📍 Di rumah Kara.
"Wajahnya kok masam banget, kayak ketek papa. Kenapa?" Kara yang baru saja masuk rumah, berjalan lusuh menghampiri Intan yang sedang memandangnya heran.
"Ada masalah di sekolah tadi, Mah." Kara berjalan kearah sofa diikuti oleh Intan di belakang.
"Kamu buat masalah? Apa kata gurunya? Kamu diskors, lagi?" Intan memperhatikan Kara yang sibuk membuka sepatu dan kaos semata kaki berwarna hijau dengan corak kodok lucu.
Kara memandang Intan dengan bibir yang mengerucut dan alis mata yang menukik ke atas, kesal. "Ih mama, suudzon mulu sama anak sendiri."
"Trus? Masalah apa?"
"Ini, Mah, tadi si Arsa nyari gara-gara sama Kara."
"Kenapa dia?"
"Masa iya tadi Arsa buang baju sekolah Kara, padahal Kara nggak ada nyari ribut sama dia."
"Oalah, terus kamu udah minta gantiin baju kamu?" Kara mengangguk dengan raut lelah.
"Katanya, sih, iya, tapi ntah kapan. Padahal bajunya mau dipakai besok." Kara berdiri dari sofa meletakkan sepatu itu sembarangan.
"Ya udah, tungguin aja."
"Ih mama, bukannya bantuin Kara buat marahin Arsa ini malah anteng-anteng aja."
"Ngapain mama bela kamu? Kamu nggak ada prestasinya juga."
"Ihh mah."
"Ya udah sana, mandi beres-beres diri. Kamu udah mirip baju belum disetrika," ujar Intan sembari mendorong tubuh anaknya menuju tangga.
Kara hanya bisa mengerucutkan bibirnya sebal dan berlalu pergi dengan bahu yang tampak tak bersemangat.
••
📍Di kamar Kara.
Kara mengobrak-abrik barang yang ada di meja rias. Ia sedang mencari sesuatu yang sepertinya berharga buatnya.
Tak lama kemudian raut gelisah berubah menjadi amarah, garis-garis di jidatnya bertambah dua kali lipat. Ia kesal.
Ia bergegas ke kamar sebelah dan memasukinya tanpa permisi. Dan ia menemukan beberapa plastik masker seperti miliknya di tong sampah.
"ZOYA!"
"KARA KAMU KENAPA TERIAK-TERIAK? UDAH MALEM, MALU DIDENGAR TETANGGA," ibunya berteriak dari bawah.
Dadanya naik turun, menahan emosi. Kekesalannya kali ini berlipat ganda. Sepertinya hari ini adalah hari yang sangat dia benci. Dia selalu mendapat nasib buruk yang bisa membuat Kara kewalahan menghadapinya.
Padahal panas di kepala dan hatinya sudah mereda setelah mandi tadi. Namun, masalah baru yang muncul mau tidak mau, membuatnya terpaksa harus menumpahkan rasa frustrasinya serta membuang waktu dan tenaganya.
Padahal Kara tahu kalau Zoya belum pulang dari jalan bersama pacarnya. Namun, karena dia sudah emosional, dia meledak tak beraturan. Takutnya, jika ditahan bisa menimbulkan penyakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARA |Serendipity|
Teen FictionTentang Kara dan semua orang di dekatnya. Bukan hanya kisah cinta antara gadis dan pria, tetapi juga tentang kisah cinta keluarga dan teman. · • Dua insan yang saling membutuhkan, dipertemukan oleh kejadian yang tak terduga. Benih-benih cinta pun ha...