KS - 35

154 28 207
                                    

Happy Reading~! 😘

••

Kara terduduk di kursi bus menghadap kaca, menyelipkan earphone ke telinga, terputarlah lagu Rehat - Kunto Aji. Suara itu mendayu-dayu di rongga telinga, bergumam mengikuti lirik sesekali. Mata asik memandang jalan yang dilewati dengan wajah tanpa emosi, dia hanya ingin menjauh dari semua masalah yang menerjang tanpa permisi. Masalah baru datang di saat masalah lama belum menemukan jawaban, membuatnya buntu akal dan merasa frustrasi.

Dari sebrang Arsa melirik prihatin, memandang Kara yang terlihat tidak baik-baik saja. Arsa mengikuti ke manapun Kara pergi, dia tidak tega meninggalkan bahkan tidak hadir di saat gadis itu butuh sandaran. Ingin memberikan pundak untuk disandarkan namun, dia paham. Gadis itu perlu waktu sendiri. Dia hanya perlu memantau dari kejauhan, tidak membiarkan gadis itu hilang dari penglihatan.

Sudah banyak halte yang dilewati, namun gadis itu seakan enggan mengangkat dirinya untuk keluar dan berpindah posisi-masih dalam kondisi termenung sampai siang pun menyapa. Seseorang yang tadinya duduk di samping Kara sudah keluar beberapa menit yang lalu, dengan cepat Arsa duduk di samping Kara. Namun, gadis itu masih belum menyadarinya-sibuk menatap hiruk-pikuk perkotaan lewat kaca bus.

Bosan mendengar lagu, Kara menarik earphone-nya, mematikan ponsel. Terdiam cukup lama tanpa berbuat sesuatu membuatnya lelah, otaknya tidak mampu berpikir jernih lagi. Membuat matanya menutup. Guncangan bus yang berjalan membuat kepala yang tadinya oleng tanpa tumpuan terjatuh begitu saja di bahu Arsa. Arsa yang sedang terpejam dengan bersedekap dada terkejut dibuatnya.

Arsa melirik wajah polos yang terlihat kelelahan. Untunglah dia yang duduk di sini. Bila orang lain dan dia tidak bergerak untuk mengikuti ke manapun gadis itu pergi, entah bagaimana keadaan gadis itu kedepannya.

Gadis ceroboh.

Beberapa menit berlalu, Arsa yang sudah jengah terduduk memperhatikan Kara yang sibuk terpejam membuatnya terpaksa membangunkan gadis itu-sudah cukup lama mereka di dalam bus ini.

"Kar ... bangun, Kar," ucap Arsa sembari menepuk kedua pipi Kara pelan. Kara yang merasa terusik, mencoba membuka matanya. Mata keduanya tak sengaja bertubrukan, membuat mata yang sayu mendadak melotot.

"Lo ngapain di sini?" ucap Kara dengan nada sinis. "Pasti gue lagi tidur, lo berbuat zina tanpa gue sadari, ya?" tuduhnya membuat Arsa terbelalak, kaget.

"Astagfirullah, jangan suudzon. Gue di sini baru aja, kok," balas Arsa membela diri.

"Halah, jangan ngeles! Kalau lo nggak berniat untuk berbuat zina tanpa gue sadari, ini apa? Kenapa kepala gue ada di bahu lo? Lo sengaja, kan, bawa kepala gue ke bahu lo?!" Mulut Kara dibekap oleh tangan besar Arsa.

"Ssst! Jangan teriak-teriak, ntar gue dikira berbuat yang aneh-aneh ke lo." Kara menarik paksa tangan Arsa yang membekap bibir dan hidungnya. Setelah terlepas, Kara meraup semua oksigen yang ada di sana.

"Lo mau bunuh gue?!" Arsa menghela napas, memandang wajah Kara yang kelihatan marah dengan intens. Membuat yang ditatap, gugup, berdehem dan berusaha memandang ke lain arah.

Kara menutup wajah Arsa dengan telapak tangannya. "Nggak usah liatin gue gitu amat! Gue tau, gue itu cantik."

"Ya, lo ... cantik," gumam Arsa yang terdengar jelas di telinga Kara sembari memandang wajah Kara yang kelihatan menahan malu.

Kara gelisah, dia tidak menyukai berada di posisi di mana dia dipojokkan seperti ini. "Ngapain lo di sini? Bukannya lo bawa motor sendiri, ya? Terus ngapain juga lo di bus waktu jam sekolah berlangsung?" tanya Kara tanpa memandang Arsa yang sibuk memandangi wajah Kara yang kelihatan memerah. Bukan tanpa alasan wajah Kara memerah dan sedikit gugup, wajah Arsa terlalu dekat dengan wajahnya. Membuat rasa yang belum pernah dirasakan datang tiba-tiba membuat hatinya 'kaget'.

KARA |Serendipity|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang