Jangan lupa vote, vote, vote! Terimakasih~
Selamat membaca! 🥰🙌
••
Kara duduk dengan gugup di bangku, mengamati pria yang duduk di kursi di sudut kanan baris kedua dengan tatapan tajam dengan kedua kaki terus bergerak di bawah membuat suara gemetar di meja yang ditempati. Pasha yang berada di sampingnya heran melihat tingkah Kara yang terus menggerakkan kakinya di bawah meja.
Kara melirik jam di dinding dekat tengah papan tulis, dan sepuluh menit lagi bel istirahat kedua akan berbunyi.
Kara melirik lagi pria yang berada di pojok tadi dengan tatapan tajam, pria itu terlihat biasa saja, tidak menoleh tapi sedang asyik menguap dan kembali tidur lagi dengan buku yang berdiri di depan wajahnya, membuat pipi Kara memerah karena kesal sambil mengibaskan tangan di leher, kebetulan lampu mati karena ada gangguan listrik.
"Tck! Lama banget sih!" Tanpa disadari, Kara berteriak, membuat guru yang sedang mengajar dan teman-teman, bahkan anak laki-laki yang dilihatnya tadi, terkejut tidak bermain-main dengan jeritan itu.
Pria paruh baya berkepala plontos itu menoleh guna melihat Kara dengan ekspresi yang mengintimidasi, tapi Kara sibuk melihat jam di dinding dengan rasa jengkel yang membara.
"Ekhem ... kenapa kamu teriak di saat saya sedang menerangkan pelajaran, Kara?" Pertanyaan itu diabaikan olehnya.
Guru itu melirik jam yang merupakan objek yang sedang dilihat Kara sehingga gadis itu tidak memperhatikan kata-katanya, melihat kembali ke Kara. "Jam itu tidak akan berpindah tempat, jadi kamu tidak perlu mengawasinya. Sekarang, yang harus kamu lakukan adalah menjawab pertanyaan saya, kenapa kamu berteriak saat saya menjelaskan pelajaran, Kara?" sambung guru itu, ternyata suara gurunya yang sedikit dinaikkan itu mampu menarik perhatian Kara, gadis itu meliriknya dengan mata yang melotot, terkejut.
"A-anu pak ...." gantung Kara, matanya jelalatan mencari ide untuk mengelak.
"Anu-anu, jawab saja pertanyaan saya, kenapa kamu berteriak tadi?" tanya guru itu dengan nada meninggi.
"Ini pak tadi ...." Kara melirik Pasha yang ada disampingnya dengan ujung mata. "barusan Kara sama Pasha lagi main abc lima dasar. Nah pas banget giliran Pasha buat nebak, tapi Pasha lama mikirnya, jadi Kara teriak deh tanpa sadar ...." Kara memandang sekeliling dengan tatapan rumit. Apa benar ya begitu cara mainnya? Gue lupa lagi, semoga si botak gak terlalu banyak mikir sama alasan gue.
Pasha yang ada di sampingnya melotot tak terima. Kara melirik Pasha dengan tatapan bersalah.
"Apa benar itu Pasha?" Perhatian Pasha tersita, memandang pria paruh baya yang memandangnya dengan tatapan intimidasi, membuatnya mau tak mau harus hanyut dalam skenario yang diciptakan Kara.
"I-iya, pak, apa yang dikatakan Kara benar," balas Pasha dengan berat hati.
Guru itu bersedekap dada melirik keduanya secara bergantian. "Kamu ketahuan main di saat pelajaran saya masih berlangsung, gak sopan! Emang kamu sudah mengerti dengan materi yang saya bahas kali ini, Kara?" guru itu memandang Kara dan membentak membuat Kara gelagapan dibuatnya.
"Karena Kara mengerti sama materi yang bapak bahas itulah, yang membuat Kara lebih milih main di belakang bapak. Lagian kalau bapak dikasih dongeng itu terus pasti bakal muak dengerinnya sampai pengin banting buku cerita itu," jeda Kara, mengambil napas. "nah, karena Kara nggak mau banting meja karena takut menganggu jam pelajaran bapak, lebih baik Kara main di tempat duduk Kara biar emosi Kara nggak meluap gitu aja saat mendengar dongeng dari bapak," elaknya dengan nada yang meyakinkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARA |Serendipity|
Teen FictionTentang Kara dan semua orang di dekatnya. Bukan hanya kisah cinta antara gadis dan pria, tetapi juga tentang kisah cinta keluarga dan teman. · • Dua insan yang saling membutuhkan, dipertemukan oleh kejadian yang tak terduga. Benih-benih cinta pun ha...