KS - 33

159 36 151
                                    

Hai? Happy Reading semuanya~! 🤗

••

Kara termenung di balkonnya. Menatap ke langit dengan dahi yang mengkerut-memikirkan rencana apa yang harus dilakukan selanjutnya.

"Gue harus bikin dia buka suara. Gue nggak mau diam aja membiarkan masalah itu nggak keurus dan semakin besar kalau ada beberapa pihak yang memanfaatkan keadaan untuk menjatuhkan gue," tekadnya dengan mantap, mengetukkan jarinya di pembatas balkon-mencoba berpikir.

Setelah makan dan sholat Magrib beberapa menit yang lalu, dia memutuskan untuk memikirkan sesuatu yang penting yang perlu dilakukan secepatnya.

"Tapi, gimana caranya?" Ekspresi kebingungan mendominasi wajahnya saat ini. Dia merasa buntu akal, dia butuh teman untuk bertukar pikiran.

Namun, jika melibatkan salah satu dari-Daryna, Arsa, dan Ahsan terlalu jauh, beban pikiran mereka bisa bertambah. Apalagi hidup mereka tidak hanya memikirkan masalah yang Kara alami. Dia tidak harus membiarkan keegoisan menguasai dirinya-mengurut dahinya yang sedikit pening.

Dari pintu masuk kamar Kara, Dani memandangi punggung Kara dengan sebelah alis menukik ke atas. Dia bertanya-tanya mengapa gadis itu berdiri termenung di balkon pada malam hari?

Dani mendekat dengan lembut menepuk pundak Kara. Tubuh Kara bereaksi berlebihan, dia dikejutkan oleh sentuhan yang tiba-tiba, terutama saat dia sibuk termenung. Dia menoleh, menatap Dani dengan ekspresi terkejut.

"Ngapain malam-malam di luar? Nanti masuk angin, lho," ucap Dani berdiri di samping Kara, menyandarkan tangannya yang terlipat di pembatas balkon.

Berusaha mengontrol raut wajah, kemudian seulas senyuman terpatri di wajah cantiknya. "Pengin hirup udara malam aja sih bang, sumpek di dalam kamar terus. Otak aku butuh refreshing."

"Kenapa? Sini, cerita sama abang." Kara tersenyum, masih memandang langit malam yang indah.

Kara melirik, kembali memandang lurus ke depan. "Aku nggak papa, kok, bang. Lagian masalah sepele ngapain harus dibilang sama abang?" kekeh Kara, berusaha membuat Dani tidak terlalu memusingkan 'masalah' yang terucap spontan dari mulutnya.

Dani ragu untuk percaya bahwa Kara baik-baik saja, karena gadis itu enggan berkata namun tindakannya tak mampu membohonginya.

"Apa masalahnya nggak mau dibagi-bagi? Abang lagi buka jasa curhat, nih, free, lagi," keukeuh Dani membuat Kara menoleh, merasa bodoh telah berbohong kepada seseorang seperti Dani, pria yang bisa membaca situasi seseorang yang dia sayangi hanya dengan melihat raut wajah.

Kara melihat ke depan lagi sambil menggigit bibir bawahnya. Wajahnya datar tanpa ekspresi yang menunjukkan kesedihan dan keraguan yang mendalam.

"Aku ...." Kara ragu-ragu memberi tahu salah satu anggota keluarga. Ia tidak pernah membuka tentang masalah pribadi kepada kerabatnya, apalagi orang tuanya. Ia merasa tidak perlu mengatakan hal-hal yang tidak penting.

"Hm?" balas Dani memandang Kara penasaran.

"Aku ... ketimpa masalah." Kara menoleh sebentar ke arah Dani dan menundukkan kepala, terdiam kemudian melirik Dani dengan senyum tidak enak. "Eung ... lagipula nggak penting-penting amat," sambung Kara dengan nada bercanda yang dibuatnya. Dani menyadari ada yang tidak beres di sini. Ada hal-hal yang Kara tutupi dari keluarganya.

KARA |Serendipity|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang