar handphonenya itu. Semua kejadian hari ini sangat menguras emosinya. Yuki yang acuh padanya dan Karyl yang pura-pura terlihat baik-baik saja.

Ia berjalan meninggalkan ruangan itu, saat ini harapan satu-satunya hanya Daffa. Ia sangat berharap sahabatnya itu masih ingat dengan posisinya. "Permisi, anda tau di mana ruang rapat utama?" tanyanya pada salah satu cleaning service.

"Iya Tuan tapi... boleh saya bertanya ada keperluan apa Tuan dengan ruangan itu?" tanya cleaning service itu sopan.

"Saya ingin bertemu denga Daffa, dia saat ini sedang berada di ruang rapat!" jawab Dion seadanya.

"Mari Tuan saya antarkan!"

Dion mengikuti langkah cleaning service, ia sudah menyusun kalimat yang akan ia bicarakan pada sahabatnya itu. "Daffa!" panggilannya setelah membukan kenop itu.

Belasan pasang mata menatap Dion dengan penuh tanda tanya. Yuki bahkan mengernyit mendapati kekasihnya yang kini berjalan mendekatinya. Duduk di sampingnya dan menggenggam tangannya erat, tersenyum lembut lalu kembali menatap Daffa.

"Yuki tidak akan menjadi pemeran utama dalam film ini!" ujar Dion sembari menatap Daffa tajam. Ia tidak peduli denganapa yang Yuki pikirkan tentangnya. Ia sangat ingin untuk menjadi egois sekarang. Ia sudah membaca novel Yuki, bagaimana bisa ia membiarkan Yuki menjalankan peran yang begitu romantis dengan pria yang bukan kekasihnya.

Face Shadow Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang