KS - 13

264 115 440
                                    

Bel istirahat baru saja berbunyi. Membuat semua siswa-siswi di berbagai kelas berhamburan kesana-kemari. Kara sedang memasukkan buku-buku yang ada di atas meja kearah kolong meja. Ia ingin cepat-cepat ke kantin, karena perutnya sudah meronta-ronta minta diisi.

Kara melihat ke bangku Daryna. Kosong, tidak ada gadis yang dia cari di sana. Pada pelajaran pertama sampai pelajaran ketiga Kara sibuk tidur di atas meja. Ia merasa sangat malas untuk belajar, apalagi mengingat pelajaran sejarah yang akan membuatnya terlelap.

Kara menoleh ke kanan, melirik Pasha dengan tatapan yang sulit ditebak.

"Ngapa lo liatin gue gitu amat?"

"Lo ke kantin?" Pasha mengangguk. Dagunya mengkerut. Mengapa Kara menanyai jika dia mengetahui bahwa setiap istirahat Pasha akan pergi ke kantin. Memang pertanyaan klise namun, biasanya Kara langsung mengungkapkan apa yang terasa janggal ataupun yang lainnya ketimbang berbasa-basi seperti ini.

"Hmm ... iya, kenapa?"

"Barengan."

"Sip. Yok lah."

Kara dan Pasha berjalan beriringan menuju kantin, seluruh perjalanan hening. Tidak ada yang memulai percakapan. Mata Kara tanpa sengaja menangkap sosok pria jangkung yang dikenalnya berdiri menghadap bendera yang berkibar di atas. Hari ini hawa panas membuat pria itu terlihat menggoda karena pelipisnya dibanjiri keringat.

Beberapa pasang mata melihat kejadian tersebut, tidak jarang ada beberapa gadis yang meneriakkan nama Arsa dan juga secara terbuka memberikan minuman kepada Arsa dengan pria lain di sampingnya.

Entah dorongan darimana Kara mulai mendekati mereka berdua, meninggalkan Pasha di sana melongo, tak lama kemudian pria itu pergi ke kantin.

"Hei! Kena hukum lo?" sahut Kara. Membuat kedua pria itu menoleh.

"Ya iyalah, kalau enggak ngapain juga gue mau jemurin diri gue sendiri, gila-gila aja," ucap Arsa dengan nada tak suka.

"Buat masalah apalagi lo? Kasian banget anak pemilik sekolah kena hukum begini," ejek Kara mampu membuat Arsa berdecak sebal. Kekesalannya bertambah ketika teringat kejadian pagi tadi, di parkiran sekolah.

"Suka-suka gue dong, kan, nggak ngerugiin lo."

"Iya sih, tapi ya jangan judes-judes gitu dong. Kayak punya dendam aja lo sama gue."

Arsa berjalan menuju tepi lapangan diikuti Kara dari belakang-duduk di tempat teduh. Dia sesekali mengibaskan tangan ke arah wajah dan leher. Keringat ada di mana-mana, membuat penampilannya menggoda berkali-kali lipat.

Kara merogoh saku roknya. Kebetulan dia membawa sebungkus tissue yang dia beli kemarin di kantin. Tangannya mulai mengusap keringat Arsa dari samping. Membuat Arsa kaget bukan main dan memandang Kara yang sedang asyik mengeringkan dahinya karena keringat.

Jantungnya berdebar kencang, hatinya tersentuh, dan perasaannya terhadap Kara bercampur. Mengapa satu sentuhan bisa membuat Arsa Bramanty gugup untuk mengimbangi nya? Apakah Kara menggunakan mantra untuk mengunci mata, hati, dan pikiran Arsa padanya?

Arsa tidak ingin terhanyut dalam kebahagiaan sesaat. Dia tahu dia tidak pantas menyukai Kara. Kara lebih menyukai kakaknya dibanding dirinya, hal ini terlihat dari tatapan Kara yang sangat tertarik dengan Chandra, sang kakak.

KARA |Serendipity|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang